Akhir-akhir ini, tindakan kejahatan di dalam taksi sering sekali terdengar. Korbannya bisa sopir ato si penumpang. Di kota besar seperti Jakarta, peristiwa seperti itu sudah bukan hal aneh lagi bagi warganya.
Akan tetapi Cintya tak akan pernah menyangka bahwa kejadian itu akan menimpanya dan adek perempuannya Anindya.
Malam itu kedua perempuan manis itu baru saja selesai berbelanja. Baru saja kemarin Anindya mendapatkan kabar jika ia lolos audisi untuk bermain di sebuah filem layar lebar. Anindya memang aktif sebagai model dan bintang sinetron meski pun namanya belum terkenal. Tentu saja kesempatam bermain di layar lebar tak akan disia-siakan, kerana itu bersama Cintya kakaknya ia berbelanja baju di sebuah mall.
Malam itu Jakarta sedikit sepi kerana sedari sore tadi hujan turun lumayan deras, walau saat itu sudah mulai mereda. Taksi yang Cintya dan Anindya tumpangi berhenti di sebuah lampu merah saat tiba-tiba pintu belakang taksi terbuka dan masuk dua orang yang langsung mengapit kedua perempuan itu di tengah tengah. Seorang di antaranya menodongkan senjata api ke kepala Cintya. Taksi kemudian tetap melaju dengan tenang seolah tak ada apa-apa.
“Diam kalian, jangan berulah. Kita cuma butuh sedikit sumbangan... hehehehe…” ancam salah satu pria di dalam taksi. Kedua perempuan itu sangat ketakutan terutama Anindya, ia memeluk erat lengan kakaknya sembari menangis.
“Tenang. jangan takut... kita kasih aja yang mereka mau,” kata Cintya berusaha menenangkan.
“Siapa nama kalian?” tanya si Item.
“Sa..saya…Cintya. Ini adek saya, Anindya….”
“Anindya….hmmm…kayaknya ga asing yah mukanya….berapa umur kamu?”
“Tujuh..belas….” jawab Anindya dgn nada ketakutan.
“Tujuh belas ya? Wahhh... tapi buah dada kamu udah gede gitu, hahahaha…” kata si Item sembari mencolek buah dada Anindya, membuat perempuan itu semakin ketakutan.
“Toolong…jangan sakiti kami……ambil aja semua uang sama barang-barang kami,” kata Cintya berusaha mencegah terjadi hal yg lebih buruk.
“Hehehe…santai aja nona nona manis. Sekarang kita mampir dulu ke ATM ya? Hehehehe….”
Taksi itu kemudian menuju ke sebuah jajaran ATM yang tidak terlalu ramai.
“Lepaskan kami... kalian kan udah ambil semuanya…” kata Cintya sesudah salah seorang penjahat itu kembali dari ATM dan menguras uang di dalamnya sebanyak mungkin.
“Hahaha... ga bisa, emang kami bego, ntar kalian bisa langsung lapor polisi. Nanti juga kalian dilepas, tenang aja.”
Taksi itu kemudian berputar-putar sejenak kemudian masuk ke daerah yg cukup sepi, hanya beberapa rumah yg terlihat terang tanda ada penghuninya. Mereka kemudian masuk ke sebuah rumah yg sedikit terpisah dengan yang lain, lampu di dalamnya menyala tak terlalu terang.
Cintya dan Anindya digiring masuk ke dalam , ternyata di dalam sudah ada dua orang yang sedang asyik bermain catur, wajah mereka terlihat menyeramkan.
“Yoo..bro…kita bakal pesta besar nih. Gue bawa oleh oleh,” kata sopir taksi.
Dua orang yang sedang bermain catur itu adalah preman dan penjahat yang sudah malang melintang di dunia hitam. Meraka adalah Catur dan Codet. Hampir semua kejahatan pernah mereka lakukan, mulai dari copet, nodong, sampai pemerkosaan dan pembunuhan, sudah jadi mainan mereka.
Sopir taksi itu namanya Badron. Termasuk komplotan mereka juga. Dulunya Badron memang sopir taksi, akan tetapi dipecat kerana sering menggelapkan uang setoran dan pernah melakukan pelecehan seksual pada seorang penumpangnya. Karena dendam, ia nekad mencuri taksi di tempat ia bekerja, sedikit dipoles dan sekarang digunakan sebagai alat untuk melakukan kejahatan.
Sisanya yang menodongkan senjata api pada Cintya adalah Item dan kawannya Dodit, tak banyak yang tahu catatan kejahatannya akan tetapi bisa dipastikan mereka juga sama jahatnya dengan yang lain.
“Weleh weweh... siapa nih?” tanya codet.
“Yang mudaan namanya Anindya, yang satu lagi Cintya. Mereka baik loh, nih ada uang dari mereka... hahahaha...”
“Hmmm... manis manis ya. Tau aja loo bro, emang kita udah suntuk nih, kita lagi butuh hiburan,” kata Codet. Mendengar kata hiburan, sebersit ketakutan melintas di benak Cintya.
“Hi..hi..buran..ap..apa…maksud kalian?” suara Cintya bergetar kerana takut.
“Hahahaha….jangan pura pura bego deh. Hiburan ya hiburan….di ranjang…hahahaha….”
Mendengar itu, Anindya langsung menjerit dan menangis histeris sembari memeluk Cintya.
“Tolong... saya mohon... Jangan perkosa dia... dia masih kecil... tolong…” Cintya memohon sembari berusaha menenangkan adeknya.
“Masih kecil? 17 tahu sih udah dewasa dong neng. Ya ga bro?” kata si Codet dan disambut dengan derai tawa teman-temannya.
“Tolong….saya akan lakukan apa saja..asal jangan dia…tolong……” Cintya memohon.
“Wah bener nih?” tanya Catur.
“Betul... apa saja... asal jangan sentuh dia... kasihan…” jawab Cintya.
“Bagus. Oke, kalau begitu, itu mau kamu kan. Sekarang kamu buka semua baju kamu.”
“Di sini...?” Cintya ragu, “Kenapa ga di kamar...”
“Di sini, sekarang. Ato adek kamu kami perkosa beramai ramai. Cepat!” Catur tak sabar.
Sesudah berusaha menenangkan Anindya, Cintya maju ke tengah ruangan, dan mulai melepas satu persatu bajunya, ia berusaha untuk tidak menangis ato meneteskan air mata, akan tetapi wajahnya memerah kerana dipermalukan seperti ini.
“WEEIIHH…..gila men, bodinya yahud banget. Fitness loe ya?” kata Catur.
Cintya hanya menangguk pelan, dan berhenti melepaskan baju luarnya. Sekarang ia hanya menggunaka bra dan celana dalam saja, di bawah tatapan mata para penjahat penuh nafsu.
“Ayo terusin. Kok berhenti?” tanya Catur.
“Cukup….sampai sini saja….” kata Cintya.
“Terserah deh…” kata Catur lalu memberi isyarat pada kawannya.
Badron dan Item kemudian mendekati Anindya dan langsung berusaha merobek baju atas Anindya, membuat perempuan ini berteriak-teriak histeris.
“Jangan…..ga mau…..jangan……..jangaannn…”
“Tolong…jangan sakiti dia…tolong….” Cintya memohon.
Akan tetapi sekarang Badron dan Item sudah berhasil merobek baju atas Anindya, dan keduanya langsung meremas dan mengulum buah dada perempuan remaja itu, smentara teriakan Anindya terdengar kian keras dan histeris.
“Tidaaaaakk…jaaaangaannnn….cici..tolooooong… ….awaaaawwwww……”
“Baik..baik….. lepaskan dia… saya nurut...” Cintya memohon.
Catur memerintahkan kedua temannya berhenti, akan tetapi demikian keduanya masih memegang kedua tangan Anindya yang sekarang bertelanjang dada, buah dadanya terlihat kemerahan dan sedikit basah. Cintya sekarang mulai melepaskan bra dan celana dalamnya, badannya begitu terlihat indah tanpa busana, buah dadanya menonjol lepas siap untuk diremas-remas. Kemaluannya dengan bulu rambut yang tak terlalu banyak begitu menggoda, belum lagi kulitnya yang halus putih dan lembut.
“Nah... gitu kan bagus. Punya bodi ok kok ditutup-tutup. Hehehehe…”
Cintya kemudian disuruh untuk berjalan bak seorang pragawati di catwalk, tanpa busana. Demi adeknya, ia berusaha menahan malu dilecehkan seperti ini, akan tetapi ia tak punya pilihan lain walaupun otaknya terus berjalan mencari jalan untuk meloloskan diri. Catur tiba tiba maju ke tengah dan memerintah Cintya.
“Nah, nona manis, sekarang kamu berlutut. Abang punya permen loli buat kamu, hehehehe……”
Cintya berlutut dan Catur membuka celananya, mengeluarkan kemaluannya yang siap menerobos kemaluan para perempuan manis di hadapannya. Catur kemudian menggesek-gesekan kemaluannya di wajah manis Cintya, menggosok gosok di bibirnya, sampai akhirnya membenamkannya di mulut perempuan malang itu.
Dengan canggung Cintya berusaha mengemut dan menjilat kemaluan itu. Selain ukurannya, baunya dan rasa asinnya cukup membuat Cintya mual, akan tetapi ia terpaksa melakukannya, daripada adeknya yang harus mengalami semua ini, kerana ia tahu Anindya adeknya masih perawan. Kali ini Cintya tak bisa menahan air matanya jatuh.
“Aduh, cape gue berdiri. Kita ke sofa sayang,” kata Catur sembari membawa Cintya ke sofa.
Catur duduk di sofa, sementara Cintya kembali berlutut di antara kaki Catur dan mengulum penisnya kembali. Cintya sempat kelabakan saat Catur menahan kepala perempuan itu dan menghujamkan kemaluannya jauh semakin ke dalam tenggorokkannya. Cintya tersedak dan hampir kehabisan nafas, saat Cintya hampir kepayahan, Catur baru melepaskannya diringi tawa puas.
Catur kemudian menyuruh Cintya menjilati buah zakarnya dan kemaluannya perlahan ke atas dan ke bawh seperti menjilati es krim, lalu mengulumnya kembali. Waktu terasa lambat berjalan bagi Cintya sampai akhirnya, kemaluan Catur menyemburkan seluruh isinya masuk langsung ke perut perempuan manis itu.
Sesudah Cintya selesai menjalankan tugasnya, tiba-tiba Dodit datang dan langsung mengikatnya erat, sehingga ia tak bisa bergerak.
“Apa apaan ini…kenapa saya diikat seperti ini…lepaskan!” protes Cintya.
“Hehehehe... sudah, diam, hehehe... Item, Badron, ayo terusin yang tadi, gue pengen lihat bodi abg sekarang kaya apa?”
“Apa!!! Kalian sudah berjanji... jangan sentuh dia!” Cintya merasa marah dan tertipu.
“YAHHH…gimana ya, kita emang pembohong kok hahahahaha…” jawab Catur.
Item dan Badron sgera merobek seluruh baju yang terisisa di badan Anindya, perempuan ini hanya bisa menjerit jerit histeris dan menangis. Badan telanjang Anindya yang masih remaja ternyata menarik perhatian seluruh laki-laki di sana. Ia kemudian dibawa ke tengah ruangan, dan seluruh badannya tak ada yang luput dari jamahan tangan-tangan kotor itu.
“Bangsaat kalian!!!! Lepaskan dia…lep…..”
Cintya tak dapat meneruskan kata-katanya ketika Dodit dan Codet menariknya masuk ke sebuah kamar. Di sana ia dikerjai habis-habisan oleh kedua penjahat itu. Sementara itu Item, Badron, dan Catur masih asyik menjamahi badan Anindya yang masih remaja.
“Tiidaaaakk……..ga mauuuuu….ga mauuuuuuu………..” Anindya berusaha berontak, akan tetapi tentu saja ia tak punya daya apapun melawan tiga laki laki itu. Badron menghisap dengan nafsu buah dada kiri Anindya, sementara bagian kanan menjadi milik Item. Di bawahnya, Catur asyik menjilati kemaluan perawan itu.
“Hehehehe... jarang-jarang nih dapet perawan hahahaha…..” Catur tertawa senang.
“Aampuun…jang..an….aahhhww…..jangan……… ” Anindya menangis.
“Aaalllaaa... sok juah mahal. Nanti juga ketagihan. Ya gak?” kata Item.
“Iya nih, sok banget,” timpal yang lain.
“Aampuunn…jangan diperkosa……jangan…saya belum pernah…sa..saya….”
“Boleh... kamu ga diperawanin Anindya. Tapi sebagai gantinya kita masuk lewat lubang yang lain hehehe...”
“Ap..apa…maksdunya?” tanya Anindya katakutan.
“Ya bokong kamu, sama mulut kamu. Oke?”
“Baik…baik….asal jangan ambil keperawanan saya……” kata Anindya pasrah.
Item segera memposisikan Anindya, kemaluannya memukul-mukul bokong indah Anindya, dan tanpa ragu sedikitpun menembus masuk ke dalam bokong adis itu.
“Aaaaaaaaaaaahhhhhhhh..sakiiittttt……..” Anindya menangis menahan sakit saat kemaluan itu masuk menembusnya. Dan jeritan semakin keras dan menyedihkan setiap Item mendorong kemaluannya semakin dalam.
“Awww…aaahhhh…udahhhh…udaahhhhh…aahhhhh… aaaahhhhhh…uuhhh…sa…..kiiittt…aahhhh………..”
Siksaan itu berjalan cukup lama bagi Anindya sampai akhirnya ia merasakan ada cairan hangat membasahi bokongnya. Anindya menangis keras saat Item sudah mencabut kemaluannya. Ia tergolek lemah tak berdaya. Akan tetapi belum sempat ia merasa lega, Item dan Badron tiba tiba memegang kedua tangannya, smentara Catur tengah bersiap dengan kemaluannya di antara kaki Anindya.
“Ooohh..tidakk…jangan….penjahat…penipu……j angan….jaaaaaaaaahhhhhhhhhhhh…….”
Tanpa banyak bicara kemaluan Catur menembus kemaluan Anindya yang masih perawan. Anindya kembali menjerit histeris dan meronta ronta saat, kemaluan itu mengacak-acak keperawannannya.
“Aaaaaaaaaaaaaa…..tidaaaaaaaaaaaakkk……….aaa awwwwwww……….”
Tangisan perempuan itu tentu menjadi stimulus para pemerkosanya. Catur malah semakin kencang menggenjot Anindya. Sementara kemaluannya diacak-acak, buah dadanya tak lepas dari remasan-remasan nakal Catur, putingnya dicubit dan ditarik-tarik. Catur menggeram keras ketika pada akhirnya ia sampai di puncak kenikmatan, cairan putih bercampur merah meleleh keluar dari kemaluan Anindya.
Wajah manisnya basah oleh keringat dan airmata, seluruh badannya terasa sakit lemas seolah tak bisa digerakkan, ia mengguman gumam tak jelas. Malam masih panjang... penderitaan kedua perempuan itu masih akan terus berlanjut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar