Kini nafasku sudah mulai tersengal-sengal ketika Anton mempercepat genjotannya pada liang vaginaku sambil mengerang penuh kenikmatan. Kurasakan kedutan penisnya, dan beberapa saat kemudian kurasakan vaginaku kembali dibasahi sperma hangat. Anton mengerang panjang sambil menarik lepas penisnya dari jepitan liang vaginaku.
Aku tak bisa istirahat, karena aku harus terus mengoral penis Rangga yang masih belum mendapat jatah berejakulasi dalam mulutku.
Dan untuk lebih membuat diriku makin tenggelam dalam kenikmatan ini, Kahar yang mendapat giliran terakhir menerjangkan penisnya senti demi senti membelah liang vaginaku.
“Mmmhhh…” eranganku tersumbat oleh penis Rangga yang terbenam dalam mulutku.
“Ohh… akhirnya gue dapet giliraan…” Kahar meracau keenakan ketika penisnya sudah tertelan seluruhnya dalam liang vaginaku.
Aku tak bisa bergerak sedikitpun, apalagi menggeliat untuk melampiaskan kenikmatan yang melandaku ini. Kurasakan penis Kahar ini panjang dan besar, dan ketika aku sudah menyelesaikan tugasku mengoral Rangga sampai ia ejakulasi di dalam mulutku, dan tentu saja setelah aku menelan spermanya, aku menyempatkan diri melihat Kahar ini. Baru kusadari, Kahar ini tinggi juga, dan badannya cukup besar, walaupun tak atletis. Selain itu wajahnya juga sangat mengecewakan, tapi aku tak perduli dengan hal itu.
Kini aku tak bisa memikirkan apapun selain merasakan kenikmatan yang amat sangat yang melanda vaginaku. Setiap genjotan Kahar memaksaku merintih keenakan, apalagi kadang ia menyodok dalam dalam, membuatku melayang didera kenikmatan yang luar biasa. Sensasi ini masih ditambah dengan datangnya Hendra yang meminta jatahnya, dan dengan kepalaku yang masih dipangku oleh Rangga, aku membuka mulutku dan Hendra segera melesakkan penisnya untuk mendapatkan servis oral dariku.
Aku mulai mengejang perlahan, dan makin lama makin hebat “Mmmmphh… Nggghhhh… Ooooohhh… Aaduuuuhh…”
Aku melepaskan kulumanku dengan mudah dari penis Hendra yang berukuran kecil ini, dan aku memejamkan mataku erat erat, kepalaku kugeleng-gelengkan kuat kuat dan aku melenguh lenguh tak tahan diterjang badai orgasme ini. Tubuhku terus mengejang susul menyusul, vaginaku rasanya akan meledak saja. Dan mereka bertiga ini tak sedikitpun mengendorkan aktifitas mereka.
Perbuatan mereka membuat orgasme yang melandaku ini terus meningkat, dan akhirnya mereka berhasil mengantarku menuju multi orgasme. Ada beberapa menit tubuhku terus tersentak sentak, keringatku terus membanjir deras, dan mereka seolah tak rela membiarkan orgasmeku ini reda. Kakiku terus melejang tanpa henti, dan ketika aku sudah mulai bisa mengontrol diri, Hendra kembali membimbing kepalaku seperti yang dilakukan Rangga tadi, dan mulutku kembali sudah dijejali penisnya Hendra ini.
Dengan lemas aku mengoral penis itu, dan kudengar Kahar melolong panjang, rupanya pijatan liang vaginaku pada batang penisnya ketika aku tadi mengalami multi orgasme, mempercepat Kahar mencapai puncak. Semburan penis Kahar dalam liang vaginaku mengakhiri ronde pertama ini, dan Budi yang sejak tadi mengulum dan menyedot payudaraku, sudah akan memulai ronde kedua. Ia sudah memposisikan dirinya di depan selangkanganku, dan aku agak panik juga.
Aku melepaskan kulumanku pada penis Hendra, dan dengan lemah aku memohon “Bud, jangan sekarang yah… A-aku capek…”.
Budi terlihat agak kecewa, tapi ia memenuhi permohonanku dan meletakkan pahaku yang tadi sudah dilebarkannya. Tapi tanpa kuduga sama sekali, Budi tiba-tiba merangsekkan kepalanya ke selangkanganku, dan mataku terbelalak ketika kurasakan ia menyedot bibir vaginaku. Cairan cintaku yang bercampur cairan sperma para pemerkosaku dalam liang vaginaku ini disedot oleh Budi. Hal ini membuatku menggeliat hebat.
“Aaaaaaaah Budiiii…. Oooohhh…” aku merintih dan mengerang.
Aku merasa seolah olah seluruh organ dalam tubuhku hendak disedot semuanya oleh Budi. Pinggangku sampai terangkat dan melengkung, aku memejamkan mataku dan menikmati semua ini sepuas puasnya. Tiba tiba Budi menghentikan sedotannya. Aku mengeluh dan membuka mataku, dan aku melihat Budi dengan mulut yang terlihat penuh, sudah akan mencium mulutku.
Aku melepaskan kulumanku pada penis Hendra. Budi memagut bibirku, dan cairan cairan dari liang vaginaku yang tertampung dalam mulut Budi segera berpindah ke mulutku. Aku menikmati rasa cairan itu, rasanya seluruh rongga mulutku dan lidahku sudah terlumuri cairan itu, yang tentu saja bercampur juga dengan air ludah dari Budi. Tapi aku tak perduli, karena bagiku rasanya benar benar nikmat. Selagi aku menikmati semua ini, kurasakan telapak tangan kiriku digenggamkan pada sebatang penis.
Ternyata Hendra ingin aku mengocok penisnya. Perlahan kugerakkan tanganku mengocok penis dari Hendra ini, dan pemiliknya mulai mengerang keenakan. Dan sesaat kemudian kedua puting payudaraku sudah ada yang mengulum, ternyata Reza dan Wahyu yang sekarang ganti menyusu pada kedua payudaraku. Budi yang sudah selesai melolohi aku dengan segala macam cairan dari mulutnya, kembali bergerak menuju selangkanganku, dan sekali lagi ia mencucup bibir vaginaku.
Untung saja aku sudah menelan semua cairan dalam mulutku, karena aku pasti sudah tersedak kalau mulutku masih terisi cairan tadi ketika aku kembali terlonjak lonjak keenakan seperti sekarang ini . Telapak tangan kananku digenggam lembut oleh Rangga yang masih memangku kepalaku ini. Ia juga membelai rambutku dengan mesra. Aku memandangnya dengan sayu, kini aku hanya bisa pasrah, aku sudah terlalu lelah untuk bergerak meskipun kenikmatan terus melanda selangkanganku.
Tiba-tiba aku mendengar erangan Hendra dan aku menoleh. Aku melihat Hendra berkelojotan, dan ketika erangannya makin keras, ia buru buru menarik penisnya dari genggamanku dan aku hanya bisa membuka mulutku dengan pasrah dan membiarkan mulutku dijejali penis Hendra. Sambil mengerang panjang, Hendra langsung menyemburkan sperma hangatnya ke dalam mulutku.
Aku mengulum dan membersihkan penis itu dan menelan semua sperma yang menggenangi mulutku. Akhirnya erangan Hendra berhenti, dan dengan lemas ia menarik penisnya lepas dari mulutku, kemudian ia roboh kehabisan tenaga. Nafasnya tersengal-sengal, tapi ia tersenyum puas kepadaku. Aku memalingkan wajahku ke Budi yang baru saja menghentikan sedotannya. Aku merasa vaginaku sudah bersih dari cairan-cairan tadi. Budi kembali mendekatkan mulutnya ke wajahku.
Aku membuka mulutku dan kembali aku dicium seperti tadi, cuma kini cairan yang mengalir ke mulutku tak sebanyak yang sebelumnya. Setelah selesai, tanpa memberiku kesempatan menelan cairan itu, Budi langsung memagut bibirku dengan ganas. Aku kelabakan, dan cepat-cepat berusaha menelan semua cairan dalam mulutku ini supaya aku tak sampai tidak tersedak. Setelah aku menghabiskan sperma yang bercampur cairan cintaku itu, kubalas pagutan Budi sampai kami berdua sama sama kehabisan nafas.
Aku dan Budi saling melepaskan pagutan kami. Kini aku mendapat kesempatan mengistirahatkan tubuhku. Kubiarkan Reza dan Wahyu terus menyusu pada kedua payudaraku sepuas hati mereka. Aku berusaha mengatur nafasku yang tersengal sengal, juga kubiarkan kepalaku tergeletak di pangkuan Rangga, yang terus membelai rambutku dengan lembut. Aku merasa nyaman dengan posisi ini, dan kubiarkan saja Rangga melakukan apa saja yang dia suka terhadapku.
“Capek ya Mbak?” Rangga berbisik padaku.
Aku mengangguk lemah. Aku hanya sempat beristirahat kurang lebih lima menit saja, dan kini aku kembali dikerubuti oleh mereka semua. Mereka mengajakku ngobrol, yang tak kutanggapi dengan lemas karena aku masih kelelahan. Walaupun begitu aku berusaha menjawab setiap pertanyaan mereka dengan sopan, karena aku tak mau mereka berubah menjadi kasar padaku nanti pada saat mereka menggilirku di ronde berikutnya.
Aku sempat memperhatikan, sinar matahari sudah mulai redup, entah jam berapa sekarang ini. Entah sudah berapa lama aku melayani mereka semua. Selagi mereka terus berbicara, kurasakan rabaan pada sekujur tubuhku oleh anak- anak SMP ini. Kedua tanganku sudah terentang dan tak luput dari rabaan juga. Jantungku mulai berdegup kencang merasakan rangsangan yang bertubi-tubi ini, apalagi ketika Budi dengan nakal menjilati bibir vaginaku.
“Nggghh…” aku melenguh dan tubuhku kembali bergetar.
Rasanya vaginaku sekarang ini dalam keadaan sangat sensitif, dan sedikit sentuhan saja sudah amat merangsangku hingga gairahku langsung bergejolak.
“Enak kan Mbak Tita?” tanya Budi.
Aku diam saja, mukaku terasa panas.
“Kalau diam, itu berarti memang enak!” kata Budi lagi.
Ia lalu melanjutkan jilatannya, membuat tubuhku perlahan terasa makin panas.
“Oohh… Tolong hentikan Bud… A-aku masih capek…” keluhku.
Tapi Budi tak perduli, dan meneruskan jilatan itu. Sesekali lidahnya menusuk nakal, sedikit membelah liang vaginaku. Aku menggigit bibir dan memejamkan mataku erat erat. Lama kelamaan aku tak kuat lagi. Tubuhku sudah terlanjur merespon setiap rangsangan ini, dan perlahan aku menggeliat diikuti tawa mereka, tapi aku tak bisa menghentikan gerakan tubuhku yang sudah di luar kontrolku.
“Tadi minta berhenti. Sekarang gimana Mbak? Yakin nih mau berhenti?” tanya salah seorang dari mereka.
Aku tak bisa menjawab, rasanya mukaku makin panas saja. Mereka tertawa-tawa dan terus merabai setiap jengkal dari tubuhku. Akhirnya aku larut juga oleh sentuhan-sentuhan itu, dan ketika Sul memagut bibirku, aku reflek balas memagutnya. Diiringi sorakan mereka, kami berdua berciuman dengan panasnya.
Akhirnya Sul melepas pagutannya dariku dengan nafas tersengal-sengal. Aku bukannya baik baik saja, irama nafasku pun sudah tak karuan dan mataku sudah berkunang kunang. Sesaat kemudian, Kahar mendekat, rupanya ingin merasakan bibirku juga. Benar saja, Kahar segera memagut bibirku, membuatku kelabakan, dan aku merasakan tanganku yang terentang ini kembali dicengkeram di bagian pergelangan tanganku, ketika aku menggapai gapai berusaha mendorong wajah Kahar untuk melepaskan pagutannya.
Kedua pergelangan kakiku yang juga dalam keadaan terpentang ini juga dicengkeram entah oleh siapa. Maka aku hanya bisa menyerah pasrah membiarkan Kahar memuas muaskan dirinya memagut bibirku.
“Mmmphh…” aku hanya bisa merintih tak jelas, dadaku makin lama makin terasa sesak.
Ketika Kahar melapaskan pagutannya, aku megap megap kehabisan nafas.
“Oooh… Se-sebentar… A-aku…” aku mengeluh dan berusaha mengatur nafasku.
Tapi aku kembali harus tersengat oleh ulah Budi yang kini malah mencucup bibir vaginaku.
“Ngggh… Buuud.. Ja-janganhhh… Oooooh…” aku melenguh-lenguh.
Anton mendekatkan bibirnya padaku, membuatku meronta panik.
“Jangan… Tunggu… Ooooh… Mmmpphh…” kata-kataku tersumbat ketika bibirku dipagut Anton dengan ganas.
Aku terus meronta, tapi semuanya tak ada artinya. Setelah Anton puas memagut bibirku, kini ganti Darso yang menginginkan bibirku.
“Aggh… To-tolong tunggu sebentaar… Aku mmmppph…” aku tak bisa meneruskan kata-kataku karena Darso sudah melumat bibirku.
Aku mulai lemas dan menderita karena tak bisa bernafas. Setelah Darso selesai melumat bibirku, aku langsung memalingkan wajahku ke perut Rangga, dan aku terbatuk-batuk kehabisan nafas.
Aku mulai menangis dan memohon “Tolong jangan begini… Biarkan aku bernafas dulu… A-aku udah nggak kuat lagi…”
Aku benar benar berharap mereka mengasihani aku, dan untungnya kelihatannya mereka iba melihatku menangis, dan aku dibiarkan istirahat beberapa detik, bahkan Budi pun menghentikan ulahnya yang sangat merangsangku, hingga aku mendapat kesempatan memulihkan nafas yang sudah sangat tersengal-sengal ini. Dan setelah aku terlihat agak enakan, Hendra segera menyerbu dan melumat bibirku habis habisan
Budi pun kembali melanjutkan ulahnya menjilati dan mencucup bibir vaginaku, Setelah Hendra puas melumat bibirku, Reza melepaskan cucupannya pada puting payudaraku yang kanan, lalu ia sempat menunggu beberapa saat sebelum memagut bibirku.
“Mmmmh…” aku memejamkan mataku menikmati pagutan Reza, lidah kami saling bertautan hingga air ludah Reza mengalir cukup banyak ke dalam mulutku.
Setelah Reza puas, kami saling melepaskan pagutan kami, dan nafasku kembali tersengal sengal dan aku harus cepat cepat menelan air ludah Reza yang menggenangi rongga mulutku, juga mengatur nafasku. Kini ganti Wahyu yang melepaskan cucupannya pada putting payudaraku yang kiri, dan setelah aku kelihatan bisa bernafas, Wahyu segera memagut bibirku dengan ganas. Aku agak kelabakan, karena Wahyu cukup lama memagut bibirku dan keadaan ini kembali membuatku menderita.
Aku mulai meronta, tapi aku sama sekali tak bisa bergerak. Untungnya hal ini agaknya menyadarkan Wahyu, dan ia pun melepaskan pagutannya dari bibirku. Aku terbatuk-batuk dan dan megap megap berusaha menghirup udara yang sama sekali tidak segar ini, tapi aku tak punya pilihan lain. Setelah keadaanku terlihat lebih baik, Rangga mengangkat kepalaku yang sejak tadi terbaring di pangkuannya, dan ia memagut bibirku sepuas puasnya.
Kini setelah semua mendapatkan kesempatan melumat bibirku, aku tahu ronde kedua sudah akan dimulai ketika kedua pahaku dilebarkan oleh Budi. Mereka mengatur posisi mereka untuk bersama-sama menikmati tubuhku. Rangga tetap memangku kepalaku dari sebelah kanan, dan ia terlihat senang sekali membelai kedua pipiku, mungkin karena kulit pipiku yang putih mulus ini. Darso kini mencucup puting payudaraku yang sebelah kiri, sedangkan Sul mendapatkan puting payudaraku yang sebelah kanan.
Dan untuk membuatku tak berdaya, pergelangan tangan kiriku dicengkeram oleh Hendra, dan pergelangan tangan kananku dicengkeram oleh Reza. Juga pergelangan kaki kiriku dicengkeram oleh Anton, dan pergelangan kaki kananku dicengkeram oleh Kahar. Wahyu menghirupi rambutku yang terurai ke sebelah kiriku, aku tidak mengerti apa asyiknya, tapi Wahyu kelihatan amat senang.
“Mbak, kita lanjutin yah…” kata Budi perlahan.
Ia menatapku penuh nafsu. Aku mengangguk perlahan dan menatap sayu pada Budi. Dengan perlahan Budi membenamkan penisnya ke dalam liang vaginaku, dan aku kembali memejamkan mata, berusaha menikmati saat saat terbelahnya liang vaginaku ini.
Setelah penisnya tertelan seluruhnya dalam liang vaginaku, Budi mulai memompa vaginaku, membuatku melenguh lenguh keenakan ”Ngghhh… Oohhh Buuud… Aaaah…”
Budi tertawa puas dan terdengar sekali kebanggaan dalam tawanya itu karena dia bisa membuatku keenakan seperti ini. Cairan cintaku sudah mulai keluar, melumasi liang vaginaku ini. Sensasi yang kudapat kali ini bertambah dahsyat karena aku merasa sangat tak berdaya dengan kedua pergelangan tangan dan kakiku yang tercengkeram erat, hingga aku tak bisa menggeliat dengan enak dan bebas, hanya kepalaku yang terbaring di pangkuan Rangga yang bisa sedikit kugerakkan. Kurasakan remasan lembut oleh Darso dan Sul yang sedang asyik menyusu di kedua payudaraku, membuatku menggelinjang keenakan.
Selain itu, belaian tangan Rangga pada kedua pipiku dan ulah Wahyu yang menghirup-hirup rambutku, semua itu makin dalam menenggelamkanku dalam kenikmatan.
“Nggghhh… Aaaaaah…” aku terus melenguh keenakan merasakan rangsangan bertubi-tubi pada sekujur tubuhku ini.
Gairahku terus naik, dan aku makin tak bisa mengontrol gerakan tubuhku, yang mulai mengejang tak karuan menahan siksaan kenikmatan birahi yang nyaris tak tertahankan ini. Tapi sayangnya, Budi tak butuh waktu lama untuk berejakulasi dalam liang vaginaku, ia menghunjamkan penisnya sekuatnya dan tubuhnya bergetar getar.
“Ooohh… Mbak Titaaaaa…” ia mengerang panjang meneriakkan namaku dan menembakkan spermanya, namun rasanya hanya sedikit sperma yang dikeluarkannya.
Aku mengeluh pendek dan membuka mataku, menatapnya dengan pandangan kecewa. Sebenarnya kalau Budi mampu menggenjotku beberapa lama lagi, mungkin saja aku juga akan menggapai orgasmeku. Tapi aku tak berkata apa-apa, dan begitu Budi melepaskan penisnya dari jepitan liang vaginaku, Darso langsung mengambil posisinya di selangkanganku menggantikan Budi. Puting payudaraku yang sebelah kiri ini tak menganggur lama. Mereka bekerja sama dengan kompak untuk membuatku terus menerus dalam keadaaan terangsang hebat dan tak berdaya untuk bergerak bebas. Hendra langsung melahap puting payudaraku yang sebelah kiri.
“Yu, minggir Yu. Gue mau ngerasain sepongan Mbak Tita!” Budi menyuruh Wahyu memberikan tempatnya.
Wahyu menghirup rambutku dalam dalam, kemudian beranjak memberikan tempatnya pada Wahyu dan menggantikan Hendra mencengkeram pergelangan tangan kiriku. Darso sendiri mulai memompa vaginaku, dan aku terus mengeliat walaupun tertahan oleh mereka. Budi menempelkan penisnya di bibirku, dan aku langsung melahap penis itu. Aku mengulum dan menjilati sisa sperma dari penis yang sudah melembek ini.
“Aduh… Eenaaaaak bangeet!” Budi mengerang erang keenakan ketika aku menyeruput semua sisa sperma itu sampai bersih, dan ia ambruk di sebelahku.
Tepat ketika ia tergeletak di lantai, Darso juga sudah berejakulasi. “Oooohh… Enaknya memekmu Mbak…” erang Darso.
Aku agak sebal dan kecewa karena tadi juga gairahku yang belum terlalu turun, sesungguhnya sudah naik cepat ketika Darso memompa vaginaku. Tapi lagi lagi aku tak sempat menggapai orgasmeku sedangkan pemerkosaku sudah orgasme duluan saat vaginaku baru mulai berdenyut-denyut. Rasanya menjengkelkan sekali karena aku dibuat tanggung seperti ini. Tapi aku cuma bisa diam saja. Yah, mau bagaimana lagi? Aku hanya bisa pasrah dan diam saja memendam kekecewaanku.
Sul beranjak mendekati selangkanganku dengan langkah gontai. Meskipun kelihatan lemas dan lelah, tapi penis yang panjangnya kira kira 14 cm dan sudah ereksi dengan gagah itu tetap diterjangkan pemiliknya, mengoyak dan mengaduk-aduk liang vaginaku, mendatangkan rasa nikmat yang luar biasa pada vaginaku. Dan Reza sudah menggantikan Sul mencucup puting payudaraku yang sebelah kanan ini, sedangkan Kahar menggantikan Reza mencengkeram pergelangan tangan kananku.
Budi yang sedang tergolek lemas itu merayap mendekati pergelangan kaki kananku, dan mencengkeram ala kadarnya, tapi sudah cukup untuk kembali membuatku tak mampu bergerak bebas. Sementara itu, Hendra dan Reza makin bersemangat mencucup dan menyedot kedua puting payudaraku. Darso menagih jatahnya, memintaku mengoral penisnya yang masih belepotan sperma itu, dan aku segera melahap penis si Darso ini.
Keadaanku sudah benar-benar tidak karuan diperkosa oleh anak-anak SMP ini. Kesembilan anak SMP ini menguasai tubuhku sepenuhnya. Empat dari mereka mencengkeram kedua pergelangan tangan dan kakiku, yang satu memangku kepalaku, satu menghisap di payudaraku yang kiri dan satu lagi menghisap di payudaraku yang kanan. Dan yang pasti, satu lagi memompa liang vaginaku, dan satu lagi menikmati servis oral dariku.
Aku sendiri merasakan sensasi yang luar biasa diperlakukan seperti ini dan aku pasrah saja mengikuti kemauan mereka semua. Dan sekarang, seperti Budi, Darso juga mengerang keenakan ketika aku membersihkan penisnya yang belepotan sperma. Tubuhnya sampai mengejang ngejang ketika aku mencucup dan menyedot penisnya, dan begitu kuluman itu kulepaskan, Darso langsung roboh, terlihat jelas selain keenakan ia juga kelelahan.
Ketika kulihat Budi dan Darso yang sudah ambruk itu kelihatan malas bangun lagi, aku jadi punya harapan, ronde ke dua ini merupakan ronde terakhir dan aku segera bebas dari mereka. Kini perhatianku kembali terfokus pada Sul yang dengan menggebu gebu memompa vaginaku.
“Engghhh… Suull…” aku melenguh dan menggeliat keenakan, apalagi ditambah gigitan kecil pada kedua puting payudaraku, membuat aku menggeleng gelengkan kepalaku kuat-kuat, tak kuasa menerima segala rangsangan ini.
Tapi sayangnya, bahkan Sul yang tadi di ronde pertama cukup perkasa, kali ini hanya sekitar 5 menit saja ia sanggup memompaku, dan ia sudah berejakulasi. Kembali aku tenggelam dalam kekecewaan. Lagi lagi aku hampir menggapai orgasmeku, tapi gagal lagi karena Sul terlalu cepat berejakulasi. Kini Budi menggantikan Rangga untuk memangku kepalaku, sedangkan Darso menggantikan Budi mencengkeram pergelangan kaki kananku. Rangga sendiri beranjak ke selangkanganku.
Rupanya mereka sudah mengatur urutan mereka untuk menikmati liang vaginaku di ronde ini supaya sama persis dengan di ronde pertama tadi. Tak lama kemudian liang vaginaku segera terbelah oleh penis Rangga.
“Sssssshhh…” aku mendesis, dan Rangga segera menggenjotku habis habisan.
Sementara itu, Budi yang sudah memangku kepalaku membelai rambutku dengan lembut dan mesra, membuatku sedikit merasa nyaman. Dan di selangkanganku, setelah liang vaginaku beradaptasi dengan penis Sul yang lebih panjang dan lebih besar, sodokan penis Rangga yang lebih kecil dan lebih pendek dari milik Sul ini tak terlalu mempengaruhiku. Walaupun begitu aku sama sekali tak bisa beristirahat, karena sejak tadi Hendra dan Reza terus mempermainkan kedua payudaraku. Tak hanya menyusu, mereka berdua juga meremasi payudaraku dengan lembut, sehingga aku terus menerus berada dalam keadaan terangsang hebat.
Namun aku tak pernah mencapai orgasme, sejak tadi para pemerkosaku tak ada yang sanggup untuk cukup lama memompa vaginaku. Hal ini sebenarnya sangat menyiksaku. Baik dengan Budi, Darso dan Sul tadi, sebenarnya vaginaku sudah berdenyut denyut, tapi sebelum aku mencapai orgasme, mereka sudah berhenti memompaku. Aku tahu mereka bukannya sengaja mempermainkanku.
Mereka berhenti memompaku karena mereka memang sudah berejakulasi. Selain itu mereka pasti sudah sangat terangsang , karena sejak tadi mereka melihat tubuh seorang wanita dewasa tersaji polos untuk mereka, yang kini sudah sama sekali tak berdaya dengan kedua pergelangan tangan dan kakiku yang dicengkeram erat oleh mereka, membuat mereka tak mungkin bisa bertahan untuk berlama-lama memompa vaginaku.
Dan sekarang ini paling tidak sudah lebih dari 5 menit Rangga menggenjot vaginaku. Rangga tampaknya begitu menikmati jepitan liang vaginaku pada penisnya. Aku hanya menyandarkan kepalaku di pangkuan Budi, membiarkan Rangga terus menggenjotku sampai ia mulai mengejang hebat.
“Oooohhh… Mbak Titaaa… Eeenaaknyaaa…” erang Rangga, dan ia menyemprotkan spermanya bertubi tubi, sedangkan aku hanya merasa nyaman dengan hangatnya sperma Rangga yang melumuri liang vaginaku.
Rangga menarik lepas penisnya dari vaginaku, dan segera memintaku mengoral penisnya. Mulutku kembali dijejali sebatang penis, yang kali ini cukup kecil dan memudahkanku untuk melakukan kuluman pada seluruh permukaan penis ini, dan Rangga mulai menggeliat keenakan dan sedikit menggerak-gerakkan penisnya dalam rongga mulutku yang kini belepotan oleh sisa sperma yang masih melekat di penis Rangga.
Baru saja aku mulai mengulum penis Rangga, vaginaku sudah harus menelan sebatang penis. Aku sempat melihat, kali ini Hendra yang mengaduk aduk liang vaginaku. Seperti Rangga, Hendra sama sekali tak bisa membuatku tenggelam dalam kenikmatan. Penis mereka ini berukuran kecil. Sambil terus mengulum dan menyedot penis Rangga, diam-diam aku merasa geli, tak pernah terbayangkan olehku aku akan diperkosa anak SMP, dan baru hari ini aku beberapa kali merasakan vaginaku diaduk oleh penis berukuran pendek.
“Ssssshh… Aaaah…” aku mendesah pasrah ketika Wahyu mencucup puting payudaraku yang kiri.
Sedang Anton menggantikan Wahyu mencengkeram pergelangan tangan kiriku dan Sul mencengkeram pergelangan kaki kiriku.
Sementara itu, Rangga terus mengerang keenakan, dan tiba tiba ia berkata setengah menjerit “U-udaaah… Udaaah Mbak… Oooooooohh….”
Aku melepaskan kulumanku, dan Rangga langsung ambruk tak berdaya, ia terlihat sangat lemas. Selagi Hendra masih menggenjotku, aku menggunakan kesempatan ini untuk mengistirahatkan mulutku, yang rasanya pegal juga karena sejak tadi kupakai untuk mengoral penis-penis dari berbagai ukuran ini. Tapi aku tak bisa berlama lama, karena beberapa saat kemudian Hendra sudah mengerang panjang dan menembakkan spermanya di dalam liang vaginaku. Beberapa saat tubuhnya berkelojotan, kelihatan sekali ia merasakan kenikmatan yang amat sangat.
Hendra mencabut penisnya dari jepitan liang vaginaku, dan ini berarti sudah ada tugas lagi untuk mulutku.
Aku segera melahap penis Hendra, dan aku mulai mengulum dan menyedot penis itu kuat-kuat hingga Hendra melolong “Oooohh… Mbak Titaaaaa…!!”
Selagi aku mengulum penis Hendra, kurasakan liang vaginaku diterjang sebatang penis, dan pemiliknya menyodokkan penisnya yang panjang itu dengan kuat, membuatku melenguh di antara kegiatanku mengulum penis milik Hendra.
“Nggghhh… Emmmmhh…” aku melenguh keenakan sambil terus mengulum dan menyedot penis di mulutku ini, dan Hendra menggeliat hebat.
“Ooooohhhh… Ampuuuun Mbaaakkk!!” Hendra melolong keenakan ketika aku menyedot penisnya kuat kuat.
Aku melepaskan kulumanku, dan Hendra segera ambruk, ia terlihat begitu malas untuk bangun. Dan kini, ketika kurasakan vaginaku dimanjakan sodokan yang kadang lembut dan kadang menyentak, aku sudah tahu, sekarang ini pasti Reza yang sedang menyetubuhiku.
“Oh… Reeezaa… Enggghh… Eeenaak…” aku kembali melenguh.
Reza memperlambat genjotannya, dan tubuhku bergetar hebat menahan nikmat ini.
“Oooooh… Te-terus Rezaaaa…” nafsu birahi yang sudah menguasai diriku sepenuhnya ini membuat aku tak lagi malu malu untuk meminta dipuaskan oleh Reza.
“Enak ya Mbak Tita?” bisik Reza yang sudah menindihku.
“Iyaa… Ooooh… A-aku… Mmmmppphh…” Reza memagut bibirku dan aku balas memagut bibirnya.
Reza menyetubuhiku sambil terus mencumbuiku, membuat aku makin tenggelam dalam kenikmatan. Kahar sudah mencucup puting payudaraku yang kanan, sedangkan Darso mencengkeram pergelangan tanganku yang sebelah kanan. Rangga juga sudah mencengkeram pergelangan kakiku yang sebelah kanan. Terangsang hebat dan rasa tak berdaya ini benar benar membuatku melayang dalam kenikmatan. Akhirnya orgasme yang sudah kunanti sejak tadi kudapatkan juga.
Tubuhku mengejang hebat, kedua kakiku melejang lejang, pinggangku melengkung dan aku melenguh lenguh keenakan “Enngggghhhh… Enggghhh… Rezaaaaa… Oooooohhh…”
Cairan cintaku membanjir, membuat selangkanganku terasa sangat nikmat. Aku ingin memeluk Reza, tapi kedua pergelangan tanganku yang terentang ini tak bisa kugerakkan, kedua pergelangan tanganku tertahan dengan erat. Walaupun agak sebal, tapi perasaan tak berdaya ini malah menambah nikmat yang kurasakan. Beberapa kali tubuhku tersentak sentak.
“Oohhh… Mbak Titaa… Memek Mbaakkk eeeenaaaaak…” Reza mengerang panjang.
Nikmat ini makin hebat rasanya ketika penis Reza berkedut keras dan spermanya yang hangat itu menyembur dengan deras membasahi liang vaginaku.
“Emmhhhh… Ooooohhh…” aku sendiri kembali melenguh keenakan, vaginaku berdenyut denyut dan kini aku terkulai lemas.
Tenagaku sudah hampir habis rasanya, entah apa aku kuat melalui semua ini. Nafasku tersengal sengal serasa hampir putus. Keadaan Reza sendiri tak lebih baik, keringat di tubuhnya membanjir deras dan bercampur dengan keringatku membasahi tubuhku. Nafas Reza masih terdengar memburu, tapi Reza masih ingin mencumbuiku, ia kembali memagut bibirku dengan mesra. Aku memejamkan mataku dan dengan penuh penyerahan kubiarkan Reza mencumbuiku sepuas hatinya. Air ludah Reza terus mengalir ke mulutku, dan aku tanpa merasa jijik terus menelannya supaya aku tidak tersedak.
“Gantian dong Rez!!” gerutu Wahyu yang sudah kelihatan tak sabar menanti gilirannya.
Reza yang baru sadar kalau masih ada Wahyu, Anton dan Kahar yang menanti gilirannya, mencabut penisnya dari jepitan liang vaginaku, tapi ia menyempatkan diri untuk merangsekkan kepalanya ke selangkanganku. Dan aku segera dibuat Reza terbeliak dan melenguh keenakan ketika Reza mencucup bibir vaginaku kuat kuat.
“Emmhhh… Reeezzaa…” aku terus melenguh dan menggeliat sampai akhirnya Reza berhenti menyedot vaginaku.
Reza lalu dengan mulut yang agak menggembung, mendekati wajahku. Aku tahu apa maunya, kuterima ciuman Reza dengan senang hati, dan campuran segala macam cairan yang mengalir dari mulut Reza itu kutelan semuanya. Setelah cairan itu habis, aku masih saja memagut bibir Reza.
“Emmhh…” aku merintih tertahan ketika Wahyu melesakkan penisnya ke dalam liang vaginaku.
“Ooooohh… Memek Mbaaaak… Eeeemang enaaaaak…” Wahyu meracau penuh kenikmatan merasakan jepitan otot vaginaku pada batang penisnya.
Anton sudah mencucup putting payudaraku yang kiri, sedangkan pergelangan tangan kiriku dicengkeram oleh Sul. Hendra menggantikan Sul untuk mencengkeram pergelangan kaki kiriku. Kini Wahyu mulai memompa liang vaginaku, dan aku merintih keenakan. Batang penis Wahyu ini hampir sama ukurannya dengan milik Reza, dan mendatangkan kenikmatan yang hampir sama pula. Aku terus menikmati sodokan penis Wahyu dalam liang vaginaku, sambil terus berpagut mesra dengan Reza.
Kedua payudaraku masih terus dipermainkan Anton dan Kahar. Perasaan terangsang hebat yang melanda sekujur tubuhku ini membuatku ingin menggeliat sekuatnya. Tapi tentu saja hal itu tak bisa kulakukan karena kedua pergelangan tangan dan kakiku dalam keadaan tercengkeram erat, dan aku hanya bisa memejamkan mataku menikmati semua ini. Kini perasaan tak berdaya yang kurasakan ini makin menambah sensasi kenikmatan yang menderaku.
Reza melepaskan pagutannya pada bibirku, dan ketika aku membuka mata, kulihat penis Reza yang masih belepotan sperma itu sudah berada di depan mulutku. Langsung saja aku melahap penis itu, dan aku mengulum dengan sepenuh hati. Kubersihkan seluruh batang penis itu dari sisa sperma, kujilati memutar dan kusedot sampai bersih. Pemiliknya sudah melenguh lenguh keenakan.
“U-udah Mbaaakkk… Sayaaa udah gak kuaaat…. Eeeeenaaaak…” aku melepaskan kulumanku ketika Reza menjerit minta ampun dan Reza langsung ambruk, tubuhnya bergetar-getar merasakan sisa kenikmatan tadi.
Aku kembali tersenyum geli, dan kini aku menikmati genjotan Wahyu yang amat gencar ini. Tiba tiba aku mendapati Kahar menempelkan penisnya ke mulutku.
Aku memandangnya heran, dan Kahar berkata, “Sekalian pemanasan Mbak. Sepongin kontol saya yah…”
Gayanya itu seperti memerintah budaknya saja, membuatku sedikit sebal. Tapi aku membuka mulutku juga, dan Kahar langsung menjejalkan penisnya yang hanya basah oleh cairan bening. Hal ini menunjukkan ia sudah amat terangsang hingga tubuhnya secara alami mengeluarkan cairan yang melumuri penisnya. Aku kini menjilati dan menyedot cairan yang tak terlalu banyak itu, sekaligus mencoba ketahanan Kahar ini.
“Oooohh… Oooooh…” Kahar melenguh keenakan, bahkan ia menggerak gerakkan pinggulnya hingga penisnya menyapu seluruh rongga mulutku.
Aku terus mengoralnya, dan vaginaku rasanya berdenyut kembali setelah cukup lama dipompa Wahyu. Darso mencucup puting payudaraku yang kanan, sedangkan Rangga mencengkeram pergelangan tangan kananku. Reza yang baru saja ambruk merayap dan menggantikan Rangga mencengkeram pergelangan kaki kananku. Sementara itu Wahyu sudah mengerang-ngerang.
“Aaaaaah Mbak Titaaaaaa…” erang Wahyu dengan penuh kenikmatan, ia menyodokkan penisnya dalam dalam, seolah ingin menyemprot bagian terdalam dari liang vaginaku dengan spermanya.
Mungkin denyutan otot vaginaku membuat Wahyu terangsang hebat dan tak kuat berlama-lama menggagahiku. Kahar menarik penisnya dari kuluman mulutku, mempersilakan Wahyu untuk mendapatkan servis oral dariku. Bersamaan ketika Wahyu menjejalkan penisnya ke dalam mulutku, Kahar juga mengoyak liang vaginaku dengan penisnya.
“Nggghhh…” aku terhenyak dan melenguh, dan yang menguatirkanku, kini aku mulai merasakan sedikit sakit pada liang vaginaku.
Aku cepat-cepat membersihkan sisa sperma dari penis Wahyu, yang kemudian langsung ambruk dan bertukar tempat dengan Anton.
Untungnya Anton yang langsung menjejalkan penisnya ke dalam mulutku ini berkata “Mbak Tita, saya keluarin di mulut Mbak aja yah… Saya udah gak tahan nih dari tadi liat memek Mbak…”
Aku segera mengoral penis Anton dengan sisa sisa tenagaku, sementara kurasakan selangkanganku didera rasa sakit yang bercampur nikmat. Beberapa menit aku melayani dua penis ini, akhirnya mereka berdua mulai berkelojotan. Aku berharap mereka segera ejakulasi, karena mulutku sudah sangat capai rasanya, dan vaginaku entah kenapa mulai terasa pedih.
“Eeemmmhhh… Ooooooohhh…” beberapa saat kemudian baik Anton maupun Kahar melolong-lolong dan dengan bersamaan mereka berdua menyemprotkan sperma mereka berdua diiringi erangan panjang yang merupakan ekspresi kenikmatan mereka.
Tiba-tiba Kahar mencucup bibir liang vaginaku, hingga aku terlonjak-lonjak antara geli dan terangsang hebat. Cairan yang menggenangi liang vaginaku rasanya disedot habis oleh Kahar, dan Anton dengan penisnya yang sudah kubersihkan itu sudah terkulai lemas. Aku sudah sangat lemas, dan ketika Kahar memagut bibirku aku hampir saja terlambat menelan semua cairan itu, dan hampir saja aku tersedak.
Setelah Kahar selesai melumuri mulutku dengan campuran sperma, cairan cintaku dan air ludahnya, ia tergeletak lemas, mereka semua juga melepaskan semua cengkeraman mereka padaku, dan kedua puting payudaraku yang basah tak karuan oleh air ludah mereka semua juga terbebas. Kami semua tergeletak lemas, tenaga sudah terkuras habis. Aku berusaha memulihkan nafasku yang tersengal sengal ini.
Melihat mereka kondisinya sudah kelelahan semua, aku semakin yakin semua ini sudah berakhir. Aku tak tahu sekarang ini jam berapa, tapi yang jelas aku belum kuat untuk bangun dari posisiku karena masih sangat lelah setelah melayani mereka semua. Namun setelah beberapa menit, tiba-tiba aku melihat sembilan anak SMP yang tadi tergeletak lemas semua itu kini sudah mengerumuniku. Aku menangis ketakutan, tak berani membayangkan aku harus melayani mereka bersembilan itu lagi.
Tapi tak ada yang mendekati selangkanganku, semua hanya megerumuniku sampai ke pinggang. Dan, mereka semua beronani bersama-sama, mengocok penis mereka sendiri. Aku merasa udara di sini semakin pengap karena bau keringat mereka semua. Dan mereka terus beronani, sedangkan aku tahu aku akan segera menerima semprotan mereka semua. Setelah sekitar 5 menit aku mulai merasakan semprotan sperma mereka mulai menghujani tubuhku. Kedua mataku terkena semprotan juga hingga aku terpaksa menutup mataku. Beberapa saat kemudian, kedua telingaku, rambutku, kedua pipiku, leherku, kedua payudaraku dan perutku, kurasakan semuanya tersemprot cairan sperma. Aku seperti sedang mandi sperma saja. Lengkap sudah, sembilan semprotan sperma pada tubuhku.
Entah siapa yang melakukan, tapi gumpalan sperma yang tadi menghujani tubuhku ini diratakan ke permukaan kulitku. Kemudian kurasakan pahaku diolesi sperma, mungkin yang menempel di telapak tangan yang meratakan cairan itu. Wajahku benar-benar basah dan rata oleh sperma, demikian juga leherku, payudaraku, dan perutku. Pahaku sendiri terasa agak lengket di bagian depan, dan aku tak tahu keadaan rambutku, tapi pasti juga menyedihkan. Aku benar-benar merasa terhina diperlakukan seperti wanita murahan.
“Mbak Tita, kapan-kapan kalo kangen kami, temui saja kami di sini. Kami juga senang kok main sama Mbak..” kudengar suara Maman, dan deru sepeda motor yang baru dinyalakan membuatku merasa lega setelah perkosaan ini berakhir, dan mereka telah melepaskanku.
Setelah mereka semua pergi, aku membuang genangan sperma yang membasahi mataku, aku mengelap dengan jari tanganku, kemudian aku membuka mataku. Tidak terasa air mataku mengalir, selain merasa sakit secara fisik, aku juga merasa sangat terhina dengan semprotan sperma pada sekujur tubuhku ini. Perlahan aku mencoba bangkit dari tikar yang menjadi saksi penderitaanku ini, tapi ketika aku berdiri, kedua kakiku terasa gemetaran, vaginaku pun terasa amat sakit, membuatku langsung roboh. Aku harus beristirahat barang sebentar untuk memulihkan kondisiku.
Tiba tiba aku mendengar suara hujan, makin lama makin deras. Aku tahu aku tak boleh beristirahat di tengah ruangan ini dalam keadaan telanjang bulat dan tubuh penuh sperma seperti ini, karena bisa saja ada orang yang masuk ke rumah kosong ini untuk berteduh. Aku memaksakan diri untuk merangkak ke sudut ruangan rumah kosong ini, di mana mereka tadi melempar-lemparkan pakaianku. Tubuhku rasanya remuk semua, tapi aku harus segera menutupi tubuhku.
Akhirnya aku sampai ke tempat itu, dan kulihat baju dan rokku masih lengkap. Aku tak perduli dengan keadaan tubuhku yang basah oleh sperma ini, kupakai baju dan rokku. Sedangkan bra dan celana dalamku yang sudah tak bisa kupakai lagi karena sudah robek dan putus, kumasukkan ke dalam tasku.
Setelah kurang lebih setengah jam aku berdiam diri menguatkan tubuhku untuk berdiri. Masih terasa sekali sakit pada vaginaku, kedua kakiku juga masih gemetar, tapi kini aku sudah mampu berjalan walaupun tertatih-tatih. Aku perlahan terus melangkahkan kaki keluar, dan melihat jalanan di sekitar sangat sepi karena hujan yang cukup deras. Setelah aku terus berusaha berjalan kurang lebih 5 menit di bawah guyuran hujan, dengan kepalaku hanya ditutupi oleh tasku, barulah aku sampai ke jalan raya.
Karena tubuhku terasa sangat sakit dan lelah, ditambah aku tidak begitu mengenal daerah ini, maka aku berniat untuk naik taxi saja menuju rumahku. Untung saja tak lama kemudian ada taxi kosong yang lewat di depanku. Aku cepat- cepat naik ke dalam taxi dan menghela nafas panjang karena lega. Bajuku sudah dalam keadaan basah kuyup tidak karuan. Untung saja sesampainya di rumah, tidak ada yang sempat melihat aku yang dalam keadaan basah kuyup dan sangat kotor seperti ini.
Dengan terburu-buru aku langsung menuju ke kamarku untuk mengambil handuk dan pakaian ganti, kemudian aku mandi untuk membersihkan seluruh tubuhku yang sudah sangat kotor ini. Aku membilas wajahku dengan sabun muka sampai bersih dari sperma yang lengket di sekujur wajah dan telingaku. Setelah selesai mandi dan keramas, aku merasa seakan tubuhku lumayan segar. Walaupun jam masih menunjukkan pukul 7 malam, namun aku sudah terbaring di ranjangku dan berniat untuk tidur tanpa ada minat untuk makan malam.
Aku masih bersyukur karena besok hari Minggu, setidaknya aku dapat memulihkan tenagaku yang sudah terkuras habis akibat kejadian tadi. Semoga kejadian seperti itu tidak akan pernah terulang lagi. Tapi nasib mungkin akan berkata lain.
Dan untuk lebih membuat diriku makin tenggelam dalam kenikmatan ini, Kahar yang mendapat giliran terakhir menerjangkan penisnya senti demi senti membelah liang vaginaku.
“Mmmhhh…” eranganku tersumbat oleh penis Rangga yang terbenam dalam mulutku.
“Ohh… akhirnya gue dapet giliraan…” Kahar meracau keenakan ketika penisnya sudah tertelan seluruhnya dalam liang vaginaku.
Aku tak bisa bergerak sedikitpun, apalagi menggeliat untuk melampiaskan kenikmatan yang melandaku ini. Kurasakan penis Kahar ini panjang dan besar, dan ketika aku sudah menyelesaikan tugasku mengoral Rangga sampai ia ejakulasi di dalam mulutku, dan tentu saja setelah aku menelan spermanya, aku menyempatkan diri melihat Kahar ini. Baru kusadari, Kahar ini tinggi juga, dan badannya cukup besar, walaupun tak atletis. Selain itu wajahnya juga sangat mengecewakan, tapi aku tak perduli dengan hal itu.
Kini aku tak bisa memikirkan apapun selain merasakan kenikmatan yang amat sangat yang melanda vaginaku. Setiap genjotan Kahar memaksaku merintih keenakan, apalagi kadang ia menyodok dalam dalam, membuatku melayang didera kenikmatan yang luar biasa. Sensasi ini masih ditambah dengan datangnya Hendra yang meminta jatahnya, dan dengan kepalaku yang masih dipangku oleh Rangga, aku membuka mulutku dan Hendra segera melesakkan penisnya untuk mendapatkan servis oral dariku.
Aku mulai mengejang perlahan, dan makin lama makin hebat “Mmmmphh… Nggghhhh… Ooooohhh… Aaduuuuhh…”
Aku melepaskan kulumanku dengan mudah dari penis Hendra yang berukuran kecil ini, dan aku memejamkan mataku erat erat, kepalaku kugeleng-gelengkan kuat kuat dan aku melenguh lenguh tak tahan diterjang badai orgasme ini. Tubuhku terus mengejang susul menyusul, vaginaku rasanya akan meledak saja. Dan mereka bertiga ini tak sedikitpun mengendorkan aktifitas mereka.
Perbuatan mereka membuat orgasme yang melandaku ini terus meningkat, dan akhirnya mereka berhasil mengantarku menuju multi orgasme. Ada beberapa menit tubuhku terus tersentak sentak, keringatku terus membanjir deras, dan mereka seolah tak rela membiarkan orgasmeku ini reda. Kakiku terus melejang tanpa henti, dan ketika aku sudah mulai bisa mengontrol diri, Hendra kembali membimbing kepalaku seperti yang dilakukan Rangga tadi, dan mulutku kembali sudah dijejali penisnya Hendra ini.
Dengan lemas aku mengoral penis itu, dan kudengar Kahar melolong panjang, rupanya pijatan liang vaginaku pada batang penisnya ketika aku tadi mengalami multi orgasme, mempercepat Kahar mencapai puncak. Semburan penis Kahar dalam liang vaginaku mengakhiri ronde pertama ini, dan Budi yang sejak tadi mengulum dan menyedot payudaraku, sudah akan memulai ronde kedua. Ia sudah memposisikan dirinya di depan selangkanganku, dan aku agak panik juga.
Aku melepaskan kulumanku pada penis Hendra, dan dengan lemah aku memohon “Bud, jangan sekarang yah… A-aku capek…”.
Budi terlihat agak kecewa, tapi ia memenuhi permohonanku dan meletakkan pahaku yang tadi sudah dilebarkannya. Tapi tanpa kuduga sama sekali, Budi tiba-tiba merangsekkan kepalanya ke selangkanganku, dan mataku terbelalak ketika kurasakan ia menyedot bibir vaginaku. Cairan cintaku yang bercampur cairan sperma para pemerkosaku dalam liang vaginaku ini disedot oleh Budi. Hal ini membuatku menggeliat hebat.
“Aaaaaaaah Budiiii…. Oooohhh…” aku merintih dan mengerang.
Aku merasa seolah olah seluruh organ dalam tubuhku hendak disedot semuanya oleh Budi. Pinggangku sampai terangkat dan melengkung, aku memejamkan mataku dan menikmati semua ini sepuas puasnya. Tiba tiba Budi menghentikan sedotannya. Aku mengeluh dan membuka mataku, dan aku melihat Budi dengan mulut yang terlihat penuh, sudah akan mencium mulutku.
Aku melepaskan kulumanku pada penis Hendra. Budi memagut bibirku, dan cairan cairan dari liang vaginaku yang tertampung dalam mulut Budi segera berpindah ke mulutku. Aku menikmati rasa cairan itu, rasanya seluruh rongga mulutku dan lidahku sudah terlumuri cairan itu, yang tentu saja bercampur juga dengan air ludah dari Budi. Tapi aku tak perduli, karena bagiku rasanya benar benar nikmat. Selagi aku menikmati semua ini, kurasakan telapak tangan kiriku digenggamkan pada sebatang penis.
Ternyata Hendra ingin aku mengocok penisnya. Perlahan kugerakkan tanganku mengocok penis dari Hendra ini, dan pemiliknya mulai mengerang keenakan. Dan sesaat kemudian kedua puting payudaraku sudah ada yang mengulum, ternyata Reza dan Wahyu yang sekarang ganti menyusu pada kedua payudaraku. Budi yang sudah selesai melolohi aku dengan segala macam cairan dari mulutnya, kembali bergerak menuju selangkanganku, dan sekali lagi ia mencucup bibir vaginaku.
Untung saja aku sudah menelan semua cairan dalam mulutku, karena aku pasti sudah tersedak kalau mulutku masih terisi cairan tadi ketika aku kembali terlonjak lonjak keenakan seperti sekarang ini . Telapak tangan kananku digenggam lembut oleh Rangga yang masih memangku kepalaku ini. Ia juga membelai rambutku dengan mesra. Aku memandangnya dengan sayu, kini aku hanya bisa pasrah, aku sudah terlalu lelah untuk bergerak meskipun kenikmatan terus melanda selangkanganku.
Tiba-tiba aku mendengar erangan Hendra dan aku menoleh. Aku melihat Hendra berkelojotan, dan ketika erangannya makin keras, ia buru buru menarik penisnya dari genggamanku dan aku hanya bisa membuka mulutku dengan pasrah dan membiarkan mulutku dijejali penis Hendra. Sambil mengerang panjang, Hendra langsung menyemburkan sperma hangatnya ke dalam mulutku.
Aku mengulum dan membersihkan penis itu dan menelan semua sperma yang menggenangi mulutku. Akhirnya erangan Hendra berhenti, dan dengan lemas ia menarik penisnya lepas dari mulutku, kemudian ia roboh kehabisan tenaga. Nafasnya tersengal-sengal, tapi ia tersenyum puas kepadaku. Aku memalingkan wajahku ke Budi yang baru saja menghentikan sedotannya. Aku merasa vaginaku sudah bersih dari cairan-cairan tadi. Budi kembali mendekatkan mulutnya ke wajahku.
Aku membuka mulutku dan kembali aku dicium seperti tadi, cuma kini cairan yang mengalir ke mulutku tak sebanyak yang sebelumnya. Setelah selesai, tanpa memberiku kesempatan menelan cairan itu, Budi langsung memagut bibirku dengan ganas. Aku kelabakan, dan cepat-cepat berusaha menelan semua cairan dalam mulutku ini supaya aku tak sampai tidak tersedak. Setelah aku menghabiskan sperma yang bercampur cairan cintaku itu, kubalas pagutan Budi sampai kami berdua sama sama kehabisan nafas.
Aku dan Budi saling melepaskan pagutan kami. Kini aku mendapat kesempatan mengistirahatkan tubuhku. Kubiarkan Reza dan Wahyu terus menyusu pada kedua payudaraku sepuas hati mereka. Aku berusaha mengatur nafasku yang tersengal sengal, juga kubiarkan kepalaku tergeletak di pangkuan Rangga, yang terus membelai rambutku dengan lembut. Aku merasa nyaman dengan posisi ini, dan kubiarkan saja Rangga melakukan apa saja yang dia suka terhadapku.
“Capek ya Mbak?” Rangga berbisik padaku.
Aku mengangguk lemah. Aku hanya sempat beristirahat kurang lebih lima menit saja, dan kini aku kembali dikerubuti oleh mereka semua. Mereka mengajakku ngobrol, yang tak kutanggapi dengan lemas karena aku masih kelelahan. Walaupun begitu aku berusaha menjawab setiap pertanyaan mereka dengan sopan, karena aku tak mau mereka berubah menjadi kasar padaku nanti pada saat mereka menggilirku di ronde berikutnya.
Aku sempat memperhatikan, sinar matahari sudah mulai redup, entah jam berapa sekarang ini. Entah sudah berapa lama aku melayani mereka semua. Selagi mereka terus berbicara, kurasakan rabaan pada sekujur tubuhku oleh anak- anak SMP ini. Kedua tanganku sudah terentang dan tak luput dari rabaan juga. Jantungku mulai berdegup kencang merasakan rangsangan yang bertubi-tubi ini, apalagi ketika Budi dengan nakal menjilati bibir vaginaku.
“Nggghh…” aku melenguh dan tubuhku kembali bergetar.
Rasanya vaginaku sekarang ini dalam keadaan sangat sensitif, dan sedikit sentuhan saja sudah amat merangsangku hingga gairahku langsung bergejolak.
“Enak kan Mbak Tita?” tanya Budi.
Aku diam saja, mukaku terasa panas.
“Kalau diam, itu berarti memang enak!” kata Budi lagi.
Ia lalu melanjutkan jilatannya, membuat tubuhku perlahan terasa makin panas.
“Oohh… Tolong hentikan Bud… A-aku masih capek…” keluhku.
Tapi Budi tak perduli, dan meneruskan jilatan itu. Sesekali lidahnya menusuk nakal, sedikit membelah liang vaginaku. Aku menggigit bibir dan memejamkan mataku erat erat. Lama kelamaan aku tak kuat lagi. Tubuhku sudah terlanjur merespon setiap rangsangan ini, dan perlahan aku menggeliat diikuti tawa mereka, tapi aku tak bisa menghentikan gerakan tubuhku yang sudah di luar kontrolku.
“Tadi minta berhenti. Sekarang gimana Mbak? Yakin nih mau berhenti?” tanya salah seorang dari mereka.
Aku tak bisa menjawab, rasanya mukaku makin panas saja. Mereka tertawa-tawa dan terus merabai setiap jengkal dari tubuhku. Akhirnya aku larut juga oleh sentuhan-sentuhan itu, dan ketika Sul memagut bibirku, aku reflek balas memagutnya. Diiringi sorakan mereka, kami berdua berciuman dengan panasnya.
Akhirnya Sul melepas pagutannya dariku dengan nafas tersengal-sengal. Aku bukannya baik baik saja, irama nafasku pun sudah tak karuan dan mataku sudah berkunang kunang. Sesaat kemudian, Kahar mendekat, rupanya ingin merasakan bibirku juga. Benar saja, Kahar segera memagut bibirku, membuatku kelabakan, dan aku merasakan tanganku yang terentang ini kembali dicengkeram di bagian pergelangan tanganku, ketika aku menggapai gapai berusaha mendorong wajah Kahar untuk melepaskan pagutannya.
Kedua pergelangan kakiku yang juga dalam keadaan terpentang ini juga dicengkeram entah oleh siapa. Maka aku hanya bisa menyerah pasrah membiarkan Kahar memuas muaskan dirinya memagut bibirku.
“Mmmphh…” aku hanya bisa merintih tak jelas, dadaku makin lama makin terasa sesak.
Ketika Kahar melapaskan pagutannya, aku megap megap kehabisan nafas.
“Oooh… Se-sebentar… A-aku…” aku mengeluh dan berusaha mengatur nafasku.
Tapi aku kembali harus tersengat oleh ulah Budi yang kini malah mencucup bibir vaginaku.
“Ngggh… Buuud.. Ja-janganhhh… Oooooh…” aku melenguh-lenguh.
Anton mendekatkan bibirnya padaku, membuatku meronta panik.
“Jangan… Tunggu… Ooooh… Mmmpphh…” kata-kataku tersumbat ketika bibirku dipagut Anton dengan ganas.
Aku terus meronta, tapi semuanya tak ada artinya. Setelah Anton puas memagut bibirku, kini ganti Darso yang menginginkan bibirku.
“Aggh… To-tolong tunggu sebentaar… Aku mmmppph…” aku tak bisa meneruskan kata-kataku karena Darso sudah melumat bibirku.
Aku mulai lemas dan menderita karena tak bisa bernafas. Setelah Darso selesai melumat bibirku, aku langsung memalingkan wajahku ke perut Rangga, dan aku terbatuk-batuk kehabisan nafas.
Aku mulai menangis dan memohon “Tolong jangan begini… Biarkan aku bernafas dulu… A-aku udah nggak kuat lagi…”
Aku benar benar berharap mereka mengasihani aku, dan untungnya kelihatannya mereka iba melihatku menangis, dan aku dibiarkan istirahat beberapa detik, bahkan Budi pun menghentikan ulahnya yang sangat merangsangku, hingga aku mendapat kesempatan memulihkan nafas yang sudah sangat tersengal-sengal ini. Dan setelah aku terlihat agak enakan, Hendra segera menyerbu dan melumat bibirku habis habisan
Budi pun kembali melanjutkan ulahnya menjilati dan mencucup bibir vaginaku, Setelah Hendra puas melumat bibirku, Reza melepaskan cucupannya pada puting payudaraku yang kanan, lalu ia sempat menunggu beberapa saat sebelum memagut bibirku.
“Mmmmh…” aku memejamkan mataku menikmati pagutan Reza, lidah kami saling bertautan hingga air ludah Reza mengalir cukup banyak ke dalam mulutku.
Setelah Reza puas, kami saling melepaskan pagutan kami, dan nafasku kembali tersengal sengal dan aku harus cepat cepat menelan air ludah Reza yang menggenangi rongga mulutku, juga mengatur nafasku. Kini ganti Wahyu yang melepaskan cucupannya pada putting payudaraku yang kiri, dan setelah aku kelihatan bisa bernafas, Wahyu segera memagut bibirku dengan ganas. Aku agak kelabakan, karena Wahyu cukup lama memagut bibirku dan keadaan ini kembali membuatku menderita.
Aku mulai meronta, tapi aku sama sekali tak bisa bergerak. Untungnya hal ini agaknya menyadarkan Wahyu, dan ia pun melepaskan pagutannya dari bibirku. Aku terbatuk-batuk dan dan megap megap berusaha menghirup udara yang sama sekali tidak segar ini, tapi aku tak punya pilihan lain. Setelah keadaanku terlihat lebih baik, Rangga mengangkat kepalaku yang sejak tadi terbaring di pangkuannya, dan ia memagut bibirku sepuas puasnya.
Kini setelah semua mendapatkan kesempatan melumat bibirku, aku tahu ronde kedua sudah akan dimulai ketika kedua pahaku dilebarkan oleh Budi. Mereka mengatur posisi mereka untuk bersama-sama menikmati tubuhku. Rangga tetap memangku kepalaku dari sebelah kanan, dan ia terlihat senang sekali membelai kedua pipiku, mungkin karena kulit pipiku yang putih mulus ini. Darso kini mencucup puting payudaraku yang sebelah kiri, sedangkan Sul mendapatkan puting payudaraku yang sebelah kanan.
Dan untuk membuatku tak berdaya, pergelangan tangan kiriku dicengkeram oleh Hendra, dan pergelangan tangan kananku dicengkeram oleh Reza. Juga pergelangan kaki kiriku dicengkeram oleh Anton, dan pergelangan kaki kananku dicengkeram oleh Kahar. Wahyu menghirupi rambutku yang terurai ke sebelah kiriku, aku tidak mengerti apa asyiknya, tapi Wahyu kelihatan amat senang.
“Mbak, kita lanjutin yah…” kata Budi perlahan.
Ia menatapku penuh nafsu. Aku mengangguk perlahan dan menatap sayu pada Budi. Dengan perlahan Budi membenamkan penisnya ke dalam liang vaginaku, dan aku kembali memejamkan mata, berusaha menikmati saat saat terbelahnya liang vaginaku ini.
Setelah penisnya tertelan seluruhnya dalam liang vaginaku, Budi mulai memompa vaginaku, membuatku melenguh lenguh keenakan ”Ngghhh… Oohhh Buuud… Aaaah…”
Budi tertawa puas dan terdengar sekali kebanggaan dalam tawanya itu karena dia bisa membuatku keenakan seperti ini. Cairan cintaku sudah mulai keluar, melumasi liang vaginaku ini. Sensasi yang kudapat kali ini bertambah dahsyat karena aku merasa sangat tak berdaya dengan kedua pergelangan tangan dan kakiku yang tercengkeram erat, hingga aku tak bisa menggeliat dengan enak dan bebas, hanya kepalaku yang terbaring di pangkuan Rangga yang bisa sedikit kugerakkan. Kurasakan remasan lembut oleh Darso dan Sul yang sedang asyik menyusu di kedua payudaraku, membuatku menggelinjang keenakan.
Selain itu, belaian tangan Rangga pada kedua pipiku dan ulah Wahyu yang menghirup-hirup rambutku, semua itu makin dalam menenggelamkanku dalam kenikmatan.
“Nggghhh… Aaaaaah…” aku terus melenguh keenakan merasakan rangsangan bertubi-tubi pada sekujur tubuhku ini.
Gairahku terus naik, dan aku makin tak bisa mengontrol gerakan tubuhku, yang mulai mengejang tak karuan menahan siksaan kenikmatan birahi yang nyaris tak tertahankan ini. Tapi sayangnya, Budi tak butuh waktu lama untuk berejakulasi dalam liang vaginaku, ia menghunjamkan penisnya sekuatnya dan tubuhnya bergetar getar.
“Ooohh… Mbak Titaaaaa…” ia mengerang panjang meneriakkan namaku dan menembakkan spermanya, namun rasanya hanya sedikit sperma yang dikeluarkannya.
Aku mengeluh pendek dan membuka mataku, menatapnya dengan pandangan kecewa. Sebenarnya kalau Budi mampu menggenjotku beberapa lama lagi, mungkin saja aku juga akan menggapai orgasmeku. Tapi aku tak berkata apa-apa, dan begitu Budi melepaskan penisnya dari jepitan liang vaginaku, Darso langsung mengambil posisinya di selangkanganku menggantikan Budi. Puting payudaraku yang sebelah kiri ini tak menganggur lama. Mereka bekerja sama dengan kompak untuk membuatku terus menerus dalam keadaaan terangsang hebat dan tak berdaya untuk bergerak bebas. Hendra langsung melahap puting payudaraku yang sebelah kiri.
“Yu, minggir Yu. Gue mau ngerasain sepongan Mbak Tita!” Budi menyuruh Wahyu memberikan tempatnya.
Wahyu menghirup rambutku dalam dalam, kemudian beranjak memberikan tempatnya pada Wahyu dan menggantikan Hendra mencengkeram pergelangan tangan kiriku. Darso sendiri mulai memompa vaginaku, dan aku terus mengeliat walaupun tertahan oleh mereka. Budi menempelkan penisnya di bibirku, dan aku langsung melahap penis itu. Aku mengulum dan menjilati sisa sperma dari penis yang sudah melembek ini.
“Aduh… Eenaaaaak bangeet!” Budi mengerang erang keenakan ketika aku menyeruput semua sisa sperma itu sampai bersih, dan ia ambruk di sebelahku.
Tepat ketika ia tergeletak di lantai, Darso juga sudah berejakulasi. “Oooohh… Enaknya memekmu Mbak…” erang Darso.
Aku agak sebal dan kecewa karena tadi juga gairahku yang belum terlalu turun, sesungguhnya sudah naik cepat ketika Darso memompa vaginaku. Tapi lagi lagi aku tak sempat menggapai orgasmeku sedangkan pemerkosaku sudah orgasme duluan saat vaginaku baru mulai berdenyut-denyut. Rasanya menjengkelkan sekali karena aku dibuat tanggung seperti ini. Tapi aku cuma bisa diam saja. Yah, mau bagaimana lagi? Aku hanya bisa pasrah dan diam saja memendam kekecewaanku.
Sul beranjak mendekati selangkanganku dengan langkah gontai. Meskipun kelihatan lemas dan lelah, tapi penis yang panjangnya kira kira 14 cm dan sudah ereksi dengan gagah itu tetap diterjangkan pemiliknya, mengoyak dan mengaduk-aduk liang vaginaku, mendatangkan rasa nikmat yang luar biasa pada vaginaku. Dan Reza sudah menggantikan Sul mencucup puting payudaraku yang sebelah kanan ini, sedangkan Kahar menggantikan Reza mencengkeram pergelangan tangan kananku.
Budi yang sedang tergolek lemas itu merayap mendekati pergelangan kaki kananku, dan mencengkeram ala kadarnya, tapi sudah cukup untuk kembali membuatku tak mampu bergerak bebas. Sementara itu, Hendra dan Reza makin bersemangat mencucup dan menyedot kedua puting payudaraku. Darso menagih jatahnya, memintaku mengoral penisnya yang masih belepotan sperma itu, dan aku segera melahap penis si Darso ini.
Keadaanku sudah benar-benar tidak karuan diperkosa oleh anak-anak SMP ini. Kesembilan anak SMP ini menguasai tubuhku sepenuhnya. Empat dari mereka mencengkeram kedua pergelangan tangan dan kakiku, yang satu memangku kepalaku, satu menghisap di payudaraku yang kiri dan satu lagi menghisap di payudaraku yang kanan. Dan yang pasti, satu lagi memompa liang vaginaku, dan satu lagi menikmati servis oral dariku.
Aku sendiri merasakan sensasi yang luar biasa diperlakukan seperti ini dan aku pasrah saja mengikuti kemauan mereka semua. Dan sekarang, seperti Budi, Darso juga mengerang keenakan ketika aku membersihkan penisnya yang belepotan sperma. Tubuhnya sampai mengejang ngejang ketika aku mencucup dan menyedot penisnya, dan begitu kuluman itu kulepaskan, Darso langsung roboh, terlihat jelas selain keenakan ia juga kelelahan.
Ketika kulihat Budi dan Darso yang sudah ambruk itu kelihatan malas bangun lagi, aku jadi punya harapan, ronde ke dua ini merupakan ronde terakhir dan aku segera bebas dari mereka. Kini perhatianku kembali terfokus pada Sul yang dengan menggebu gebu memompa vaginaku.
“Engghhh… Suull…” aku melenguh dan menggeliat keenakan, apalagi ditambah gigitan kecil pada kedua puting payudaraku, membuat aku menggeleng gelengkan kepalaku kuat-kuat, tak kuasa menerima segala rangsangan ini.
Tapi sayangnya, bahkan Sul yang tadi di ronde pertama cukup perkasa, kali ini hanya sekitar 5 menit saja ia sanggup memompaku, dan ia sudah berejakulasi. Kembali aku tenggelam dalam kekecewaan. Lagi lagi aku hampir menggapai orgasmeku, tapi gagal lagi karena Sul terlalu cepat berejakulasi. Kini Budi menggantikan Rangga untuk memangku kepalaku, sedangkan Darso menggantikan Budi mencengkeram pergelangan kaki kananku. Rangga sendiri beranjak ke selangkanganku.
Rupanya mereka sudah mengatur urutan mereka untuk menikmati liang vaginaku di ronde ini supaya sama persis dengan di ronde pertama tadi. Tak lama kemudian liang vaginaku segera terbelah oleh penis Rangga.
“Sssssshhh…” aku mendesis, dan Rangga segera menggenjotku habis habisan.
Sementara itu, Budi yang sudah memangku kepalaku membelai rambutku dengan lembut dan mesra, membuatku sedikit merasa nyaman. Dan di selangkanganku, setelah liang vaginaku beradaptasi dengan penis Sul yang lebih panjang dan lebih besar, sodokan penis Rangga yang lebih kecil dan lebih pendek dari milik Sul ini tak terlalu mempengaruhiku. Walaupun begitu aku sama sekali tak bisa beristirahat, karena sejak tadi Hendra dan Reza terus mempermainkan kedua payudaraku. Tak hanya menyusu, mereka berdua juga meremasi payudaraku dengan lembut, sehingga aku terus menerus berada dalam keadaan terangsang hebat.
Namun aku tak pernah mencapai orgasme, sejak tadi para pemerkosaku tak ada yang sanggup untuk cukup lama memompa vaginaku. Hal ini sebenarnya sangat menyiksaku. Baik dengan Budi, Darso dan Sul tadi, sebenarnya vaginaku sudah berdenyut denyut, tapi sebelum aku mencapai orgasme, mereka sudah berhenti memompaku. Aku tahu mereka bukannya sengaja mempermainkanku.
Mereka berhenti memompaku karena mereka memang sudah berejakulasi. Selain itu mereka pasti sudah sangat terangsang , karena sejak tadi mereka melihat tubuh seorang wanita dewasa tersaji polos untuk mereka, yang kini sudah sama sekali tak berdaya dengan kedua pergelangan tangan dan kakiku yang dicengkeram erat oleh mereka, membuat mereka tak mungkin bisa bertahan untuk berlama-lama memompa vaginaku.
Dan sekarang ini paling tidak sudah lebih dari 5 menit Rangga menggenjot vaginaku. Rangga tampaknya begitu menikmati jepitan liang vaginaku pada penisnya. Aku hanya menyandarkan kepalaku di pangkuan Budi, membiarkan Rangga terus menggenjotku sampai ia mulai mengejang hebat.
“Oooohhh… Mbak Titaaa… Eeenaaknyaaa…” erang Rangga, dan ia menyemprotkan spermanya bertubi tubi, sedangkan aku hanya merasa nyaman dengan hangatnya sperma Rangga yang melumuri liang vaginaku.
Rangga menarik lepas penisnya dari vaginaku, dan segera memintaku mengoral penisnya. Mulutku kembali dijejali sebatang penis, yang kali ini cukup kecil dan memudahkanku untuk melakukan kuluman pada seluruh permukaan penis ini, dan Rangga mulai menggeliat keenakan dan sedikit menggerak-gerakkan penisnya dalam rongga mulutku yang kini belepotan oleh sisa sperma yang masih melekat di penis Rangga.
Baru saja aku mulai mengulum penis Rangga, vaginaku sudah harus menelan sebatang penis. Aku sempat melihat, kali ini Hendra yang mengaduk aduk liang vaginaku. Seperti Rangga, Hendra sama sekali tak bisa membuatku tenggelam dalam kenikmatan. Penis mereka ini berukuran kecil. Sambil terus mengulum dan menyedot penis Rangga, diam-diam aku merasa geli, tak pernah terbayangkan olehku aku akan diperkosa anak SMP, dan baru hari ini aku beberapa kali merasakan vaginaku diaduk oleh penis berukuran pendek.
“Ssssshh… Aaaah…” aku mendesah pasrah ketika Wahyu mencucup puting payudaraku yang kiri.
Sedang Anton menggantikan Wahyu mencengkeram pergelangan tangan kiriku dan Sul mencengkeram pergelangan kaki kiriku.
Sementara itu, Rangga terus mengerang keenakan, dan tiba tiba ia berkata setengah menjerit “U-udaaah… Udaaah Mbak… Oooooooohh….”
Aku melepaskan kulumanku, dan Rangga langsung ambruk tak berdaya, ia terlihat sangat lemas. Selagi Hendra masih menggenjotku, aku menggunakan kesempatan ini untuk mengistirahatkan mulutku, yang rasanya pegal juga karena sejak tadi kupakai untuk mengoral penis-penis dari berbagai ukuran ini. Tapi aku tak bisa berlama lama, karena beberapa saat kemudian Hendra sudah mengerang panjang dan menembakkan spermanya di dalam liang vaginaku. Beberapa saat tubuhnya berkelojotan, kelihatan sekali ia merasakan kenikmatan yang amat sangat.
Hendra mencabut penisnya dari jepitan liang vaginaku, dan ini berarti sudah ada tugas lagi untuk mulutku.
Aku segera melahap penis Hendra, dan aku mulai mengulum dan menyedot penis itu kuat-kuat hingga Hendra melolong “Oooohh… Mbak Titaaaaa…!!”
Selagi aku mengulum penis Hendra, kurasakan liang vaginaku diterjang sebatang penis, dan pemiliknya menyodokkan penisnya yang panjang itu dengan kuat, membuatku melenguh di antara kegiatanku mengulum penis milik Hendra.
“Nggghhh… Emmmmhh…” aku melenguh keenakan sambil terus mengulum dan menyedot penis di mulutku ini, dan Hendra menggeliat hebat.
“Ooooohhhh… Ampuuuun Mbaaakkk!!” Hendra melolong keenakan ketika aku menyedot penisnya kuat kuat.
Aku melepaskan kulumanku, dan Hendra segera ambruk, ia terlihat begitu malas untuk bangun. Dan kini, ketika kurasakan vaginaku dimanjakan sodokan yang kadang lembut dan kadang menyentak, aku sudah tahu, sekarang ini pasti Reza yang sedang menyetubuhiku.
“Oh… Reeezaa… Enggghh… Eeenaak…” aku kembali melenguh.
Reza memperlambat genjotannya, dan tubuhku bergetar hebat menahan nikmat ini.
“Oooooh… Te-terus Rezaaaa…” nafsu birahi yang sudah menguasai diriku sepenuhnya ini membuat aku tak lagi malu malu untuk meminta dipuaskan oleh Reza.
“Enak ya Mbak Tita?” bisik Reza yang sudah menindihku.
“Iyaa… Ooooh… A-aku… Mmmmppphh…” Reza memagut bibirku dan aku balas memagut bibirnya.
Reza menyetubuhiku sambil terus mencumbuiku, membuat aku makin tenggelam dalam kenikmatan. Kahar sudah mencucup puting payudaraku yang kanan, sedangkan Darso mencengkeram pergelangan tanganku yang sebelah kanan. Rangga juga sudah mencengkeram pergelangan kakiku yang sebelah kanan. Terangsang hebat dan rasa tak berdaya ini benar benar membuatku melayang dalam kenikmatan. Akhirnya orgasme yang sudah kunanti sejak tadi kudapatkan juga.
Tubuhku mengejang hebat, kedua kakiku melejang lejang, pinggangku melengkung dan aku melenguh lenguh keenakan “Enngggghhhh… Enggghhh… Rezaaaaa… Oooooohhh…”
Cairan cintaku membanjir, membuat selangkanganku terasa sangat nikmat. Aku ingin memeluk Reza, tapi kedua pergelangan tanganku yang terentang ini tak bisa kugerakkan, kedua pergelangan tanganku tertahan dengan erat. Walaupun agak sebal, tapi perasaan tak berdaya ini malah menambah nikmat yang kurasakan. Beberapa kali tubuhku tersentak sentak.
“Oohhh… Mbak Titaa… Memek Mbaakkk eeeenaaaaak…” Reza mengerang panjang.
Nikmat ini makin hebat rasanya ketika penis Reza berkedut keras dan spermanya yang hangat itu menyembur dengan deras membasahi liang vaginaku.
“Emmhhhh… Ooooohhh…” aku sendiri kembali melenguh keenakan, vaginaku berdenyut denyut dan kini aku terkulai lemas.
Tenagaku sudah hampir habis rasanya, entah apa aku kuat melalui semua ini. Nafasku tersengal sengal serasa hampir putus. Keadaan Reza sendiri tak lebih baik, keringat di tubuhnya membanjir deras dan bercampur dengan keringatku membasahi tubuhku. Nafas Reza masih terdengar memburu, tapi Reza masih ingin mencumbuiku, ia kembali memagut bibirku dengan mesra. Aku memejamkan mataku dan dengan penuh penyerahan kubiarkan Reza mencumbuiku sepuas hatinya. Air ludah Reza terus mengalir ke mulutku, dan aku tanpa merasa jijik terus menelannya supaya aku tidak tersedak.
“Gantian dong Rez!!” gerutu Wahyu yang sudah kelihatan tak sabar menanti gilirannya.
Reza yang baru sadar kalau masih ada Wahyu, Anton dan Kahar yang menanti gilirannya, mencabut penisnya dari jepitan liang vaginaku, tapi ia menyempatkan diri untuk merangsekkan kepalanya ke selangkanganku. Dan aku segera dibuat Reza terbeliak dan melenguh keenakan ketika Reza mencucup bibir vaginaku kuat kuat.
“Emmhhh… Reeezzaa…” aku terus melenguh dan menggeliat sampai akhirnya Reza berhenti menyedot vaginaku.
Reza lalu dengan mulut yang agak menggembung, mendekati wajahku. Aku tahu apa maunya, kuterima ciuman Reza dengan senang hati, dan campuran segala macam cairan yang mengalir dari mulut Reza itu kutelan semuanya. Setelah cairan itu habis, aku masih saja memagut bibir Reza.
“Emmhh…” aku merintih tertahan ketika Wahyu melesakkan penisnya ke dalam liang vaginaku.
“Ooooohh… Memek Mbaaaak… Eeeemang enaaaaak…” Wahyu meracau penuh kenikmatan merasakan jepitan otot vaginaku pada batang penisnya.
Anton sudah mencucup putting payudaraku yang kiri, sedangkan pergelangan tangan kiriku dicengkeram oleh Sul. Hendra menggantikan Sul untuk mencengkeram pergelangan kaki kiriku. Kini Wahyu mulai memompa liang vaginaku, dan aku merintih keenakan. Batang penis Wahyu ini hampir sama ukurannya dengan milik Reza, dan mendatangkan kenikmatan yang hampir sama pula. Aku terus menikmati sodokan penis Wahyu dalam liang vaginaku, sambil terus berpagut mesra dengan Reza.
Kedua payudaraku masih terus dipermainkan Anton dan Kahar. Perasaan terangsang hebat yang melanda sekujur tubuhku ini membuatku ingin menggeliat sekuatnya. Tapi tentu saja hal itu tak bisa kulakukan karena kedua pergelangan tangan dan kakiku dalam keadaan tercengkeram erat, dan aku hanya bisa memejamkan mataku menikmati semua ini. Kini perasaan tak berdaya yang kurasakan ini makin menambah sensasi kenikmatan yang menderaku.
Reza melepaskan pagutannya pada bibirku, dan ketika aku membuka mata, kulihat penis Reza yang masih belepotan sperma itu sudah berada di depan mulutku. Langsung saja aku melahap penis itu, dan aku mengulum dengan sepenuh hati. Kubersihkan seluruh batang penis itu dari sisa sperma, kujilati memutar dan kusedot sampai bersih. Pemiliknya sudah melenguh lenguh keenakan.
“U-udah Mbaaakkk… Sayaaa udah gak kuaaat…. Eeeeenaaaak…” aku melepaskan kulumanku ketika Reza menjerit minta ampun dan Reza langsung ambruk, tubuhnya bergetar-getar merasakan sisa kenikmatan tadi.
Aku kembali tersenyum geli, dan kini aku menikmati genjotan Wahyu yang amat gencar ini. Tiba tiba aku mendapati Kahar menempelkan penisnya ke mulutku.
Aku memandangnya heran, dan Kahar berkata, “Sekalian pemanasan Mbak. Sepongin kontol saya yah…”
Gayanya itu seperti memerintah budaknya saja, membuatku sedikit sebal. Tapi aku membuka mulutku juga, dan Kahar langsung menjejalkan penisnya yang hanya basah oleh cairan bening. Hal ini menunjukkan ia sudah amat terangsang hingga tubuhnya secara alami mengeluarkan cairan yang melumuri penisnya. Aku kini menjilati dan menyedot cairan yang tak terlalu banyak itu, sekaligus mencoba ketahanan Kahar ini.
“Oooohh… Oooooh…” Kahar melenguh keenakan, bahkan ia menggerak gerakkan pinggulnya hingga penisnya menyapu seluruh rongga mulutku.
Aku terus mengoralnya, dan vaginaku rasanya berdenyut kembali setelah cukup lama dipompa Wahyu. Darso mencucup puting payudaraku yang kanan, sedangkan Rangga mencengkeram pergelangan tangan kananku. Reza yang baru saja ambruk merayap dan menggantikan Rangga mencengkeram pergelangan kaki kananku. Sementara itu Wahyu sudah mengerang-ngerang.
“Aaaaaah Mbak Titaaaaaa…” erang Wahyu dengan penuh kenikmatan, ia menyodokkan penisnya dalam dalam, seolah ingin menyemprot bagian terdalam dari liang vaginaku dengan spermanya.
Mungkin denyutan otot vaginaku membuat Wahyu terangsang hebat dan tak kuat berlama-lama menggagahiku. Kahar menarik penisnya dari kuluman mulutku, mempersilakan Wahyu untuk mendapatkan servis oral dariku. Bersamaan ketika Wahyu menjejalkan penisnya ke dalam mulutku, Kahar juga mengoyak liang vaginaku dengan penisnya.
“Nggghhh…” aku terhenyak dan melenguh, dan yang menguatirkanku, kini aku mulai merasakan sedikit sakit pada liang vaginaku.
Aku cepat-cepat membersihkan sisa sperma dari penis Wahyu, yang kemudian langsung ambruk dan bertukar tempat dengan Anton.
Untungnya Anton yang langsung menjejalkan penisnya ke dalam mulutku ini berkata “Mbak Tita, saya keluarin di mulut Mbak aja yah… Saya udah gak tahan nih dari tadi liat memek Mbak…”
Aku segera mengoral penis Anton dengan sisa sisa tenagaku, sementara kurasakan selangkanganku didera rasa sakit yang bercampur nikmat. Beberapa menit aku melayani dua penis ini, akhirnya mereka berdua mulai berkelojotan. Aku berharap mereka segera ejakulasi, karena mulutku sudah sangat capai rasanya, dan vaginaku entah kenapa mulai terasa pedih.
“Eeemmmhhh… Ooooooohhh…” beberapa saat kemudian baik Anton maupun Kahar melolong-lolong dan dengan bersamaan mereka berdua menyemprotkan sperma mereka berdua diiringi erangan panjang yang merupakan ekspresi kenikmatan mereka.
Tiba-tiba Kahar mencucup bibir liang vaginaku, hingga aku terlonjak-lonjak antara geli dan terangsang hebat. Cairan yang menggenangi liang vaginaku rasanya disedot habis oleh Kahar, dan Anton dengan penisnya yang sudah kubersihkan itu sudah terkulai lemas. Aku sudah sangat lemas, dan ketika Kahar memagut bibirku aku hampir saja terlambat menelan semua cairan itu, dan hampir saja aku tersedak.
Setelah Kahar selesai melumuri mulutku dengan campuran sperma, cairan cintaku dan air ludahnya, ia tergeletak lemas, mereka semua juga melepaskan semua cengkeraman mereka padaku, dan kedua puting payudaraku yang basah tak karuan oleh air ludah mereka semua juga terbebas. Kami semua tergeletak lemas, tenaga sudah terkuras habis. Aku berusaha memulihkan nafasku yang tersengal sengal ini.
Melihat mereka kondisinya sudah kelelahan semua, aku semakin yakin semua ini sudah berakhir. Aku tak tahu sekarang ini jam berapa, tapi yang jelas aku belum kuat untuk bangun dari posisiku karena masih sangat lelah setelah melayani mereka semua. Namun setelah beberapa menit, tiba-tiba aku melihat sembilan anak SMP yang tadi tergeletak lemas semua itu kini sudah mengerumuniku. Aku menangis ketakutan, tak berani membayangkan aku harus melayani mereka bersembilan itu lagi.
Tapi tak ada yang mendekati selangkanganku, semua hanya megerumuniku sampai ke pinggang. Dan, mereka semua beronani bersama-sama, mengocok penis mereka sendiri. Aku merasa udara di sini semakin pengap karena bau keringat mereka semua. Dan mereka terus beronani, sedangkan aku tahu aku akan segera menerima semprotan mereka semua. Setelah sekitar 5 menit aku mulai merasakan semprotan sperma mereka mulai menghujani tubuhku. Kedua mataku terkena semprotan juga hingga aku terpaksa menutup mataku. Beberapa saat kemudian, kedua telingaku, rambutku, kedua pipiku, leherku, kedua payudaraku dan perutku, kurasakan semuanya tersemprot cairan sperma. Aku seperti sedang mandi sperma saja. Lengkap sudah, sembilan semprotan sperma pada tubuhku.
Entah siapa yang melakukan, tapi gumpalan sperma yang tadi menghujani tubuhku ini diratakan ke permukaan kulitku. Kemudian kurasakan pahaku diolesi sperma, mungkin yang menempel di telapak tangan yang meratakan cairan itu. Wajahku benar-benar basah dan rata oleh sperma, demikian juga leherku, payudaraku, dan perutku. Pahaku sendiri terasa agak lengket di bagian depan, dan aku tak tahu keadaan rambutku, tapi pasti juga menyedihkan. Aku benar-benar merasa terhina diperlakukan seperti wanita murahan.
“Mbak Tita, kapan-kapan kalo kangen kami, temui saja kami di sini. Kami juga senang kok main sama Mbak..” kudengar suara Maman, dan deru sepeda motor yang baru dinyalakan membuatku merasa lega setelah perkosaan ini berakhir, dan mereka telah melepaskanku.
Setelah mereka semua pergi, aku membuang genangan sperma yang membasahi mataku, aku mengelap dengan jari tanganku, kemudian aku membuka mataku. Tidak terasa air mataku mengalir, selain merasa sakit secara fisik, aku juga merasa sangat terhina dengan semprotan sperma pada sekujur tubuhku ini. Perlahan aku mencoba bangkit dari tikar yang menjadi saksi penderitaanku ini, tapi ketika aku berdiri, kedua kakiku terasa gemetaran, vaginaku pun terasa amat sakit, membuatku langsung roboh. Aku harus beristirahat barang sebentar untuk memulihkan kondisiku.
Tiba tiba aku mendengar suara hujan, makin lama makin deras. Aku tahu aku tak boleh beristirahat di tengah ruangan ini dalam keadaan telanjang bulat dan tubuh penuh sperma seperti ini, karena bisa saja ada orang yang masuk ke rumah kosong ini untuk berteduh. Aku memaksakan diri untuk merangkak ke sudut ruangan rumah kosong ini, di mana mereka tadi melempar-lemparkan pakaianku. Tubuhku rasanya remuk semua, tapi aku harus segera menutupi tubuhku.
Akhirnya aku sampai ke tempat itu, dan kulihat baju dan rokku masih lengkap. Aku tak perduli dengan keadaan tubuhku yang basah oleh sperma ini, kupakai baju dan rokku. Sedangkan bra dan celana dalamku yang sudah tak bisa kupakai lagi karena sudah robek dan putus, kumasukkan ke dalam tasku.
Setelah kurang lebih setengah jam aku berdiam diri menguatkan tubuhku untuk berdiri. Masih terasa sekali sakit pada vaginaku, kedua kakiku juga masih gemetar, tapi kini aku sudah mampu berjalan walaupun tertatih-tatih. Aku perlahan terus melangkahkan kaki keluar, dan melihat jalanan di sekitar sangat sepi karena hujan yang cukup deras. Setelah aku terus berusaha berjalan kurang lebih 5 menit di bawah guyuran hujan, dengan kepalaku hanya ditutupi oleh tasku, barulah aku sampai ke jalan raya.
Karena tubuhku terasa sangat sakit dan lelah, ditambah aku tidak begitu mengenal daerah ini, maka aku berniat untuk naik taxi saja menuju rumahku. Untung saja tak lama kemudian ada taxi kosong yang lewat di depanku. Aku cepat- cepat naik ke dalam taxi dan menghela nafas panjang karena lega. Bajuku sudah dalam keadaan basah kuyup tidak karuan. Untung saja sesampainya di rumah, tidak ada yang sempat melihat aku yang dalam keadaan basah kuyup dan sangat kotor seperti ini.
Dengan terburu-buru aku langsung menuju ke kamarku untuk mengambil handuk dan pakaian ganti, kemudian aku mandi untuk membersihkan seluruh tubuhku yang sudah sangat kotor ini. Aku membilas wajahku dengan sabun muka sampai bersih dari sperma yang lengket di sekujur wajah dan telingaku. Setelah selesai mandi dan keramas, aku merasa seakan tubuhku lumayan segar. Walaupun jam masih menunjukkan pukul 7 malam, namun aku sudah terbaring di ranjangku dan berniat untuk tidur tanpa ada minat untuk makan malam.
Aku masih bersyukur karena besok hari Minggu, setidaknya aku dapat memulihkan tenagaku yang sudah terkuras habis akibat kejadian tadi. Semoga kejadian seperti itu tidak akan pernah terulang lagi. Tapi nasib mungkin akan berkata lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar