Cuaca cukup cerah di Senin malam itu. Kumala, Ricky, Wawan dan Zulfikri sedang makan malam bersama. Ricky, Wawan dan Zulfikri adalah rekan sekerja Kumala di kantor. Dan kebetulan mereka berempat dikirim oleh kantor pusat ke suatu pulau untuk tugas dinas.
Sejak hari pertama mereka tiba di sana, Ricky sudah sering mengolok-olok Kumala. Malam itu tidaklah berbeda. Ricky menantang Kumala untuk menyicipi minuman tradisional khusus daerah sana. Seperti biasanya, Kumala tidak menghiraukan Ricky. Namun karena terus menerus diolok-olok oleh ketiga pria tersebut, Kumala akhirnya menyetujui untuk mencoba minuman itu (hanya agar mereka berhenti mengolok-olok dirinya).
Kumala memanggil pelayan untuk memesan minuman itu dan setelah menunggu kurang lebih lima menit, minuman tersebut sudah diantar ke hadapan Kumala. Minuman tersebut sama sekali tidak terlihat spesial/khas. Kumala memperhatikan minuman itu dan tidak menemui adanya ‘keanehan’ dan lebih menyerupai teh encer.
Tidak melihat keanehan apa-apa pada minuman itu, Kumala menegaknya perlahan-lahan. Rasa manis dan menyegarkan membasuh mulut dan tenggorokan Kumala. Saat hampir habis minuman itu diteguknya, Kumala mencoba untuk mengingat-ingat dimana ia pernah merasakan minuman seperti ini sebelumnya. Namun ia tidak berhasil mengingatnya.
"Jadi bagaimana minumannya? Enak, kan?” tanya Ricky dengan senyum licik. Wawan dan Zulfikri pun menyeringai.
Kumala menepis semua pemikiran negatif dalam benaknya, walau sebenarnya hatinya sempat mencelos saat ia sadar bahwa ia baru saja minum minuman yang terbuka.
"Toh minuman ini dibawa dari dapur langsung oleh si pelayan,” pikirnya lagi, jadi tidak mungkin ketiga pria ini menyabotase minuman tersebut.
Sepuluh menit setelah itu, mereka berempat kembali ke ruang training untuk melanjutkan proyek pekerjaan mereka di pulau tersebut. Kumala seperti biasa meluangkan waktunya untuk chatting dengan Wira di sela-sela waktu kerjanya. Dan malam itu semangat Kumala terasa lebih tinggi daripada hari-hari biasanya. Mungkin karena tadi ia menyempatkan diri untuk tidur siang, pikirnya.
Detik berganti detik, menit berganti menit tanpa terasa. Perbincangan dengan Wira semakin ‘memanas’ dan jantung Kumala mulai berdebar-debar.
Lalu Ricky bangkit berdiri dan menyuruh para manager dan peserta training untuk meninggalkan ruangan itu. Tidak biasanya Ricky menyudahi session lebih awal, terlebih lagi menyuruh para peserta untuk meninggalkan ruangan seperti ini. Walau merasa aneh atas perbuatan Ricky, Kumala tidak berniat untuk menggubrisnya karena saat itu ia sedang asyik-asyiknya chatting dengan Wira.
Setelah semua peserta, kecuali Wawan dan Zulfikri, meninggalkan ruangan tersebut, Ricky beranjak dari kursinya dan menghampiri Kumala. Dengan sigap Kumala cepat-cepat menutupi window percakapannya dengan Wira dengan window lainnya.
Ricky terkekeh melihat reaksi Kumala yang mencibir dengan tatapan kesal. Ricky tidak perduli atas reaksi Kumala karena sebenarnya ia hanya ingin mengalihkan perhatian Kumala. Saat perhatiannya tertumpu pada Ricky, Wawan bergerak tanpa bersuara dan mengunci pintu ruang training tersebut. Kumala sama sekali tidak menyadari akan semua ini.
Dengan langkah santai, Ricky (dan Wawan) kembali ke kursinya. Kumala melirik dengan ekor matanya, mengikuti gerakan Ricky sampai ia duduk di kursi. Lalu Kumala melanjutkan chatnya dengan Wira.
Ricky membuka suaranya, memulai perbincangan dengan topik yang tidak jelas. Sampai pada akhirnya ia mulai menanyakan Kumala mengenai minuman yang ia minum tadi.
Bagaimana rasanya? Apakah ia menyukainya? Pernahkah ia minum minuman yang rasanya seperti itu sebelumnya? Apa yang ia rasakan setelah minum minuman itu? Dan sebagainya.
Lalu pertanyaan Ricky semakin terperinci, "Apakah jantungmu terasa berdebar-debar sekarang?”
Kumala tersentak. Bagaimana ia bisa tahu hal ini… paling-paling hanya kebetulan, pikirnya. Lalu ia menjawab, "Detak jantungku biasa aja tuh!” tidak ingin memberikan jawaban yang diinginkan oleh Ricky.
"Masa sih kamu ga berasa?” tanyanya lagi.
Semakin ditanya, Kumala malah semakin merasakan detak jantungnya berdebar-debar. Ia menjadi kian gelisah.
Tidak menunggu jawaban dari Kumala, Ricky melanjutkan rentetan pertanyaannya. "Apakah kamu merasa tubuhmu panas? … Hot?”
"Nggak,” jawab Kumala singkat.
"Ah, ga perlu bohong, Mala. Mungkin kamu belum menyadarinya aja.”
Saat itu sebenarnya Kumala memang tidak merasa tubuhnya menjadi panas, namun karena mendapat pertanyaan seperti itu otaknya menjadi semakin peka atas perubahan suhu tubuhnya walau perubahan suhunya sangatlah kecil.
Dan benar saja, Kumala sudah dapat merasakan naiknya temperatur di bagian punggung dan dada atasnya.
"Asem! Mengapa tebakan-tebakannya tepat semua? Jangan-jangan minuman itu…,” Kumala tidak berani menyelesaikan pemikirannya.
Dengan hati yang semakin cemas, Kumala melirik ke Wawan, Zulfikri lalu kembali ke Ricky. "
Apa yang kalian taruh di minumanku?” tanya Kumala dengan nada memerintah.
"Hahahaha! Masa sih kamu nggak tahu?” akhirnya Zulfikri membuka suaranya.
"Setelah sekian lama kamu bergaul dengan kita-kita, masa kamu ndak belajar apa-apa dari semua perbincangan kita?” Wawan menambahkan.
Ricky bergerak menghampiri Kumala yang terduduk kaku. Jantung Kumala seakan disiram air es dan berhenti berdetak. Lalu Ricky mendekatkan wajahnya ke samping telinga Kumala dan berbisik, "Kamu itu wanita yang pintar, jadi kamu seharusnya udah bisa nebak apa yang kamu minum tadi, honey.”
Mata Kumala membesar, wajahnya memucat walau wajahnya terasa panas. Ia menghempaskan punggungnya ke sandaran kursi. Berawal dari gerakan yang tak terlihat, Kumala menggeleng-gelengkan kepalanya dari bahu ke bahu.
"Nggak! Nggak mungkin! Kalian bohong! Aku ga lihat kalian memasukkan apa-apa ke dalam minumanku!” bantah Kumala dengan suara parau.
"Dasar denial! Emang! Kami ga masukin apa-apa,” Ricky tidak mencoba membantah, "tapi kamu ga akan nyangka betapa mudahnya pekerja hotel ini mengabulkan permintaan khusus cuma dengan imbalan ekstra yang setimpal.”
Pikiran Kumala segera menelusuri pekerja-pekerja hotel yang mungkin mau saja diperalat oleh para cecunguk ini. "Si pelayan? Hmmm…. mungkin aja sih. Atau si chef muda yang diam-diam sering melirik aku?” benak Kumala.
Pikiran Kumala terhenti oleh pertanyaan Ricky, "Bagaimana? Kamu udah merasakan efek-efek lainnya? Putingmu udah menegang? Vaginamu udah basah?”
Mendengar pertanyaan-pertanyaan itu, secara refleks Kumala menarik masuk dadanya berharap puting susunya tidak terjiplak menonjol pada baju yang ia kenakan. Namun karena begitu cemasnya, Kumala malahan tanpa sadar menanti-nanti efek tersebut timbul pada tubuhnya. Hatinya sedikit lega karena setidaknya ia sama sekali tidak merasa terangsang dan efek-efek yang Ricky sebutkan tadi belum muncul juga sampai saat itu.
"Moga-moga obat perangsang yang aku minum ga bereaksi secara optimal atas tubuhku deh,” Kumala mencoba untuk menghibur dirinya sendiri.
Sedang otaknya sibuk berpikir, Kumala tidak menyadari Ricky sudah memberi isyarat kepada Wawan dan Zulfikri untuk berdiri di belakang kiri dan kanan Kumala. Dengan satu anggukan kecil Ricky, Wawan dan Zulfikri secepat kilat mengamankan Kumala.
Mereka berdua masing-masing memegang lengan dan pundak Kumala dengan erat. Kumala terkejut dan langsung berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman Wawan dan Zulfikri. Ia dapat menebak apa yang hendak mereka perbuat atas dirinya. Dengan penuh ketakutan Kumala menghentakkan kakinya agar dapat bangkit dari tempat duduknya. Wawan dan Zulfikri memberi tekanan yang kuat pada pundaknya sehingga usaha Kumala jadi sia-sia. Kumala menggoyang-goyangkan seluruh tubuh bagian atasnya sejadi-jadinya, berharap setidaknya pegangan salah satu dari mereka menjadi longgar.
BREETT! Kumala melihat Ricky membuang sobekan baju ke lantai. Ya, baju atasnya sudah terkoyak sehingga payudara Kumala yang masih terbungkus BH dapat terlihat dengan jelas. Ricky lanjut mencabik-cabik sisa kaos Kumala seperti kerasukan setan.
"STOOOOOP! Please stop, Ricky!” teriak Kumala sekuat tenaga.
Ricky berhenti lalu mendongakkan kepalanya untuk menatap mata Kumala.
Kumala sempat kaget mendapati Ricky menuruti perintahnya. Lalu dengan mata berlinang air mata, Kumala memohon, "Please, Ricky. Lepasin aku sekarang juga. Aku ga akan laporin kejadian ini ke kak Joko. Aku ga akan ngadu hal ini ke siapa-siapa deh, termasuk Wira. Aku mohon, lepasin aku.”
Ricky mundur satu langkah. Lalu Ricky melayangkan pandangannya ke Wawan lalu berpindah ke Zulfikri seakan hendak meminta persetujuan mereka berdua.
Kumala mengikuti pandangan Ricky untuk melihat respon dari mereka berdua. Ia mendapati Wawan dan Zulfikri sedang memandang matanya dalam-dalam. Setelah beberapa saat, Kumala menyadari bahwa Wawan dan Zulfikri ternyata bukanlah sedang menatap matanya. Pandangan mereka yang penuh birahi melekat pada belahan bukit dada Kumala yang putih mulus itu.
Mengetahui apa yang sebentar lagi bakal terjadi atas dirinya, air mata Kumala semakin deras mengalir. Senyum Ricky tersungging menghias wajahnya yang penuh percaya diri. Lalu ia menghampiri wajah Kumala dekat-dekat sehingga Kumala dapat merasakan nafas Ricky yang sudah menderu di wajahnya.
"Aku harap kamu suka tantangan, Mala. Jadi gini… Aku akan lepasin kamu kalo kamu bisa lolos tantangan yang aku kasih.”
"Aku akan membiarkan kamu selama 5 menit. Aku ga akan sentuh kamu selama itu. Dan setelah 5 menit berlalu, aku akan cek 2 hal. Kalo setelah 5 menit itu ternyata puting kamu ga mengeras dan vagina kamu ga basah, aku akan lepasin kamu tanpa embel-embel ini itu.”
"Tapi… kalo puting kamu mengeras dan vagina kamu basah,” Ricky berhenti sejenak sebelum meneruskan kalimatnya, "Hahahaha… Kita akan berpesta pora rame-rame!”
"Asoooy!”
"Mantaaaaaap!”
Seperti mendapat durian runtuh, Wawan dan Zulfikri bersorak sorai kegirangan.
Kumala berpikir keras dalam otaknya, "Udah pasti aku ga punya hak apa-apa untuk bernegosiasi sama Ricky. Aku cuma bisa berharap untuk lolos dari tantangan ini dan berharap Ricky benar-benar menepati janjinya untuk lepasin aku. Ga ada pilihan lain. Untungnya saat ini aku belum merasakan sepenuhnya efek dari obat perangsang wanita yang mereka kasih. Jadi, semakin cepat tantangan ini dimulai, semakin baik. Uhhh… moga-moga dalam 5 menit ke depan, obat perangsangnya ga sempat bereaksi pada payudara dan vaginaku deh.”
"Baik! Tapi kamu harus pegang janjimu, OK?”
"Of course! Aku selalu pegang janji-janjiku. Kamu ga usah khawatir,” sanggah Ricky.
Dengan santai Ricky menggeser meja tempat Kumala menggunakan laptopnya ke samping sehingga tidak ada barang yang menghalangi di antara Kumala dan Ricky. Ia bahkan menyempatkan dirinya untuk melirik ke layar laptop Kumala dan melihat percakapannya dengan Wira yang terganggu. Terlihat Wira berkali-kali memanggil Kumala via chat.
Ricky terkekeh lalu menyeret kursinya sehingga ia duduk berhadap-hadapan dengan Kumala yang masih diamankan oleh Wawan dan Zulfikri.
"Tantangannya udah mulai belum sih? Kenapa Wawan dan Zul masih pegangin tanganku nih?” tanya Kumala, tidak sabar melihat Ricky yang sengaja mengulur-ulur waktu. Kumala yakin Ricky tahu bahwa belum cukup waktu buat obat perangsang tersebut untuk bereaksi secara optimal pada tubuhnya. Setiap menit yang terbuang memperbesar kemungkinan tubuhnya menjadi terangsang.
"Belum, honey. Aku perlu kepastian kalo kamu ga bakalan kabur dari tempat ini. Dan kepastian tersebut cuma bisa aku dapat kalo Wawan dan Zulfikri tetap pegangin kamu.”
"Tenang aja, Mala. Kita bertiga akan bersikap fair kok. Walau Wawan dan Zul pegangin tangan dan pundakmu, tangan-tangan mereka ga akan grepe-grepe kamu deh,” tambah Ricky.
"Jadi kapan kamu mau mulai tantangan ini?” Kumala bertanya dengan suara setengah berteriak.
"Sabar, sabar, my darling Kumala. Aku perlu cari jam tanganku dulu, nih. Aku ga inget aku taruh dimana,” jawab Ricky sambil menahan tawanya.
Mulut Kumala mengatup rapat karena geram. Harapannya sedikit demi sedikit mulai berkurang lantaran terlihatnya kecurangan terselubung yang mereka praktekkan. Mata Kumala mengikuti kemana Ricky bergerak. Ricky bangkit berdiri dan terlihat sibuk mencari-cari dimana gerangan jam tangannya.
Detik demi detik berlalu. Menit berganti menit. Walau tubuh bagian atasnya hanya ditutupi oleh BH berwarna krem, namun butir-butir keringat tetap merembes keluar dari kening dan dahi Kumala. Jantungnya pun masih berdetak dengan cepat. Kumala semakin resah menunggu reaksi obat perangsang yang mungkin sewaktu-waktu memercik birahi tubuhnya.
Lalu Kumala teringat kalau bukan hanya Ricky yang selalu mengenakan jam tangan. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri untuk melihat pergelangan tangan Wawan dan Zulfikri.
Yes! Zulfikri mengenakan jam tangan. Kumala segera berseru, "Ricky! Tuh pakai aja jam tangan Zul.”
Ricky berpura-pura terkejut dan baru menyadari bahwa Zulfikri pun mengenakan jam tangan.
"Oh benar juga yah. Kenapa kamu ga ngomong dari tadi, Zul?”
Ricky melangkah mendekati mereka. Masih dengan gerakan yang santai, Ricky melepaskan jam tangan Zulfikri.
Tiba-tiba jam tangan itu terjatuh dan mengenai dada Kumala. Ricky berusaha menangkap jam tangan yang terjatuh itu. Dan dengan gerakan yang ceroboh, Ricky ‘tanpa sengaja’ membelai bukit kenyal Kumala dengan punggung tangannya.
"Oops, maaf. Aku ga sengaja lho sentuh payudaramu,” penjelasan Ricky terasa hambar apalagi ditambah senyum yang semakin melebar.
"Ayo, cepat mulai dihitung 5 menit tantangan ini!” Kumala dengan setengah hati mengacuhkan sentuhan tangan Ricky pada payudaranya.
Kait pada jam tersebut tersangkut pada bagian depan BH Kumala. Kumala benar-benar tidak habis pikir bagaimana mungkin hal ini bisa terjadi.
Ricky menarik ke atas jam tangan yang masih tersangkut di BH Kumala sehingga seluruh bagian depan BH itu terangkat naik. Kedua puting susu Kumala terekspos di hadapan ketiga pria itu. Wawan dan Zulfikri mungkin tidak dapat melihat dengan jelas pemandangan indah itu namun dilihat dari raut wajah Ricky, Kumala yakin bahwa Ricky sangat menyukai apa yang ia lihat di hadapannya.
Mata Ricky melotot dan berbinar-binar. Kedua alisnya terangkat tinggi-tinggi. Bibirnya terbuka menghiasi senyumnya yang lebar. Dadanya kembang kempis seiring dengan nafasnya yang terdengar semakin berat.
Tanpa sadar Kumala melirik ke selangkangan Ricky. Jantung Kumala seakan berhenti berdegup ketika ia melihat tonjolan besar di celana Ricky. Wajah Kumala bersemu semakin merah saat dirinya secara refleks memvisualisasi penis Ricky yang sudah keras berereksi di balik tonjolan besar itu. Jika tadi jantungnya serasa berhenti berdetak, kini jantung Kumala serasa berdetak dua kali lebih cepat.
Langsung Kumala memalingkan wajahnya ke lantai dekat kakinya. Walaupun merasa jijik karena membayangkan penis Ricky, Kumala merasakan api birahinya mulai memercik. "Oh, tidak! Jangan, please. Tahan sebentar lagi! Jangan sekarang!” serunya dalam hati.
"Oho! Kamu kaget yah lihat ‘peralatanku’? Apakah batangku lebih besar dari batang Wira? Kamu pernah lihat penis dia kan? Atau… jangan-jangan kamu belum pernah sama sekali melihat penis seorang lelaki?”
Pertanyaan demi pertanyaan membuat kepala Kumala semakin menunduk malu. Ia tidak berani menatap Ricky lalu memutuskan untuk menutup matanya erat-erat sambil berharap agar bayangan penis Ricky dapat hilang dari benaknya.
Selagi berusaha mengalihkan pikirannya ke hal-hal lain sambil menutup kedua matanya, Kumala tersadar oleh suara tawa geli Wawan dan Zulfikri. Berkat rasa ingin tahunya yang begitu besar akhirnya Kumala memutuskan untuk membuka matanya untuk melihat apa yang membuat mereka cekikikan.
Bola mata Kumala seperti hendak keluar dari tempatnya saat ia melihat Ricky berdiri di hadapannya dalam keadaan telanjang bulat. Kursi Ricky sudah bergeser ke pinggir ruangan. Penisnya yang tebal dan kekar terlihat sangat besar dan begitu kontras dibanding dengan perawakannya yang pendek. Pandangan Kumala menempel lekat-lekat pada batang kejantanan Ricky. Mulut Kumala masih menganga saat Ricky mengangkat suaranya.
"Gimana, Mala? Takjub? Penis ini udah membuat banyak wanita bergelinjang penuh kenikmatan. Hahahaha!” tawa Ricky memenuhi ruang training itu. Lalu ia melanjutkan, "Ga usah kuatir. Sehabis 5 menit tantangan ini, kamu pun bisa menikmati batangku kok.”
Terbangun dari lamunan Kumala mengatupkan mulutnya cepat-cepat dan berseru, "Ayo! Dimulai perhitungan jamnya! Lima menit, kan?”
Kali ini Ricky menuruti permintaan Kumala. Ia memencet-mencet jam tangan Zulfikri dan akhirnya berkata, "Ok! Lima menit… set… GO!”
Kumala tadi memang sempat mengira obat perangsang itu sudah bereaksi, namun sekarang ia yakin dirinya ternyata belum merasakan reaksi apa-apa. Walaupun demikian, jantungnya semakin kencang berdegup.
"Tiga puluh detik…,” kata Ricky perlahan.
Peluh di kening Kumala menetes dan jatuh merembes ke kain celananya. Kumala merasa 30 detik berlalu dengan sangat lambat. Ia terus berharap obat perangsang itu tidak menimbulkan reaksi apa-apa. Kalaupun obat tersebut memang akhirnya menimbulkan reaksi, Kumala sangat berharap reaksi itu baru muncul setelah tantangan ini berakhir.
Sambil memegang jam tangan Zulfikri di tangan kirinya, Ricky menghampiri Kumala. Penisnya mengangguk-angguk seirama dengan langkah kaki Ricky. Kumala mengalihkan pandangannya ke samping namun melalui ekor matanya ia masih dapat melihat batang kemaluan Ricky. Akhirnya Kumala menutup kedua matanya.
"Satu menit udah lewat!”
Masih belum ada tanda-tanda reaksi dari obat perangsang itu pada diri Kumala. Namun tidak lama setelah itu, Kumala merasakan Ricky sedang melakukan sesuatu di dekatnya. Tubuhnya sama sekali tidak disentuh oleh Ricky, tapi Kumala dapat merasakan Ricky dari pergerakan udara di sekitarnya.
Sedang serius-seriusnya berkonsentrasi, Kumala tiba-tiba merasakan semilir angin berhembus mengenai puting kirinya. Ia mencoba untuk mengacuhkannya namun makin lama hembusan lembut itu semakin kuat.
Lalu tiba-tiba saja hembusan itu terhenti dan berganti dengan hawa hangat yang menyelimuti puting dan daerah sekitarnya. Kumala merasakan hawa hangat itu seakan menari-nari dengan liar di putingnya. Tak dapat menahan rasa ingin tahunya, Kumala segera membuka matanya dan melihat dari mana sumber tarian hawa hangat tersebut.
Mulut Ricky terbuka lebar di depan payudara kiri Kumala dan lidahnya bergetar naik turun dengan cepat seperti gerakan mengipas. Lidah Ricky sama sekali tidak menyentuh putingnya, akan tetapi Kumala dapat merasakan tiap jilatan dari angin yang tercipta oleh gerakan lidah Ricky pada putingnya.
"Hey! Ga boleh gitu dong!” seru Kumala tanpa berpikir panjang.
Ricky mendongak lalu mengatupkan mulutnya. "Kenapa? Aku ga nyentuh tubuhmu sama sekali, kan?” dalih Ricky.
Kumala membuka mulutnya untuk menyanggah namun otaknya tidak dapat menemukan kata-kata untuk ia ucapkan.
"Emangnya kenapa? Lidahku ga bikin kamu terangsang, kan?” kata Ricky sebelum memperagakan gerakan lidahnya lagi kepada Kumala.
Kumala memalingkan wajahnya ke kanan dan tetap diam seribu bahasa. Ricky mengikuti arah wajah Kumala dengan membungkuk di depan payudara kanan Kumala. Ia sengaja memilih payudara ini karena ingin Kumala melihat wajahnya. Ia kembali menggunakan lidahnya untuk menjilati udara di dekat puting itu.
Kumala setengah terpaksa melihat perbuatan Ricky ini. Di satu sisi ia tidak ingin melihat perbuatan jijik ini namun di sisi lain ia juga ingin memastikan bahwa Ricky tidak berbuat curang.
Kumala dapat melihat lidah Ricky meliuk-liuk dengan kecepatan yang tak menentu. Kadang lidahnya bergerak dengan cepat, kadang bergerak dengan sangat lambat. Namun satu hal yang pasti, lidah Ricky sering mencapai jarak yang sangat dekat dari putingnya. Ya, Ricky selalu berhasil membuat lidahnya hampir bersentuhan dengan puting Kumala.
Sementara matanya tertumpu pada permainan lidah Ricky pada putingnya, Kumala tiba-tiba merasakan obat perangsang itu mulai bereaksi lagi pada tubuhnya. Energi birahi dalam tubuhnya mulai menggeliat keluar dari daerah sekitar payudaranya, perlahan namun pasti.
"Oh, please, jangan!” hatinya menjerit.
Dan benar saja, puting kanannya mulai membesar, tonjolan itu semakin keluar lalu mulai mengeras. Kumala cepat-cepat memikirkan hal-hal lain yang dapat mengalihkan perhatiannya dari birahi akibat obat perangsang yang ia minum. Dan ia teringat, "Eh! Udah berapa menit nih?”
Sambil terus meliuk-liukkan lidahnya, ia tidak menjawab pertanyaan itu. Ricky melirik ke wajah Kumala. Beberapa detik kemudian Ricky menghentikan apa yang ia lakukan dan berkata, "Kenapa kamu tiba-tiba mau tau? Jangan-jangan…”
Senyum lebar menghias wajah Ricky saat ia mendapati puting kanan Kumala sudah berdiri tegang. "Aha! Satu puting selesai, tinggal satu puting lagi!” Ia berpindah ke puting kiri Kumala lalu membungkuk untuk memulai.
"Berapa menit lagi? Ayo kasih tahu aku!” pinta Kumala dengan nada memerintah.
"Oh iya, aku sampai lupa lihat jam.”
Ricky memperhatikan jam Zulfikri beberapa saat sebelum akhirnya berkata, "Masih sekitar 3 menit lagi kok.”
Tidak butuh waktu lama untuk puting kiri Kumala mengeras dan berdiri tegak. Bayangan lidah Ricky yang nyaris menjilat-jilat putingnya laksana bensin pada api birahinya. Ricky yang sudah berpengalaman dengan wanita dapat menduga hal ini dengan mudah.
"Stop! Kamu curang! Ga boleh gitu dong!” protes Kumala.
"Aku ga pernah bilang kalo aku ga boleh melakukan apapun di depanmu, kan? Selama aku ga nyentuh kamu, aku ga langgar syarat yang aku berikan tuh.”
"Dua putingmu udah gagal dan yang tersisa cuma tinggal vaginamu,” Ricky berkata penuh bangga. "Ok lah, aku ga akan pakai trik lidahku pada vaginamu. Tapi untuk itu, kamu ga boleh pakai celana sama sekali.”
Setelah mendapat isyarat dari Ricky, Wawan mengambil alih lengan Kumala yang dipegang oleh Zulfikri. Lalu tanpa melakukan banyak gerakan yang sia-sia, Zulfikri melucuti celana panjang beserta celana dalam Kumala dengan cepat. Walau meronta-ronta dan berteriak-teriak menyuruh Zulfikri untuk menghentikan perbuatannya, pada akhirnya Kumala hanya dapat menerima nasibnya harus bertelanjang di hadapan ketiga pria yang sudah dikuasai nafsu birahi ini.
"Masih ada 2 menit lagi,” Ricky mengingatkan.
Obat perangsang wanita itu terus memberi reaksi pada kedua putingnya. Kedua puting susunya tetap keras dan berdiri tegak walau sudah tidak dirangsang oleh Ricky. Satu hal yang membuat diri Kumala agak lega adalah ia tidak merasakan efek apa-apa pada vaginanya.
Melihat ekspresi muka Kumala yang menjadi tenang, Ricky mendekatinya dan memperhatikan dengan seksama kedua puting Kumala. Satu persatu ia teliti dengan serius. Kumala merasa risih mendapati Ricky yang bertelanjang bulat berdiri hanya sejangkauan tangannya, memandangi payudaranya seperti itu.
Tanpa berkata apa-apa, Ricky mulai mengocok-ngocok batang penisnya yang sudah berereksi maksimal. Pertama-tama ia mengocoknya perlahan dan setelah beberapa waktu, kecepatan kocokannya menjadi bervariasi dan tidak menentu.
"Oooooohhhh…,” terdengar lenguh panjang dari mulut Ricky. Kumala melirik sekilas namun pandangan matanya mau tidak mau melekat pada kepala penis Ricky yang baru saja mengeluarkan pre-cum, cairan bening yang berfungsi sebagai pelumas. Tanpa Kumala sadari, ia membasahi bibirnya sendiri dengan lidahnya lalu menelan ludah.
"Aseeem! Kenapa aku ini? Masa sih aku benar-benar jadi terangsang gara-gara melihat dia?” umpat Kumala dalam hati. "Lebih baik aku tutup rapat-rapat mataku dan pendengaranku. Ayo, alihkan pikiranmu ke hal-hal lain!”
Melihat Kumala menutup matanya rapat-rapat sementara dada Kumala mulai naik turun mengimbangi nafas yang mulai memberat, Ricky sudah dapat menebak apa yang sedang terjadi pada diri Kumala. Lalu Ricky menganggukan kepalanya, memberi isyarat kepada Wawan dan Zulfikri. Wawan menarik kedua tangan Kumala ke atas dan menyatukan keduanya di belakang kepalanya. Dengan celana panjang yang ia lucuti tadi, Zulfikri mengikat kedua tangan Kumala dengan cekatan.
Kumala terkejut dan membelalak. "Hei, apa-apaan ini?! Kalian ga akan berbuat curang, kan??”
"Tenang…. (hhh) … Tantangan ini… (mmhhh) … masih berlangsung… (hhhh) … secara fair kok… (nnhhh) ….” jawab Ricky dengan nafas terengah-engah.
Melihat penis yang masih ia kocok-kocok tersebut sudah berubah menjadi merah gelap, Kumala spontan menutup matanya kembali. Kain celana panjang yang digunakan untuk mengikat tangan Kumala masih tersisa dan menjuntai panjang. Zulfikri menarik juntaian kain tersebut ke belakang lalu diikatkannya ke sandaran kursi tempat Kumala duduk. Hal ini menyebabkan kedua tangan Kumala tertarik ke belakang dan payudaranya terdorong ke luar.
"Ah!” pekik Kumala pelan. Posisi tubuhnya sangatlah tidak nyaman. Kedua tangan yang tertarik di belakang kepalanya menyebabkan kedua sikut Kumala menunjuk ke langit-langit, dada membusung, dan panggulnya tertekan ke bawah yang berarti… kemaluan Kumala menekan kuat ke permukaan kursi yang ia duduki.
"Duh, ga boleh gini nih! Kalo kemaluanku sampai bergesek-gesek dengan kursi ini dapat dipastikan aku bakalan jadi basah,” pikir Kumala cepat. Oleh karena itu Kumala membuka kedua kakinya sehingga ia dapat mengangkat lalu memajukan pantatnya sampai ke ujung kursi. Setidaknya kini bibir vagina dan klitorisnya tidak bersentuhan dengan permukaan kursi lagi.
Melihat kesempatan ini, Zulfikri dan Wawan segera memegangi kedua paha Kumala agar ia tidak dapat menutup kedua pahanya kembali. Kumala tidak dapat berkutik lagi. Selangkangannya terpampang untuk mereka bertiga. Kumala dapat merasakan dinding-dinding vaginanya mulai meleleh perlahan-lahan.
"Sialaaaaaan!” umpatnya dalam hati, "Moga-moga cairanku ga banyak dan ga sampai mengalir keluar.”
Kini tantangan itu masuk ke menit terakhir. Ricky semakin mempercepat tangannya yang mengocok-ngocok batang kejantanannya yang kekar itu, sementara Kumala masih terus memejamkan matanya.
"Ayo… (hhh) … tidak perlu … (hhh) … malu-malu … (hhh) … untuk … (hhh) … melihat indahnya penisku! … (mmmhh) … Aku tahu … (hhh) … kamu pernah bayangin … (ahhh) … dalam fantasimu. … (unhhh) … Aku juga sering kok … (ohhh) … bayangin kamu … (mhhh) … dalam … (aahhh)… fantasi-fantasi liarku.”
Kumala tidak menggubris kata-kata Ricky. Vaginanya masih terlihat kering dan kelihatannya ia dapat menahan gejolak birahinya sampai saat ini. Mungkin saja Kumala dapat lolos dari tantangan ini.
"Ohhhh… Kumalaaaa… I love youuuuuu!”
Lalu tanpa ada tanda apa-apa, tubuh Ricky bergelinjang kuat. "Nnnnnnggggghhhh!” lenguh Ricky dengan kuat. Sperma tersembur kencang dari mulut penis Ricky, tersemprot jauh dan mendarat di pipi dan bibir Kumala.
"AWW!” pekik Kumala kaget merasakan lendir panas mengenai wajahnya. Ia membuka matanya dan melihat penis Ricky menyemburkan luapan-luapan lendir sperma panas ke tubuhnya. Dua semprotan pertama mengenai wajah dan dada Kumala, setelah itu diikuti oleh semprotan-semprotan yang lebih lemah ke perut dan paha Kumala. Dan satu gumpalan kental sperma Ricky yang terakhir melompat dan mendarat tepat di bagian atas kemaluan Kumala.
Ricky merasakan kakinya menjadi lemas sehingga ia harus berlutut untuk menopang berat badannya. Penisnya yang masih tegak berdiri dengan angkuhnya sesekali berkejut-kejut setelah baru saja melewati ejakulasi yang dahsyat. Batang itu terlihat mengkilap karena basah oleh cairan spermanya sendiri yang melimpah ruah.
Kumala masih menganga tidak percaya apa yang baru saja ia lihat dengan mata kepalanya sendiri. Selama beberapa detik mereka berempat tidak bersuara dan juga tidak banyak bergerak. Mereka seakan tercengang oleh kedahsyatan ejakulasi Ricky.
Akhirnya Kumala terbangun dari kekagetannya saat ia merasakan sperma Ricky meleleh turun dan akhirnya masuk ke celah bibir vaginanya. "OH, TIDAAAAK!” Mata Kumala terbelalak.
"STOP! STOP! Jangan sampai spermanya masuk! Lepasin aku! Cepaaat!” teriak Kumala sambil meronta-ronta sekuat tenaga.
Zulfikri dan Wawan tidak berniat untuk melepaskan paha Kumala. Mereka hanya saling berpandangan dan tersenyum nakal. Ricky yang masih berlutut, mengatur pernafasannya agar menjadi lebih teratur.
Lalu Ricky berdiri dan berkata, "Berarti kita udah tidak perlu lagi mengecek apakah vaginamu basah atau tidak, kan? Hahahaha…!”
"Sialaan! Kamu curang! Aku ga terima!”
"Lho? Perjanjiannya kan: aku akan melepaskan kamu kalo dalam waktu 5 menit, puting susumu tidak menjadi keras dan vaginamu tidak menjadi basah. Gitu, kan?” sanggah Ricky.
"Tapi…,” Kumala hendak membantah namun akhirnya mengurungkan niatnya. Ia merasa tidak ada gunanya untuk berdebat dengan mereka. Pada kenyataannya, memang benar vaginanya kini menjadi basah oleh lelehan sperma Ricky. Selain bagian luarnya basah, Kumala sendiri pun sebenarnya merasakan dinding-dinding vaginanya sudah mengeluarkan cairan pelumas akibat efek dari obat perangsang yang ia minum.
"Ha! Berarti kita bisa berpesta pora! YAAAAAAY!” seru Ricky penuh kemenangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar