Cerita-cerita ini hanyalah fantasi belaka. MOHON JANGAN MENIRU KEKERASAN YANG ADA.
Jika ada kesamaan dengan nama tokoh, karakter, tempat, dll, hanyalah ketidaksengajaan.
Alya Rohali (2)
Sambil mengenakan pakaian, Ramzy terus memandangi tubuh molek Alya. Dia teringat saat awal menikah dengan Alya dulu, semua teman dan koleganya menyebutnya beruntung karena bisa memperistri salah satu artis tercantik di Indonesia. Meski cuman mendapat jandanya, Ramzy tidak pernah merasa menyesal. Tubuh Alya memang terasa sangat nikmat dan selalu bisa memancing gairahnya. Jandanya aja seperti itu, bagaimana pas gadisnya dulu ya? Ah, Ramzy tidak bisa membayangkan bagaimana nikmatnya. Tak terasa, penisnya kembali menegang saat mengingat-ingat hal itu.
“Ugh, kalau disini terus, bisa-bisa aku hilang kendali,” batin Ramzy dalam hati.
Sambil mengecup mesra bibir tipis Alya, dia pun pamit. “Aku tunggu mang Ujang di loby aja. Mama malam ini tidur aja disini, biar besok pagi dijemput sama mang Ujang.”
Mengangguk mengiyakan, Alya mengantarkan kepergian Ramzy hingga ke pintu.
“Hati-hati ya, sayang. I love u!” bisiknya pada laki-laki itu.
“I love u too,” Ramzy mencium bibir Alya sekali lagi sebelum berbalik dan berjalan menuju lift.
Selepas kepergian sang suami, Alya masuk ke kamar mandi untuk membasuh tubuh sintalnya. Ia berniat untuk langsung tidur aja sehabis mandi nanti. Tapi baru saja ia keluar dari kamar mandi, dengan tubuh masih dibalut baju tidur tipis, terdengar bel di pintu depan. Alya mengintip, seorang laki-laki tua, kira-kira berumur 50 tahun, berdiri di depan kamarnya. Itu mang Ujang.
“M-maaf, bu. Saya terlambat. Habis jalanan macet banget sejak keluar pintu tol.” sapa laki-laki itu ramah begitu Alya membukakan pintu.
“Lho, bapak nunggu mang Ujang di loby lho, masa nggak ketemu?” tanya Alya heran.
“Ah, begitu ya, bu?” mang Ujang nampak sangat menyesal.
“Biar saya telepon, siapa tahu bapak masih ada disana,” Alya segera berbalik untuk mengambil hapenya yang tergeletak di atas meja, tidak menyadari pandangan mang Ujang yang melotot memandangi bulatan pinggulnya saat ia berjalan membelakangi.
Sementara Alya berbicara dengan Ramzy, mang Ujang memindai tubuh mulus Alya mulai dari atas hingga bawah. Sekilas pandang saja, dia sudah mengetahui kalau wanita itu tidak memakai daleman. Terlihat dari puting Alya yang mencuat indah dan juga bokongnya yang terlihat mulus tanpa terlihat alur celana dalam. Membayangkannya membuat mang Ujang kesulitan menelan ludah. Ia terangsang, perlahan-lahan penis tuanya bangkit dan menggeliat. Sudah sejak dulu ia mengagumi majikannya itu. Sebagai salah satu artis tercantik di Indonesia, Alya memang selalu tampil luar biasa. Pesonanya selalu bisa menarik perhatian setiap laki-laki, termasuk mang Ujang.
Tapi sebagai seorang sopir, ia harus tahu diri. Mang Ujang harus menekan hasratnya dengan cukup mengagumi sosok Alya Rohali, tanpa pernah bisa menyentuh apalagi memiliki. Paling banter, sebagai pelampiasan rasa penasaranya, dia onani di kamar mandi sambil membayangkan ngentot dengan sang majikan. Itu sudah cukup baginya. Tapi sekarang, waktu dan kesempatan terbuka bagi mang Ujang. Mereka cuma berdua saja di dalam kamar hotel yang sepi. Akankah dia berani untuk melakukannya? Memperkosa seorang Alya Rohali yang terkenal?! Entahlah. Kita lihat saja nanti. Mang Ujang segera mengalihkan pandangannya begitu melihat Alya menutup telepon, ia pura-pura sibuk melihat lukisan yang ada di dinding.
“Wah, mang, bang Ramzy sudah berangkat duluan naik taksi. Dia rupanya kelamaan nunggu abang, takut telat sampai ke bandara,” kata Alya.
Mang Ujang bersorak dalam hati mendengarnya. Berarti mereka benar-benar berdua saat ini. Pura-pura menyesal, laki-laki itu pun berkata.
“Ya kalau gitu, saya balik aja. Bu. Ibu malam ini mau menginap disini apa pulang ke rumah?”
Alya tampak berpikir sejenak sebelum menjawab, “Pulang aja deh, mang. Nggak enak tidur di hotel sendirian.”
“Gimana kalau saya temani?’ tanya mang Ujang, tentu saja dalam hati.
Tersenyum mengiyakan, ia pun menyahut, “Ya ibu berbenah aja dulu, saya tunggu disini.”
“Baik, mang. Tunggu ya, nggak lama kok!” Alya segera berbalik dan masuk ke kamar, sementara mang Ujang menunggu dengan tetap berdiri di depan pintu.
Dengan menggunakan pintu lemari sebagai penghalang, Alya mengganti bajunya. Tapi baru saja mengenakan BH dan CD, ia mendengar pintu kamar ditutup dari dalam. Mang Ujang mau ngapain? Batin Alya saat mendengar suara langkah kaki halus mendekatinya.
“Mang?” ia memanggil, tapi tidak ada jawaban.
Alya pun menoleh dan kaget. Ah, apa yang nampak berada tepat di belakangnya sama sekali berada di luar nalarnya. Mang Ujang, sopir setianya yang sudah mengabdi puluhan tahun di keluarganya, benarkah melakukan ini? Disana, laki-laki tua itu berdiri tanpa bercelana panjang. Penisnya yang besar tampak menggantung dan diacung-acungkan ke arah Alya. Sementara kemejanya juga setengah terbuka, menampakkan dada mang Ujang yang tipis dan kerempeng.
“M-mang Ujang… m-mau apa?” tanyanya meski sudah tahu apa yang diinginkan oleh laki-laki tua itu.
Tidak menjawab, mang Ujang malah menyeringai penuh kemesuman, menampakkan giginya yang menghitam karena asap rokok. Dia terus berjalam mendekati Alya. Bagai terkena sihir, Alya terpana. Bukannya berteriak atau melawan, ia malah terjatuh lemas, tak berkutik bagai burung yang terjerat dalam jaring perangkap, tak berdaya. Seluruh kehendak dan jiwanya terlempar jauh, melayang tanpa tahu kemana akan jatuh. Hasratnya yang tadi terputus bersama Ramzy dengan cepat kembali dan menyelimuti dirinya, membuat matanya tak berkedip menatap tonjolan penis mang Ujang yang kini hanya berjarak dua jengkal dari wajahnya.
“Bu Alya?” bisik mang Ujang halus.
Suara itu bagai guruh yang memekakkan di keheningan mereka. Membuat Alya sedikit tersadar. Dia ingin menyahut, tetapi lidahnya terjerat kelu. Ia malah membisu. Sementara matanya, oohh matanya tak lepas memandang kontol besar sang sopir pribadi. Leher Alya membeku, tak mampu untuk membuatnya berpaling dari kemaluan yang mempesona itu. Betapa indah bentuknya, betapa sedap baunya, betapa nikmat rasanya. Rasanya Alya tak sabar untuk segera mengulum, mencium dan menjilati penis itu.
“Ehm,” dia refleks menjilat bibir. Alya menelan liurnya sendiri dalam upaya menekan keinginannya yang meledak-ledak.
“Mbak Alya?” kembali terdengar bisikan mang Ujang. Bukan lagi memanggil ’Bu’ tapi ’Mbak’, menunjukkan bahwa laki-laki tua itu ingin mendekatkan diri, sedekat penisnya yang kini sudah tinggal sejengkal dari wajah Alya.
“Ahh,” tak berkedip Alya memandangi ujung penis mang Ujang yang bulat bak jamur, terlihat memerah mengkilat karena seluruh darah laki-laki itu telah terdesak kesana.
Lubang kencingnya nampak mungil di tengah, terlihat sedikit basah. Warna batangnya yang coklat muda kemerahan dikelilingi oleh urat-urat yang bertonjolan sedemikian kekarnya, tampak sangat jantan dan menggemaskan. Tak pernah terbayang di benak Alya bahwa akan ada penis seperti ini di dunia.
“Mbak Alya?” mang Ujang berbisik sekali lagi sebelum akhirnya penisnya menempel dan menyentuh wajah Alya.
“Aaghh…!” Alya terhenyak, tapi tidak mampu menolak saat ujung penis laki-laki itu mengusap-usap pipi, hidung dan bibirnya. Aroma kelelakian mang Ujang menerpa hidungnya, yang kemudian menembus masuk ke paru-parunya dan dengan tajamnya menghunjam ke sanubarinya. Seketika membuat Alya lumpuh total. Dia tak mampu menolak saat penis itu mendesak bibirnya dan memaksanya untuk terkuak.
Bagai disodori es krim yang super lezat, dengan disertai desahan dan lenguhan pelan, bibir Alya pun perlahan-lahan bergerak melumat. Lidahnya mulai menjilati kepala jamur itu. Bibirnya mengulum dagingnya yang terasa kenyal dan padat. Alya memasukkan benda itu ke dalam mulutnya dan mulai menghisapnya dengan penuh nafsu, memindahkan segala rasa pada penis itu untuk dibawa masuk ke tenggorokannya. Penis mang Ujang benar-benar telah meruntuhkan moralitasnya. Gara-gara benda itu, Alya kehilangan nalar sebagai istri setia seorang Faiz Ramzy Rachbini. Gairahnya yang tadi terputus kini seperti menemukan tempat pelampiasan. Kekuatan erotik yang memancar dari kontol mang Ujang membuatnya menyerah begitu mudah.
“Ahh… mbak Alya! Ahh… enak sekali, mbak! Jilatanmu begitu nikmat! Ahh…” desah mang Ujang demi melihat bibir mungil Alya yang telah penuh oleh batang penisnya.
Alya sudah tidak lagi peduli akan suara-suara yang bergema di sekitarnya, yang ia pedulikan sekarang adalah bibirnya yang terus melumat penuh nafsu penis mang Ujang yang aroma, besar dan panjangnya mampu membuatnya terlempar melayang dalam jerat erotik tanpa batas. Belum pernah ia menyaksikan pesona penis seindah, sebesar dan sepanjang ini. Alya tidak mampu mengukur seberapa besar ukuran sebenarnya. Yang jelas, benda ini 2 sampai 3 kali lebih besar dari punya Ramzy. Padahal dengan Ramzy saja, Alya kadang-kadang tidak kuat menghadapi, apalagi dengan ini? Ugh, entah bagaimana rasanya. Membayangkannya saja sudah membuat nafsu birahi Alya melambung tinggi hingga jutaan kali.
“Oohh, ampuni aku, pah, aku telah terjajah dan diinjak-injak oleh birahiku sendiri. Ampuni aku, paahh…” batin Alya dalam hati.
Penis mang Ujang telah membangkitkan gelombang dahsyat pada dirinya, membuat Alya tak mampu lagi menanggulangi kecuali akhirnya pasrah dalam sejuta kenikmatan yang ditawarkan oleh si sopir tua. Saat jari-jari mang Ujang membongkar dan melepas busananya, bukannya melawan, Alya malah menantinya dengan penuh nafsu. Dan ketika terasa jari-jari tangan itu memelintir puting susunya, tak terbayangkan lagi, entah di langit yang ke berapa ia melayang-layang dalam nikmat birahi yang tak terperikan ini.
Kini tubuh Alya sudah telanjang bulat. Begitu juga dengan mang Ujang. Selangkangan laki-laki itu masih mengangkangi wajahnya, membuat Alya seperti anak lembu yang lagi menyusu pada puting induknya. Alya terus menggerakkan mulut dan bibirnya ke biji pelir dan batang penis mang Ujang, mencucup dan menghisapnya kuat-kuat untuk meraih kenikmatan yang telah disiapkan oleh laki-laki tua itu sebagai jawaban atas kehausan nafsu birahinya. Tangan Alya yang kini tidak bisa dikontrol, ikut ambil bagian dengan menggenggam penis sang sopir tua, ia mengocoknya pelan hingga mulutnya lebih leluasa mencium dan menjilati pangkal dan batangnya.
“Ehss… mbak… oughhh…” desahan dan rintihan yang terus keluar dari mulut mang Ujang menjadi pendorong semangat bagi Alya agar mulutnya menjilat lebih ganas lagi. Cekalan jari-jari mang Ujang pada rambutnya menjadikan Alya makin liar menyusup-nyusup lidah ke biji pelir laki-laki itu. Dia telah sepenuhnya terbakar nafsu birahi sekarang.
Tak ada lagi hambatan dan norma-norma yang bisa menghentikannya. Alya tidak protes saat tangan-tangan kurus mang Ujang mengangkat dan membimbingnya untuk naik ke atas ranjang. Dengan pantat masih tetap di tepian ranjang dan lutut yang bertumpu di lantai, Alya telungkup di kasur tempat tadi dia bergumul bersama Ramzy, suaminya, yang kini sudah ia lupakan sepenuhnya. Ia rasakan tubuh kerempeng mang Ujang mulai menindih tubuhnya. Laki-laki itu memagut kuduknya, juga lehernya, lalu tengkuk, dan dilanjutkan bahu dan akhirnya seluruh lembah dan dataran punggung Alya, dicium dan dijilati hingga meninggalkan bekas-bekas cupang memerah yang berserakan disana sini. Sambil melakukannya, tangan mang Ujang menggapai tangan Alya yang terentang di kasur, dan meremas jari-jarinya untuk bersama-sama menelusuri nikmat itu. Itulah awal saat tangan-tangan si sopir pribadi mulai menyusuri lengannya, hingga ke wilayah ketiaknya, dan terus berlanjut hingga ke buah dada Alya yang bulat menggoda. Remasan-remasan tangan mang Ujang ke kedua payudaranya memaksa Alya untuk mendesah dan merintih dengan hebatnya.
”Mang ujang… ampuunn… ughhhh… enaknya…” Dan kemudian dia langsung terhempas ke jurang yang sangat dalam saat bibir dan lidah mang Ujang meluncur dari punggungnya, melewati wilayah pinggulnya, menjilati sedikit bulatan bokongnya, sebelum akhirnya turun lagi untuk mendesak belahan pantatnya.
Alya benar-benar tidak mampu mengelak dari kenikmatan tak terperi yang diberikan oleh laki-laki tua itu. Baru kali ini ada seseorang yang dengan sukarela mau menjilati pantatnya, lubang duburnya, lubang pembuangan kotorannya. Lidah kasar mang Ujang bergerak melingkar, seperti mengebor lubang pantatnya. Bibir laki-laki itu menyedot cairan yang keluar dari pantat Alya. Dia tampak tidak jijik sama sekali dengan semua itu.
Mang Ujang melahap semua cairan yang ditemuinya di sekitar pantat sang majikan, menyedotnya habis hingga pantat Alya tampak makin mulus dan mengkilat. Sambil melakukannya, mang Ujang juga meremas-remas bulatan pantat Alya penuh kemesraan. Semua itu menjadikan Alya serasa terbang ke awang-awang, nikmatnya sungguh tak terperi. Pada posisi berikutnya, ia merasakan pinggul dan pantat mang Ujang mendesak-desak bokongnya, seperti berusaha memasuki lubang senggamanya dari belakang. Rasa nikmat yang dirasakan Alya membuatnya refleks meraih batang penis yang hangat itu. Ia menggenggamnya mantap dengan jari-jari tangannya yang lentik, merasakan betapa panjang, besar dan kerasnya benda itu dan mengarahkannya tepat ke lubang yang dituju.
Vagina Alya yang telah lama menanti, tampak telah basah kuyup oleh cairan birahi. Benda itu menghangat dalam lelehan lendir yang tak henti-hentinya mengalir keluar dari lubangnya. Alya merasakan katup bibir kemaluannya langsung mengencang saat penis besar mang Ujang mulai menembusnya. Dia merasakan kegatalan pada tepi-tepi klitorisnya sedikit terobati saat benda itu menggesek pelan di sana. Dinding-dinding vagina Alya spontan mengeras dan tegang mengetat untuk menahan tusukan penis mang Ujang yang secara pelan namun pasti terus merangsek maju, menggedor-gedor gerbang vaginanya, dan tanpa kenal menyerah terus menggesek relung vaginanya hingga ke bagian yang paling dalam. Dan ketika batang itu telah terlahap seluruhnya, laki-laki itu menghentikan desakannya sesaat. Alya marah, meradang, saat mengetahuinya. Nafsunya yang lagi di puncak, tiba-tiba diputus dengan cara seperti ini.
“Kurang ajar kamu, mang! Mengapa kamu tega menyiksaku dengan cara seperti ini?” batinnya dalam hati.
Dengan perasaan jengkel, tak ayal Alya segera berusaha menggerakkan bokongnya untuk menjemput batang penis itu agar tidak diam saja. Untungnya, mang Ujang cepat mengerti. Dengan tangan kirinya, laki-laki itu meraih rambut Alya yang terurai berantakan di punggungnya, dan seperti layaknya seorang sais profesional, ia menariknya ke belakang hingga kepala Alya terdongak. Sambil mulai menghantamkan penisnya keluar masuk di dalam vagina sempit sang majikan, mang Ujang menggunakan rambut hitam Alya seperti tali kekang kuda.
“Aghhh… mang, ampuunn… kontolmu itu… aahh…” genjotan mang Ujang membuat seluruh ranjang bergoyang-goyang.
Alya berusaha meraba-raba mencari pegangan untuk menahan rasa nikmat yang ia terima. Korbannya adalah seprei ranjang hotel yang segera digenggam dan diremas-remasnya kuat-kuat hingga terbongkar lusuh tak karuan.
“Mang… pelan-pelan, mang… ughhh… pelan-pelan…” setiap tusukan penis mang Ujang ke kemaluannya selalu menghasilkan siksaan sekaligus kenikmatan bagi Alya.
Rintihannya terus bergema memenuhi seluruh isi kamar, seakan meminta dan memohon, entah kepada siapa, untuk turut serta berbagi siksa nikmat yang sedang diterimanya. Rintihan itu terus menerus ia keluarkan mengiringi kocokan penis mang Ujang yang tidak menampakkan tanda-tanda kapan hendak berhenti. Kemudian, dengan tanpa mencabut penisnya, mang Ujang meraih dan mengangkat kaki kiri Alya. Ia membalikkan tubuh mulus sang majikan, kemudian mendorongnya sedikit lebih ke tengah ranjang. Kaki itu tak pernah diturunkannya lagi, hanya disandarkan pada bahunya yang kurus hingga membuat selangkangan Alya menjadi sangat terbuka. Vagina mantan Puteri Indonesia itu terkuak sangat lebar, memudahkan bagi mang Ujang untuk meneruskan tusukan dan kocokannya.
“Teruuss.. Mang, teruuss.. ugh, enaakk.. enakk sekali!” kembali sensasi erotik menyambangi tubuh mulus Alya, ia merintih sambil cairan cintanya muncrat-muncrat karena desakan batang besar sang sopir pribadi.
Gelombang kenikmatan yang mengalun bertalu-talu itu membuat seluruh tubuh Alya bergelinjang tak karuan. Tangannya berusaha menggapai payudaranya sendiri untuk memijit dan meremas-remasnya penuh nafsu sebagai upaya mengurangi deraan nikmat yang tanpa batas itu. Entahlah, kesadaran Alya seperti tak tampak lagi, yang tersisa hanyalah kenikmatan luar biasa yang membuat seluruh tubuhnya semakin tenggelam dan terperosok ke dalam jurang penuh gairah. Mang Ujang menjatuhkan kaki Alya dari bahunya.
Dengan nafsu yang buas dan liar, dia merubuhkan tubuhnya ke atas tubuh mulus Alya. Dengan genjotan penisnya yang semakin cepat, ditindihnya sang majikan. Bibirnya menjemput bibir Alya dan langsung melumatnya dengan rakus. Alya menyambut dengan sama lahapnya. Lidah dan bibir mereka saling mencucup dan menghisap, membuat air liur keduanya bercampur dan saling bertukar. Tangan mang Ujang ikut merangsek dengan memijit dan meremas-remas kedua bongkahan buah dada Alya yang bergoyang-goyang indah seiring semakin cepatnya ia menghunjamkan penis. Mang Ujang merasa batangnya mentok di liang peranakan Alya yang sempit. Selama ini belum pernah ada yang mampu menyentuh lubang peranakan itu. Panjang penis Ramzy yang hanya separoh dari penis mang Ujang jelas tak akan pernah menyentuh titik lokasi itu. Padahal justru di situlah sebenarnya letak titik-titik saraf yang peka, yang mampu membuat perempuan menerima kenikmatan dari genjotan penis seorang lelaki.
Alya merasa sungguh sangat beruntung kali ini. Dengan mang Ujang, ia bisa merasakan nikmatnya. Akibat tusukan laki-laki tua itu, aliran birahinya yang selama ini tidur terpendam, perlahan mendesak keluar dari lubang vaginanya, menuntut untuk muncul ke permukaan, seperti perasaan ingin kencing yang sangat mendesak. Perasaan seperti ini belum pernah ia rasakan selama 6 tahun perkawinannya dengan Ramzy. Alya sudah sering orgasme. Tapi untuk orgasme kali ini, rasanya sungguh sangat berbeda. Benar-benar nikmat dan memuaskan. Lalu apa yang selama ini ia rasakan? Apakah itu orgasme semu? Dan apakah ini orgasme yang sebenarnya? Entahlah, dia sendiri juga tidak tahu.
Tiba-tiba saja, dengan tanpa isyarat sebelumnya, mang Ujang mengangkat kaki kanan Alya dan diseberangkan melewati tubuhnya yang merebah ke samping. Sekarang posisi Alya adalah miring membelakangi sopir tua itu yang tanpa henti terus menusukkan penisnya dan menggenjot tubuh mulus sang majikan dengan penuh nafsu. Memeluk dari belakang, tangan mang Ujang bebas menggerayangi payudara Alya yang bergoyang-goyang indah seirama dengan genjotan pinggulnya. Ia juga mencucup dan menjilati leher jenjang Alya dan memberi banyak cupang disana.
“Aghhh… mang!” Rasa ingin kencing semakin mendera tubuh hangat Alya.
Dengan sepenuh kekuatan, ia menggoyang-goyangkan pinggulnya untuk segera menjemput rasa itu. Alya berteriak, mengaduh, merintih dan berteriak kembali saat rasa nikmat itu bukannya mereda, tapi malah semakin menjadi-jadi. Ia tak dapat lagi menghindar. Rasanya sudah seperti di ujung, siap meledak untuk meruntuhkan pertahanan terakhirnya.
“Mang Ujaaangg… akuu… oohh…” tubuh Alya langsung merinding dan gemetar saat dengan kedutan-kedutan besar, ia merasa ada sesuatu yang tumpah dari dalam liang vaginanya.
Cairan itu rasanya mengalir tanpa henti, sangat banyak dan juga sangat nikmat sekali, membuat Alya terkulai lemas untuk sesaat. Sementara itu, penis perkasa mang Ujang sama sekali belum menunjukkan tanda-tanda akan berhenti, bahkan ia semakin mempercepat kocokannya. Alya pasrah saja menerimanya. Meski sedikit terasa ngilu, tapi sebanding dengan apa yang ia raih malam ini.
Mang Ujang yang rupanya masih jauh dari tujuannya, meraih tubuh Alya dan mengangkatnya ke atas hingga posisi Alya jadi telentang sekarang dengan tetap menindih tubuh si sopir tua yang terus menancap dan menggenjotkan batang penisnya. Walaupun posisi mang Ujang berada di balik punggung Alya, tapi ujung kemaluannya masih tetap saja mampu menyentuh lubang peranakan sang artis idola.
Kaku, panjang, dan besarnya penis mang Ujang membuat seakan tak ada celah yang tersisa lagi dalam ruang kemaluan Alya yang memang menjadi sangat menyempit akibat orgasmenya barusan. Alya sadar, tanpa bantuannya, mustahil bagi mang Ujang untuk meraih klimaksnya. Jadi dia berusaha bangkit dan memainkan pinggulnya. Ia goyang pantatnya yang bulat sedemikian rupa agar dapat mengimbangi genjotan mang Ujang yang semakin menggila. Bahkan kemudian Alya bergerak bangun setengah menduduki selangkangan laki-laki tua itu dengan kedua tangannya masih bertumpu pada dada kerempeng si mamang sehingga penis besar mang Ujang dapat sepenuhnya masuk dalam lahapan vaginanya.
Alya mengikuti genjotan sang sopir dengan menaik-turunkan pantatnya, membuat payudara besarnya ikut bergoncang-goncang, yang segera dipegang dan diremas-remas kuat oleh mang Ujang. Rambut Alya yang panjang sepunggung terhambur ke kanan maupun kiri, tergerai kusut tak karuan akibat genjotan edan penis si sopir tua. Tapi Alya tak pernah menduga, posisi yang sedang ia lakoni ini justru menjadi bumerang baginya. Dengan cepat gairahnya terdongkrak dan terkerek naik. Rasa gatal pada dinding vaginanya datang lagi dengan begitu cepat. Dorongan nafsu merenggut seluruh saraf-saraf pekanya kembali. Dan rasa lemas di tubuhnya langsung lenyap, berganti dengan semangat penuh gairah untuk menggenjot penis mang Ujang agar dapat lebih dalam lagi memasuki lubang vaginanya. Alya kembali kesetanan. Ia kembali merintih dan mendesah. Dialah yang sekarang mempercepat keluar masuknya penis sang sopir ke dalam jepitan kemaluannya. Batang besar, panjang dan keras milik mang Ujang membuatnya terbakar hidup-hidup, bahkan lebih keras dari yang tadi.
“Arghhh… mang!” Alya berteriak sebagai ganti desahannya, ia melakukannya untuk menjemput nikmat yang tak terperikan ini. Dan saat itulah ia kembali merasakannya.
Dari celah bibir rahimnya, desakan ingin kencing kembali mengejar ke depan, menuju gerbang vaginanya. Karena sudah tahu betapa nikmat dan dahsyatnya rasa itu, Alya pun bergegas mengejar. Genjotan dan naik turun pantatnya dibuatnya semakin menggila agar rasa itu segera datang. Sepasang payudaranya yang masih dalam genggaman mang Ujang, terlempar ke atas dan ke bawah begitu kuat akibat perbuatannya itu. Tapi Alya tak peduli. Rasa itu telah sampai di gerbang vaginanya dan siap untuk meledak, tidak mungkin untuk dilepaskan lagi. Diiringi dengan teriakan yang paling keras, dia pun orgasme sekali lagi.
“AARRGGHHHHH…!!!” Rasanya begitu nikmat saat cairan bening itu kembali menyemprot dan menyembur keluar.
Tubuh Alya sampai bergetar dan terkejang-kejang seiring lelehan cairan cintanya yang mengalir deras dari liang vaginanya. Saat itulah, tiba-tiba ada rasa marah dan benci yang menyelinap di hatinya. Alya kecewa kepada Ramzy, sang suami. Selama 6 tahun pernikahan mereka, ia merasa tidak dihargai sebagai istri. Ia merasa dilecehkan karena Ramzy tidak pernah mampu memberikan kenikmatan sebagaimana yang ia terima dari mang Ujang hari ini. Alya merasa bahwa Ramzy cuma mencari enaknya sendiri, tanpa mempedulikan perasaan atau kebutuhan Alya.
Laki-laki itu seperti tidak bersungguh-sungguh berusaha memberikan kepuasan orgasme pada dirinya dalam setiap persetubuhan mereka. Beda dengan mang Ujang, yang hanya dalam 1 kali permainan, sanggup membuatnya orgasme berkali-kali. Menyadarinya, Alya meraung menangis. Ia terisak sejadi-jadinya. Mang Ujang yang belum menyadari keadaan sang majikan, terus menggerakkan pinggulnya untuk menggenjot tubuh mulus Alya. Malah kembali ia meraih tubuh wanita cantik itu agar kembali merapat ke tubuhnya. Ketiaknya ia serang habis-habisan. Payudara Alya diremasnya penuh nafsu. Rupanya kakek tua itu juga sudah hampir mencapai puncak.
Terasa aliran spermanya sudah merasuk ke batang penisnya, siap untuk ditembakkan ke kedalaman vagina Alya yang sempit dan hangat. Menyadari hal itu, Alya segera tersadar. Ia usap air matanya dan segera melepas jepitan vaginanya pada batang penis sang sopir. Ia tidak mau mang Ujang meledak di dalam. Alya tidak mau hamil karena ulah laki-laki tua itu. Dengan tubuh sempoyongan, ia bergegas turun dari ranjang. Tapi rupanya mang Ujang salah pengertian dengan sikapnya ini. Dia berpikir bahwa Alya ingin mengubah posisi agar bisa dapat meminum air maninya, seperti yang biasa dilakukan si Mar, pembantu sebelah rumah. Jadi begitu melihat sang majikan turun, dia langsung ikut menyusul turun. Dengan tangannya, mang Ujang menekan pundak Alya agar wanita itu jongkok. Kemudian dia jambak rambut Alya yang hitam lebat hingga majikannya itu menengadah.
“Ehm, mang… aku…” Alya ingin protes, tapi terlambat.
“Ayo, mbak Alya, telan… minum pejuku…” sambil berkata, mang Ujang menyodorkan penis besarnya ke mulut Alya, meminta wanita cantik itu untuk menghisap dan menampung spermanya.
Tidak bisa melawan, Alya pun membuka mulutnya. Dia telan penis itu dan dihisapnya dengan rakus. Tapi baru juga beberapa jilatan, tiba-tiba…
“Argghhhhh… mbak Alya! Aku keluar! ARGHHHH…!!!” terdengar suara mang Ujang yang meregang penuh kenikmatan.
Desahan dan rintihannya memenuhi ruang sempit kamar hotel, bersamaan dengan semprotan cairan putih kental yang amat banyak dari batang penisnya, yang tanpa ampun tumpah ruah memenuhi mulut manis Alya.
“Hmph, glek!” Alya segera menelan semuanya agar tidak tersedak.
Dia berusaha agar tak ada setetespun yang tercecer. Di luar dugaan, meski tidak pernah melakukan ini sebelumnya, rasanya ternyata tidak begitu menjijikkan. Ia menyukainya. Kenapa Ramzy tidak pernah melakukan ini sebelumnya? Ah, sekali lagi Alya kecewa dengan laki-laki itu. Kelelahan, mereka sama-sama tergolek di tempat tidur, telentang bersisian di atas ranjang dengan tubuh tetap telanjang. Kenikmatan nafsu birahi sejenak membuat Alya sedikit terlena. Ia agak gelagapan saat mang Ujang mencolek payudaranya untuk menarik perhatiannya. Dia melenguh manja ketika tangan laki-laki itu terus turun untuk mengelus dan memainkan lubang vaginanya yang sudah sangat basah dan memerah. Mereka berpelukan dan saling memagut sesaat.
“Kenapa mang Ujang begitu berani pamer burung tadi?” tanya Alya penasaran. Mang Ujang hanya memberikan senyum tipis sebagai jawaban.
“Apa tidak takut aku teriak?” tanya Alya lagi.
Kembali laki-laki itu tidak menjawab. Alya sebenarnya tidak butuh jawaban, karena 9 dari 10 wanita, entah itu gadis, istri ataupun janda, pasti akan melakukan hal yang sama dengannya. Mereka akan langsung jatuh terduduk apabila dihadapkan pada pemandangan yang sedemikian spektakuler, sebuah tampilan penis super besar yang begitu mempesona dan menggetarkan jiwa.
“Saat pertama datang, mang Ujang terkesan sangat sopan, sama sekali tidak menampakkan akan berlaku ‘kurang ajar’ kepadaku. Tapi kenapa mang Ujang bisa nekat seperti tadi?” Alya bertanya lagi.
Kali ini mang Ujang mau menjawab. “Karena ada kesempatan, bu.” Dia kembali memanggil ’Bu’, tanda kalau suasana sudah kembali ’normal’. Mang Ujang bercerita kalau sudah sejak lama ia menginginkan dan mengagumi tubuh mulus Alya. Naluri kelelakiannya mendorong untuk selalu mencari kesempatan, tapi tidak pernah didapat karena Alya memang jarang sendirian. Begitu tahu kalau tadi mereka cuma berdua saja di kamar hotel, Mang Ujang sadar inilah kesempatan emas baginya untuk bisa mencicipi tubuh mulus sang majikan. Dan dia memanfaatkannya dengan baik.
“Jadi tadi spontan aja, gitu?” tanya Alya penasaran.
Mang Ujang mengangguk mengiyakan, “M-maaf, bu, karena sudah berlaku kurang ajar sama ibu. Saya siap dipecat! Tapi saya mohon, jangan tuntut saya ke pengadilan, saya benar-benar khilaf. Saya takut dipenjara, bu!” rengeknya.
Alya tertawa mendengarnya, “Siapa juga yang mau nuntut mang Ujang. Saya malah suka dengan kenekatan mamang.”
Perkataan Alya membuat laki-laki tua itu melongo, “S-suka? Maksudnya?” dia bertanya tak mengerti.
“Ya pokoknya suka. Dan sekarang, saya memutuskan untuk pulang besok pagi aja. Saya mau mang Ujang tidur di sini untuk menemani saya malam ini, ” sambil berkata demikian, Alya makin mengeratkan pelukannya ke tubuh kurus sang sopir pribadi.
“Ehm, b-baik, bu,” dan sebagai laki-laki normal, tentu saja mang Ujang tidak menolaknya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar