Celsi (1)

--PERINGATAN: Cerita di bawah ini mengandung adegan penyiksaan.
Jika Anda tidak menyukai cerita kekerasan, Anda mungkin akan merasa terganggu--

11:00

Dalam rangka memperingati ulang tahunnya yang ke-21, Celsi mengajak teman-temannya berlibur di sebuah resort pinggir pantai di daerah Sulawesi selama sepekan. Hari ini, Celsi dan teman-temannya memutuskan untuk pergi berselancar. Karena semua temannya adalah wanita, dan pantai tersebut sangat sepi dan terpencil, maka Celsi tidak risih dengan hanya menggunakan pakaian renang yang cukup seksi.

"Hati hati Cel, ombak hari ini lumayan gede loh," kata salah seorang teman Celsi untuk memperingatkannya.
"Ah tenang aja, udah biasa kok," ujar Celsi santai, tanpa tahu apa yang akan menimpa dirinya di hari itu.

Ternyata benar kata teman Celsi, ombak hari itu lebih keras dari biasanya. Teman-teman Celsi memilih untuk tidak berenang terlalu jauh ke tengah laut, namun Celsi yang pemberani memilih untuk terus berenang ke tengah untuk mencari ombak yang lebih menantang. Alhasil, tubuh Celsi dihempas oleh sebuah ombak besar dan menghantam sebuah karang hingga ia pingsan. Tubuhnya yang tidak sadar itu terombang-ambing oleh ombak, hingga terbawa ke sebuah daerah yang agak jauh dari resort tempat ia menginap.


14:00

Saat sadar dari pingsannya, Celsi menemukan dirinya tergeletak di pinggir sebuah pantai. Tidak ada siapa-siapa di pantai itu, kecuali dirinya yang masih mengenakan pakaian renang, dengan kepala yang agak terluka akibat benturan tadi. Dengan upaya untuk mencari pertolongan, Celsi berjalan masuk ke daratan yang dipenuhi pohon-pohon.


14:30

Setelah berjalan kira-kira setengah jam, Celsi akhirnya tiba di sebuah desa. Desa itu sangat terpencil, hampir tidak ada akses jalan keluar-masuk dari sana. Tiba-tiba seorang pria menunjuk Celsi dan berteriak.

"Heh siapa kamu? Dari mana kamu datang?" ujar pria itu dengan nada keras.
"Emm.. saya tersesat sampai ke sini, bisa tolong bantu saya mencari jalan pulang?" ucap Celsi dengan terbata-bata karena ketakutan melihat sosok dan mendengar suara pria itu.

Tanpa mengindahkan permintaan Celsi, pria itu bersikeras untuk membawa Celsi ke pemimpin desa tersebut. Pemimpin desa tersebut adalah seorang pemuka adat, ia yang berhak memutuskan hampir segala hal dalam desa itu. Ternyata di komunitas itu berlaku peraturan bahwa wanita yang berpakaian tidak sopan harus dihukum cambuk sampai mati. Setelah mendengar sang pemuka adat membacakan aturan itu, Celsi langsung merinding ketakutan, mengingat ia masih mengenakan hanya pakaian renang. Celsi semakin ketakutan ketika melihat mata para pria yang berkumpul di tempat itu, yang menatap tubuh Celsi yang seksi dengan tatapan liar.


14:50

Pemuka adat desa itu mengumpulkan semua pria dewasa di desa itu, yang jumlahnya kurang lebih 50 orang. Beberapa pria menyeret Celsi ke tengah sebuah lapangan kosong, lalu mengikat tangan Celsi ke belakang kepalanya. Dengan posisi tangan terikat ke belakang kepala, terlihat ketiak Celsi yang putih, mulus, dan terawat, serta payudaranya yang menjadi agak tertarik ke atas. Sungguh merupakan pemandangan yang menggiurkan semua pria di tempat itu. Di tempat terpencil seperti itu, jarang sekali mereka melihat gadis secantik Celsi.

Dengan kasar, mereka melucuti bagian atas pakaian renang Celsi, lalu memeloroti bagian bawahnya. Terlihatlah payudara Celsi yang bulat dan padat, dengan puting susu yang mengacung karena berjam-jam terendam air, dihiasi aerola yang berwarna pink. Perutnya sangat rata, menambah kesempurnaan lekuk tubuhnya. Vaginanya yang ditutupi oleh bulu-bulu halus juga terpampang di hadapan kelimapuluh pria yang semuanya memandangi tubuh Celsi dengan decak kagum. Rambutnya yang hitam panjang dengan ujung yang agak bergelombang, masih basah karena terendam air, menambah nafsu para pria itu.

Sang pemuka adat memutuskan bahwa kelimapuluh pria itu berhak mendapatkan giliran untuk mencambuki tubuh Celsi yang kini telanjang bulat itu. Celsi yang tidak bisa berbuat apa-apa karena dikelilingi puluhan orang itu hanya menutup matanya, pasrah akan apa yang akan terjadi pada dirinya, dengan harapan ini hanyalah mimpi dalam tidurnya. Harapan itu buyar ketika cambukan pertama mendarat di pantat Celsi, meninggakan bekas garis merah di bongkahan pantat yang terlihat kenyal itu. Celsi tidak bisa bernapas selama sekian detik, lalu berteriak sekeras-kerasnya akibat rasa sakit dan panas yang luar biasa pada pantatnya. Belum sempat pulih dari rasa sakit itu, cambuk itu telah dioper ke pria kedua, yang mengarahkan cambuk itu ke punggung Celsi. Cambukan itu lebih keras dari yang pertama, sehingga Celsi jatuh tersungkur ke tanah.

Sang pemuka adat menendang tubuh Celsi dan memaksanya untuk bangkit berdiri. Dengan keadaan tangan yang terikat ke belakang, sangat sulit bagi Celsi untuk bangkit berdiri, sehingga perlu dibantu oleh sang pemuka adat, walaupun dengan sangat kasar. Sesegera Celsi kembali bangkit berdiri, cambukan ketiga mendarat di dekat puting susunya, disusul dengan cambukan keempat di perutnya. Setelah cambukan kedelapan, Celsi kembali jatuh karena begitu kerasnya cambukan-cambukan itu. Merasa bahwa Celsi akan terus terjatuh dan kesulitan untuk bangkit berdiri, sang pemuka adat memaksa Celsi untuk berlutut, dengan posisi pantat yang terangkat dari tanah.

Cambukan demi cambukan mendarat di tubuh Celsi yang tadinya putih mulus itu, berselang-seling dengan jeritan memilukan yang keluar dari mulutnya. Berkali-kali Celsi terjatuh dan dipaksa untuk kembali berlutut untuk menerima kesakitan yang lebih dalam lagi.


15:25

Kelimapuluh pria di desa itu sudah mendapatkan giliran mencambuki tubuh Celsi, bahkan beberapa di antara mereka sudah mendapatkan kesempatan lebih dari sekali. Celsi kini hanya tergeletak tak berdaya di tanah, tidak sanggup untuk bangkit berlutut lagi. Sekujur tubuhnya dipenuhi garis-garis merah bekas cambukan yang kejam itu. Akhirnya sang pemuka adat menghentikan penyiksaan terhadap Celsi dan beranjak mendekati tubuh Celsi. Kemudian ia menyeret Celsi untuk bangkit berdiri, walaupun masih dalam keadaan sempoyongan. Celsi masih terus merintih akibat rasa perih di sekujur tubuhnya, terutama di pantat, payudara, dan sekitar kemaluannya, yang menjadi bagian tubuhnya yang paling sering menjadi sasaran cambukan.

Setelah berdiskusi dengan pria-pria lainnya, sang pemuka adat memutuskan untuk menahan Celsi di desa itu untuk sementara waktu. Mereka kemudian menggiring Celsi untuk menuju ke pinggiran desa tersebut. Untuk menambah penderitaannya, mereka mengikatkan sebuah pemberat ke pergelangan kaki Celsi, sehingga ia sulit untuk melangkah. Di lehernya, dikalungkan sebuah papan kardus yang bertuliskan 'Pelacur Murahan - Siksa Saya Sepuasnya', membuat Celsi semakin merasa terhina.

Selama perjalanan, mereka tidak henti-hentinya mencambuki punggung dan pantat Celsi dari belakang, sambil memaksanya untuk berjalan lebih cepat. Hampir seluruh warga desa itu keluar dari rumahnya masing-masing untuk menyaksikan arak-arakan penyiksaan itu, mulai dari anak kecil sampai orang tua. Beberapa dari mereka bahkan melempari tubuh Celsi dengan telur busuk atau bebatuan, menambah luka-luka di tubuh malang itu.


16:10

Setelah perjalanan yang cukup panjang, dikarenakan Celsi yang berkali-kali terjatuh karena beban di kakinya dan cambukan dari belakang, akhirnya mereka tiba di pinggiran desa. Mereka melepaskan ikatan di tangan dan kaki Celsi, lalu mengikatkan tubuh telanjang itu di sebuah tiang lampu. Kedua tangannya dinaikan ke atas, lalu pergelangan tanggannya diikat ke belakang tiang lampu itu. Demikian juga dengan kedua kakinya, diikatkan dengan tali tambang ke tiang lampu tersebut. Kaki Celsi terangkat beberapa jengkal dari tanah, sehingga seluruh beban tubuhnya bergantung pada tangannya yang diikat keras-keras. Dengan posisi yang agak tinggi, kini semua orang yang berkumpul di sana dapat melihat tubuh Celsi yang terlihat semakin menggairahkan karena keringatnya dan luka-luka di sekujur tubuhnya. Mereka pun meninggalkan tempat itu, dan membiarkan Celsi yang telanjang bulat tergantung di tiang lampu itu.



17:00

Hujan lebat turun mengguyur desa itu, juga membasahi tubuh Celsi yang tidak tertutup sehelai kain pun. Keadaan itu membuat Celsi menggigil kedinginan, menambah penderitaannya yang masih berusaha menahan rasa sakit akibat siksaan-siksaan sebelumnya.


19:00

Hari sudah malam, dan hujan pun telah reda. Para penduduk berlalu-lalang melewati jalan tempat di mana Celsi tergantung di tiang lampu. Beberapa wanita memandang Celsi dengan ekspresi jijik, berbeda dengan setiap lelaki yang berhenti sejenak ketika melewati tiang itu, untuk memandangi keindahan tubuh Celsi. Namun mereka tidak berani menyentuh tubuh Celsi, karena takut dikenai hukuman bila ada yang melihat kejadian itu.


19:20

Beberapa anak lelaki kecil melewati tiang itu dan berhenti karena melihat sesuatu yang tidak biasa mereka lihat. Mereka menertawakan Celsi serta mengata-ngatainya pelacur murahan, seperti papan yang masih tergantung di leher Celsi. Celsi yang merasa kesal karena diolok-olok anak kecil itu menyuruh mereka untuk diam. Bukannya menuruti permintaan Celsi, anak-anak itu membisikan sesuatu ke telinga temannya. Lalu, bersama-sama mereka memeloroti celana masing-masing dan mengencingi paha dan kaki Celsi. Beberapa bahkan menggesek-gesekan penisnya ke paha Celsi untuk memeperkan air kencingnya. Celsi semakin merasa terhina karena diolok-olok dan dikencingi oleh anak-anak itu.


19:45

Seorang pedagang buah melewati jalan itu dan berhenti sejenak untuk melihat 'fenomena' desa itu. Tubuh Celsi yang masih basah karena diguyur hujan nampak mengkilap saat terkena cahaya lampu jalan di atasnya. Pemandangan itu semakin menggairahkan si pedagang buah, yang menatapi tubuh Celsi dari ujung kepala hingga ujung kakinya. Melihat daerah kemaluan Celsi yang ditumbuhi bulu-bulu halus, si pedagang buah itu mendapatkan sebuah ide. Ia mengambil pisau buah yang selalu ia bawa saat berjualan. Lalu dengan kasar, si pedagang buah mencukur rambut kemaluan Celsi hingga botak. Pisau itu beberapa kali mengenai daging Celsi, sehingga ia merintih kesakitan dan meminta si pedagang buah untuk berhenti. Setelah rambut kemaluannya dicukur habis, vagina Celsi yang masih berupa garis tipis kini terlihat jelas. Si pedagang buah itu hendak menyentuh selangkangan Celsi ketika Celsi berteriak keras-keras. Takut perbuatannya itu diketahui penduduk yang lain, si pedagang buah itu cepat-cepat melarikan dirinya.


19:50

Mendengar jeritan Celsi, seorang pria menghampiri tiang itu, namun ia tidak menemukan siapa-siapa di situ, kecuali Celsi yang berusaha minta tolong. Untuk menghentikan rintihan minta tolong itu, pria tersebut mengambil kain dari kantongnya, lalu menyumpal mulut Celsi hingga tidak bisa bersuara. Pria itu cukup terkejut ketika melihat daerah kemaluan Celsi yang sudah botak, lalu muncullah sebuah ide jahat dalam kepalanya. Ia mengambil sebatang rokok dari kantongnya, lalu menyalakan rokok tersebut. Setelah menghisapnya beberapa kali, ujung rokok yang menyala itu disundutkan ke vagina Celsi. Jeritan Celsi tertahan oleh kain yang menyumpal mulutnya, namun tubuhnya berguncang hebat karena rasa sakit di vaginanya itu. Berulang kali pria itu menyundutkan rokok panas tersebut ke vagina Celsi, semakin lama semakin ke dalam. Tidak hanya vagina Celsi, rokok itu juga menyentuh pusar dan kedua puting susu Celsi, meninggalkan bekas hitam. Setelah puas menyiksa tubuh Celsi dengan rokok, pria itu meninggalkan Celsi yang terus merintih kesakitan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar