Dendam Si Pemerkosa (2)


“Itu pasti gerombolan si Kodir, dia memang sudah lama kami buru,” kata polwan yang duduk di depan Ina sambil memandangi foto TKP yang menunjukkan gambar ukiran huruf kapital K di tanah.

“Ciri-cirinya memang begini, selalu meninggalkan inisialnya sendiri. Entah apa maksudnya, mungkin sebagai ciri khas, tampaknya ia bangga dengan hasil kejahatannya,” tambah polwan itu lagi.

“Kami sebenarnya sudah sering hampir berhasil menangkapnya, namun disaat-saat terakhir, ia selalu berhasil lolos. Coba mbak lihat ini!” Polwan itu menunjukkan koran terbitan hari ini.

Ina membaca headline di halaman keempat.

“Sudah ada perintah tembak mati dari atasan, tapi tampaknya ia tidak takut mati, malah menigkatkan frekuensi kejahatannya,” kata polwan itu lagi.

Sesaat kemudian terdengar pintu ruangan diketuk, rupanya anak buah polwan itu melaporkan bahwa posisi Kodir berhasil dilacak.

“Bagus, segera siapkan tim untuk penyergapan!!” perintahnya.

Sejumlah personel polisi segera bersiap, enam mobil patroli disiapkan dan kemudian berangkat dengan bunyi sirine yang terdengar meraung-raung. Polwan itu sendiri yang langsung memimpin penyergapan.

Yuliana, atau lebih sering dipanggil bu Ana oleh anak buahnya, adalah seorang polwan yang masih terlihat cantik di usianya yang kini menginjak 35 tahun. Tubuhnya masih tampak langsing layaknya seorang gadis karena Ana pandai merawat tubuhnya. Paling tidak sebulan sekali ia mengunjungi spa untuk lulur ditambah hal-hal lainnya. Selain itu ia selalu menjaga pola makannya sehingga ia tetap terlihat bugar. Ana saat ini berstatus janda tanpa anak setelah bercerai dengan mantan suaminya setahun yang lalu.

Kembali ke penyergapan, sekarang rombongan mobil patroli tersebut berada di kawasan yang sepi penduduk. Melalui radio polisi, Ana memerintahkan para anak buahnya untuk mematikan sirine karena akan menarik perhatian. Iring-iringan mobil itupun bergerak mendekati sebuah rumah tua yang tampak tak berpenghuni, rupanya di tempat itulah yang ditengarai sebagai tempat persembunyian sementara Kodir cs.

Para polisi itupun turun dari kendaraan dan berpencar. Sebagian mengendap-endap dari pintu belakang dan sebagian lagi langsung menyergap dari pintu depan. Pasukan dari pintu depan langsung mendobrak pintu dan menyergap masuk dengan senjata api berada di genggaman masing-masing. Di dalam, terlihat tiga orang anak buah Kodir yang langsung mengangkat tangan setelah melihat kedatangan polisi yang menodongkan senjata api. Tetapi, tidak tampak kehadiran si gembong penjahat, kemungkinan melarikan diri kearah pintu belakang. Benar saja, polisi yang menyergap dari belakang bertemu muka dengan Kodir. Maka terjadilah baku tembak sengit.

Seorang anggota terluka terkena tembakan jitu si Kodir. Baku tembak terus berlangsung selama kurang lebih tiga menit. Hingga kemudian, “Dor!!” Sebutir timah panas bersarang di punggung Kodir, seketika badannya pun jatuh tersungkur dan tertelungkup, nafasnya tampak tersengal-sengal, kelihatannya ia sedang sekarat. Peluru yang bersarang di punggung Kodir tadi rupanya berasal dari pistol AKP Yuliana yang datang dari arah belakang Kodir.

Kodir yang sekarat membalikkan tubuhnya sehingga telentang, ia ingin melihat siapa penembaknya. Dengan mata melotot, Kodir memandangi wajah Ana dengan setengah kejang dan nafas tersengal sembari mengarahkan telunjuknya kearah Ana seolah mengatakan “Awas kau!”

Beberapa saat kemudian Kodir menemui ajalnya.

Ana tampak puas dengan kinerja anak buahnya yang berhasil menemukan lokasi persembunyian Kodir cs yang selama ini dikenal licin bagai belut. Catatan kriminal Kodir cs pun berhenti hari ini. Masyarakat bisa lebih tenang mengetahui kematian Kodir.

Satu bulan berlalu sejak peristiwa itu, angka kejahatan memang menurun cukup tajam karena selama ini Kodir cs lah yang paling sering melakukan tindakan kriminal. Masyarakat dan polisi benar-benar bisa tidur lebih nyenyak semenjak kematian bos penjahat tersebut.

Sore itu, Ana tiba di rumahnya yang dindingnya bercat putih. Setelah memarkir mobilnya dan mengunci pagar rumah, Ana masuk kedalam rumah, badannya terasa letih sehingga ia berpikir untuk mandi air hangat agar rasa letih yang dirasakannya dapat berkurang. Setelah menutup dan mengunci pintu depan, Ana memasak air yang akan dipergunakan untuk mandi. Sambil menunggu air mendidih, Ana meneguk soft drink dingin yang disimpan di lemari es sambil menyalakan pesawat televisi.

Selang sepuluh menit, air tampak sudah mendidih. Dengan membawa panci berisi air panas, ana menuju kamar mandi, air itupun dituangkan kedalam bak mandi, Ana menyalakan keran agar air panas itu bercampur dengan air dingin dan menjadi hangat. Maklum, kamar mandinya masih model lama, sehingga jika ingin mandi air hangat, caranya ya manual seperi ini. Setelah derajat kehangatan air dirasa sudah cukup, Ana mematikan keran. Ia lalu menuju kamar tidurnya dan membuka lemari pakaian, sebuah daster berwarna hijau muda diambilnya.

Iapun melangkah kembali menuju kamar mandi, kemudian menutup pintu kamar mandi dan menguncinya. Setelah menggantungkan daster dan handuk, Ana mulai membuka kancing seragam polisinya sehingga terlihat payudara 34C nya yang masih terbungkus bra putih. Setelah menggantungkan baju seragamnya, Ana melepas pengait branya dan kemudian menggantungnya.

Kini tubuh bagian atas Ana sudah telanjang, tampak payudaranya yang montok dengan puting berwarna kecokelatan. Kemudian Ana menurunkan resleting rok coklatnya dan melorotkannya sekaligus dengan celana dalam putihnya sehingga kini Ia sudah telanjang bulat. Setelah menggantung rok dan celana dalamnya, Ana mulai meraih gayung dan mulai mengguyur tubuhnya. Rasa hangat menjalari seluruh tubuhnya dan mampu mengusir rasa pegal yang tadi dirasakan. Setelah beberapa kali guyuran dan tubuhnya basah, Ana mengambil sabun.

Pertama-tama ia menyabuni kedua tangannya yang diikuti kemudian dengan kedua bukit kembarnya, ia menyabuni payudaranya dengan berputar-putar dan berujung pada puting susunya. Proses menyabuni badan berlanjut ke punggungnya, turun ke pantatnya yang montok, kemudian beralih ke depan. Ana menyabuni perutnya yang masih rata lalu turun ke selangkangan. Cukup lama ia menyabuni vaginanya baru kemudian menyabuni kedua kakinya dan diakhiri dengan beberapa kali guyuran untuk membersihkan sabun di badannya.

Berikutnya ia mengambil botol shampoo dan mengeluarkan sedikit ke telapak tangannya kemudian mengeramasi rambutnya dan tidak lupa rambut kemaluannya. Lalu ia kembali mengguyur badannya. Terakhir, ia menggosok giginya dan kemudian bersiap keluar dari kamar mandi. Diraihnya handuk berwarna putih untuk mengelap sisa-sisa air yang masih membasahi tubuhnya. Kemudian barulah dikenakannya daster hijau muda yang tadi dipilihnya di lemari. Daster itu panjangnya kira-kira hanya sepuluh centimeter diatas lutut. Ana tidak mengenakan pakaian dalam dibalik dasternya itu karena memang kebiasaannya selama ini selalu begitu.

Usai mandi, ia mengambil seragam polisinya yang kotor beserta pakaian dalamnya dan kemudian meletakkannya di keranjang tempat pakaian kotor. Ana kemudian kembali melangkah ke ruang tengah. Ia lalu membuang kaleng soft drink yang tadi ditenggaknya ke tempat sampah. Kemudian ia duduk di sofa ruang tengah sambil menonton acara televisi. Ketika duduk, bagian bawah daster itu naik lagi sebanyak lima centimeter menampakkan kedua pahanya yang mulus. Dengan posisi duduk yang agak merenggang, jika saja ada yang melihat dari depan, pasti akan terlihat belahan vaginanya yang tertutup rambut kemaluan. Berhubung acara di televisi semuanya menayangkan sinetron, Ana memutuskan untuk mematikan televisi dan beranjak ke kamar tidur untuk beristirahat.

Jam dinding menunjukkan pukul 19.30, Ana lalu mematikan lampu ruang tengah dan menyalakan lampu kamar tidurnya. Ia kemudian memasuki kamar tidur dan menutup pintu dari dalam. Diambilnya hair dryer dan dicolokkan ke stop kontak didalam kamar, Ana lalu mengeringkan rambutnya sejenak. Setelah rambut kering, dimatikannya hair dryer dan diletakkan kembali di atas meja rias yang berwarna coklat mengkilat warna khas kayu yang dipelitur. Berikutnya, Ana menyisir rambut lurusnya yang hitam dan panjangnya sebahu. Setelah rambutnya rapi, ia menuju keatas kasur untuk segera beristirahat karena memang kedua kelopak matanya sudah berat sekali seolah ada besi menggantung dibawahnya. Ana membaringkan diri diatas spring bed yang dibungkus bed cover warna oranye bermotif kotak-kotak.

Baru beberapa detik Ana memejamkan matanya, ia langsung tertidur pulas karena kelelahan. Di dalam tidurnya ia bermimpi buruk, ada sesosok setan mengerikan yang mengejarnya dan kemudian berhasil menangkapnya, membaringkan tubuhnya dan menindih badannya.

“Tidaak, jangaan!!” teriak Ana di dalam mimpinya. Sesaat kemudian, Ana terbangun, dilihatnya sekeliling, tidak ada apa-apa. Ana pun kembali merebahkan badannya dan memejamkan matanya kembali. Beberapa saat kemudian, Ana merasakan ada kekuatan yang menindih badannya dari atas, seperti ada orang yang berada di atas tubuhnya.

Kembali Ana membuka mata, ia tidak melihat ada siapapun, namun ia masih merasakan ada yang menindihnya. Ana tidak dapat bergerak, beban yang menindih tubuhnya terasa berat dan seolah memegangi kedua tangan dan kakinya. Ana merasa seperi bermimpi karena hal ini sangat aneh. Berikutnya, Ana merasa bahwa bagian bawah dasternya perlahan tersingkap memperlihatkan sepasang paha mulusnya.

Kekuatan aneh yang menyingkap daster Ana terus mengangkat bagian bawah daster hijau hingga ke perut, tampaklah kemaluan Ana yang tidak ditutupi sehelai benangpun. Ana juga merasakan ada sesuatu seperti sebuah tangan yang menjamah kedua payudaranya dan terus meremas-remas kedua gunung kembar tersebut.

“Mmh.. apa ini? Tolong jangan ganggu saya!” ucapnya pada mahluk yang tak kasat mata itu. Tiada jawaban dari mahluk itu, yang ada hanya remasan dan jamahan yang kian menjadi di bagian-bagian tubuh sensitifnya.

“Aa.. ssh!!” Ana hanya dapat mendesah mendapatkan perlakuan demikian. Berikutnya, Ana merasakan ada benda tumpul yang menggesek-gesek bibir kemaluannya.

“Aaah!!” pekik Ana ketika benda itu menyeruak masuk kedalam vaginanya. “Aa.. enghh.. ahh!!” Desahnya ketika penis tak kasat mata itu mulai keluar masuk liang vaginanya.

Memang aneh rasanya bagi Ana, seperti diperkosa namun tak tampak pemerkosanya. Jika ada yang melihat kondisi Ana sekarang, akan tampak ia dalam posisi telentang, kakinya mengangkang, daster warna hijau mudanya tersingkap naik hingga ke perut, sementara kondisi rambutnya acak-acakan.

Ana tampak mendesah-desah sendiri, tidak tampak ada lelaki yang menancapkan penisnya, namun liang vagina Ana tampak membuka seukuran diameter penis pria. Ana merasakan kenikmatan yang luar biasa, ia sampai megap-megap dibuatnya.

Tidak lama kemudian, “Enghh.. aaaaagh!!” Ana mencapai orgasme pertamanya, cairan vaginanya sampai meleleh keluar dari kemaluannya dan membasahi seprei berikut kasurnya. Mahluk itu tidak memberikan kesempatan beristirahat pada Ana, penis yang tak tampak itu terus mengaduk-aduk bagian dalam vagina Ana.

 “Aa.. ohhh.. hhh.. ahhh!!” orgasme kembali mendatangi Ana sepuluh menit kemudian.

Ana keenakan hingga meremas-remas seprei kasurnya. Hingga tiba-tiba lima menit kemudian, mahluk itu menghentikan aktifitasnya, Ana merasakan mahluk itu menarik keluar penisnya. Ana terengah-engah, ia tidak tahu apa yang terjadi barusan, sangat aneh namun juga sangat nikmat. Ana beranjak dari kasur dan merapikan dirinya, tiba-tiba ia melihat sesuatu, rupanya di cermin rias tertulis huruf kapital K!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar