Ternodanya si Bunga Desa (2)


"Iya..begitu..teruss..teruss ouwhh.." datuk Darkonang mendesah dalam buaian mulut dara belia ini yang terus menjilati tonggak kejantanannya yang mengkilap-kilap basah oleh air liur Aisiah nan terus menjalari hangat diseputar kontolnya.

Kepala gadis itu masih dalam genggamannya dan dengan gerakan-gerakan dari tangannya membuat wajah gadis itu mengulas batang pelirnya sekaligus memberi arahan agar dara belia itu belajar bagaimana caranya melayani lelaki dalam permainan asmara penuh paksa ini. Bagaikan terseret-seret kepala Aisiah ke sana ke mari mengitari kontol si datuk yang berwarna sawo matang ini. Apa yang dirasakan dara belia cantik ini adalah rasa mual karena sama sekali belum terbiasa menjilati dan mengulum kemaluan lelaki.

Baginya, kontol si datuk begitu menjijikan di mulut mungilnya. Apalagi aroma baunya sangat kentara di hidungnya yang bangir. Tetapi si lebai mayang ini tak mempunyai pilihan lagi ketimbang
tunangannya harus meregang nyawa di tangan mereka. Wajah cantiknya seakan terpendam dalam rimba belantara jembut kontol lelaki itu dan dagunya bertopang pada kedua biji pelir datuk yang tergantung penuh keperkasaan ini dengan hampir semua batang kejantanan masuk ke celah bibirnya nan mungil menembusi kerongkongannya sudah.

Semua ini rela dilakukannya demi keselamatan Dimas, kekasih sekaligus tunangannya.

Puas memerawani mulut dara belia ini membuat datuk sudah sampai pada saatnya untuk segera melaksanakan haknya sebagai seorang lelaki terhadap perempuan ini. Anak buah datuk ini sebenarnya sangat banyak, namun kini ia memerintahkan ketiga anak buahnya yang sangat beruntung sekali dapat menjadi orang kepercayaannya malam ini untuk menyiapkan ke arah tahap keintiman yang lebih dalam lagi.

Kini tubuh telanjang gadis muda belia nan cantik itu ditelentangkan dengan kedua tangan dan kakinya dipegangi oleh Asep dan Rojali. Asep kebagian memegangi tangan dan kaki kanan korbannya, sedangkan Rojali memegangi tangan dan kaki kiri Aisiah. Dengan perintah langsung dari
datuk, kedua belah kaki gadis ini diangkat dan dipentangkan melebar. Asep mencengkeram pergelangan kaki gadis malang ini dengan tangan kanannya sementara tangan kirinya ia tekankan ke pergelangan tangan kana. Si kembang desa yang sudah tak berdaya ini dan telah pasrah menuruti kehendak semuanya.

Tak tahan dengan kemulusan kaki si dara cantik, Asep mendekatkan telapak kaki korbannya ke mulutnya sehingga kaki dan paha gadis itu semakin tinggi dan terkuak mengangkang. Serta merta jari-jari kaki Aisiah di ciumi dan dijilati. Bahkan jemari kakinya di hisap-hisap dengan mulutnya. Rupanya asep ini adalah seorang lelaki yang suka sekali akan kaki perempuan dan ia takkan segan untuk menikmati hasratnya itu kepada kaki korbannya ini yang telah tersedia baginya.

Telapak kaki Aisiah seketika menggeliat meronta, tetapi cengkeraman Asep begitu kuatnya membuat gadis ini kembali jatuh dalam ketidakberdayaannya sebagai seorang wanita lemah yang dipaksa untuk melayani lelaki-lelaki penguasa itu. Rojali yang melihat ulah temannya itu menjadi kepingin pula menciumi kaki gadis desa ini. Maka kaki kiri Aisiah menjadi ajang pelampiasan hasrat kebinatangannya.

Dibauinya aroma sembab yang masih melekat di kaki dara belia itu yang tadinya sehabis mengenakan selop. Masih kentara sekali bau kaki indah si bunga desa ini dan ia berbuat hal yang sama pula mengikuti perlakuan si Asep pada jari jemari indah nan menawan di kaki Aisiah. Thoyib disuruh mengambil posisi di atas kepala Aisiah yang terbaring. Ia sejak tadi memang belum kebagian kontolnya untuk dilayani gadis yang sejak lama diidam-idamkannya itu. Maka mendapati wajah manis gadis belia cantik nan terkulai dengan rambut terurai di sprei putih itu, ia tak kuasa lagi terbakar oleh nafsunya yang menyala-nyala.

Kontolnya sedikit berbeda tipis besar dan panjangnya dengan datuk. Meskipun tubuhnya agak kontet, ia berlutut sambil duduk setelah menelanjangkan diri menyusul yang lainnya yang sudah terlebih dahulu melepaskan busana masing-masing.

Keempat lelaki dan seorang perempuan ini sudah polos dalam keadaan tak sehelai benang lagi menutupi tubuhnya masing-masing. Rata-rata semua bentuk bugil lelakinya begitu kekar mengapit si dara muda ini.

"Aisiahh... ohh... isap kontol kanda sekarang juga!" perintah Thoyib begitu jelas dan tegas di telinga gadis yang tercantik di desanya tersebut. Aisiah tengadah dan melihat sorongan kepala kejantanan Thoyib. Perlahan ia membuka mulutnya pasrah dengan hati berat dan sangat terpaksa menerima kontol lelaki si buruk rupa itu.

"Mmmhhh.." demikianlah erang gadis itu.
"Keluarkan lidahmu sayang ahhh... aku telah lama menanti saat ini.." pinta Thoyib di antara nafsu yang mengelegak di dasar sanubarinya

Lidah mungil merah muda Aisiahpun terjulur mengulas kepala jamur lelaki kontet tersebut dan mengenai tepat di lubang kencingnya Thoyib.

"Uuhhhh ahhhh..uuaaahhh..." geram si kontet ini saat mulut gadis itu mulai menelan tonggak kemaluannya, kedua tangan Thoyib segera membejek-bejek kedua buah dada Aisiah yang seukuran mangkuk. Telapak tangannya nan kekar ini, merasai kenyalnya daging montok payudara dara belia yang dicintainya ini. Puting susu merah muda gadis itu yang mulai tegak mengacung di
pelintir-pelintir oleh ibu jari dan telunjuk Thoyib membuat bunga desa ini menggeliat dalam syahwatnya.

"Ommmpphh..hophh..ssshhpp.." bagai kepedasan mulut gadis itu melenguh mengulum batang pelir Thoyib di antara semua sensasi di tubuhnya yang dipanaskan oleh tiga lelaki sekaligus.

Lalu apa yang sedang dilakukan penguasa terhadap dirinya? Ia kini berlutut tepat di hadapan kedua belah kaki gadis itu yang terkangkang akibat dipegangi oleh Asep dan Rojali. Dibukanya kembali bibir belahan surga itu serta matanya memandangi lubang kemaluan Aisiah yang sedikit merekah dan melihat selaput dara dara belia cantik itu masih bertengger disana. Bentuk selaput keperawanan bunga desa ini seperti anak tekak di kerongkongan mulut dengan amandel yang mengitari jalan masuk ke dalam memeknya.

Datuk Barkonang mengocok-ngocok penisnya di hadapan kedua belah kaki perempuan cantik itu yang terbuka siap untuk dibuahi segera oleh lelaki.

"Pegang kuat-kuat ya..!" wanti datuk kepada ketiga orang kepercayaannya ini. Tubuh gemuknya ia lekatkan di antara selangkangan korbannya yang dipaksa mengangkang itu. Kepala penisnya datuk diarahkan tepat di tengah-tengah lubang kemaluan gadis bunga desa ini yang sudah basah lagi oleh cairan kewanitaannya.

Aisiah seperti tersadar akan dirinya, ia berusaha meronta menggeliatkan pinggulnya ke kiri dan ke kanan tak ingin datuk itu menjadi yang pertama menyetubuhi dirinya, sebab ia tadi sudah sempat ngeri akan ukuran kejantanan dari sang penguasa membuat ia tak dapat membayangkan apa jadinya nanti bila liang surganya harus dimasuki tonggak daging seperti itu.

"Tolong datuk pelan-pelan memerawaninya ya?" pinta Asep yang semakin erat mencengkeram kaki dan tangan gadis belia nan malang itu.

"Iya datuk..gadis ini masih perawan..tentunya akan sakit sekali lohh..," sambung Rojali yang juga seraya mengencangkan tenaganya memegangi tangan dan kaki si bunga desa yang cantik mempesona ini.

"Kalian tak usah mengguruiku! Aku juga tau apa yang harus kulakukan!" sergah datuk agak sedikit naik pitam seolah anak buahnya lebih pintar saja darinya dalam urusan jepit- menjepit paha perempuan.

"Ampunn datuk..." jawab keduanya berbarengan.

"Mmmmphh oammphhh..ammmpphh!" erang Aisiah dalam sumpalan pelir Thoyib, ia merasakan sekali kepala penis datuk sudah lekat dipintu masuk lubang sanggamanya dan siap untuk segera memulai ritual persetubuhan kepada dirinya.

"Uhh... benar-benar sempit banget memek gadis ini..." keluh penguasa ketika mulai menekan kepala jamur kemaluannya ke dalam belahan daging berbulu basah milik si bunga desa nan cantik ini. Aisiah mengerang-ngerang kesakitan, tubuhnya yang polos itu bergetar-getar meliuk-liuk melawan maksud si datuk yang berkeinginan menyebadaninya. Tapi cengkeraman ketiga lelaki anak buahnya teramat kuat di antara deru nafasnya yang tersengal-sengal menenggak kontol Thoyib yang belum terlepas.

Tampaknya itu adalah siasat lelaki itu untuk meredam mulutnya saat pertama kali diperawani. Thoyib tak tega melihat kejadian itu, tapi kekuasaan datuk tak dapat ditawar lagi. Iapun berusaha menenangkan si gadis muda yang tengah diperkosa ini.

"Sabar ya Aisiah sayang... jangan dilawan... memang sakit untuk yang pertama kali... tapi lama kelamaan enak koq... percayalah pada kandamu ini..." begitu hiburnya sambil tak henti-hentinya kedua tangannya memijiti kedua belah payudara gadisnya ini dan berharap supaya dara belia itu dapat semakin terangsang mengeluarkan cairan pelumas di lubang memeknya.

Sungguh ajaib, kata-kata itu akhirnya merasuk dalam hati Aisiah yang tengah melawan rasa sakit yang sedang melanda dirinya. Bunga desa itu seakan bisa membaca ketulusan hati Thoyib kepadanya dari perlakuan ini di saat ia tengah menghadapi penderitaan. Lelaki buruk rupa ini memberikan perhatian yang lebih dibanding ketiga lelaki lainnya yang seakan tak peduli akan jeritan kesakitannya.

Sementara itu berkali-kali pelir datuk belum juga berhasil terhujam ke dalam belahan daging bilik sempit kepunyaan si perawan desa ini. Setiap kali ia menekan panggulnya ke selangkangan gadis itu, pelirnya selalu meleset-leset ke samping kiri kanan belahan bibir memek Aisiah atau ke atas menghujam umbai itilnya yang berbulu basah dan ke bawah menyodok lubang duburnya. Selalu begitu, padahal keringat di tubuhnya sudah semakin banyak membasahi tubuh tambunnya yang sedikit botak itu dan setiap kegagalan si datuk untuk menembusi lubang memeknya itu membuahkan kesakitan yang amat hebat pada diri korbannya yang terkapar tanpa daya apa-apa lagi itu.

Perlahan karena tak tega menyaksikan penderitaan bunga desa itu lebih lanjut, Thoyib akhirnya mengeluarkan kontolnya dari mulut Aisiah, demi melihat penderitaan gadis tersebut yang seakan tak berkesudahan ini. Dengan jemarinya ia menjulurkan tangannya ke arah selangkangan Aisiah dan membantu menguakkan bibir belahan kemaluan berbulu gadis impiannya ini yang terkangkang menghadap ke tubuh si datuk. Sementara Asep dan Rojali malah melelet-leletkan lidahnya seperti orang yang kehausan menyaksikan peristiwa seorang gadis yang untuk pertama kalinya diperawani oleh seorang lelaki. Mereka tampak senang dapat menyaksikan dengan mata kepala sendiri kejadian malam pertama Aisiah si bunga desa yang tak kuasa melawan takdirnya yang semakin jelas akan terus dipaksa menyerahkan kesuciannya dalam tangan penguasa.

"Silahkan datuk... saya sudah memeganginya... kesuciannya hanya untuk datuk..." lirih Thoyib menunduk dengan jari-jarinya semakin kuat melebarkan belahan daging lubang surga si gadis desa yang merekah bak bunga yang siap dipetik dalam usia mudanya ini. Selaput daranya semakin membuka memerah basah oleh lendir memeknya yang terus menggenangi belahan bibir keintimannya itu yang terhidang seluruhnya di hadapan penguasa lalim itu.

"Aahh! Ampun datuk! Pelan-pelan..sakit! Aduuhh perih ahh! Ampun.. jangan keras-keras..ouhhh mmmnnngghh mmmpph..!" hanya itu permohonan Aisiah kepada datuk yang terus berhasrat tinggi sekali menggagahinya.

"Terus..datuk..ayo! Tembusi saja memeknya..buat ia tahu akan keperkasaanmu!" Asep memanas-manasi suasana tersebut dengan menyemangati datuk.

Semakin beringaslah datuk mendengar semangat yang dilontarkan kepada dirinya, hingga ia mengunci kedua belah paha Aisiah dengan kedua tangannya yang kekar lalu tonggak kejantanannya ia hujamkan secara keras dan kasar kedalam belahan daging legit merah gadis desa itu yang lezat tiada tara.

Blesss!! Kali ini tiada ampun lagi, lobang kemaluan dara belia nan sangat cantik sempurna tiada tara ini akhirnya berhasil menjepit ujung daging tonggak pelir kejantanan lelaki itu diiringi jeritan kesakitan gadis si bunga desa yang malang itu.

"Arrggghh..!! Awwh!! Sakit datuk! Perih sekali... aduuhh! Aduuuhh! Ampun...ampun...!" teriak Aisiah. Pinggul dara itu menggelepar-gelepar seketika tak kuasa menahan sakit. Lubang kegadisannya seperti ditusuk-tusuk oleh ribuan jarum dan pintu masuknya semakin terbuka menganga melahap kepala kontol milik datuk yang usaha kerasnya membuahkan hasil menembusi memek gadis belia itu dengan ujung zakarnya.

Barkonangpun mengeluarkan suara lenguhan panjang tatkala merasakan denyutan dan aliran kehangatan yang terpancar dari jepitan bibir liang sanggama dara itu membelai lembut kepala jamurnya yang sudah haus akan tubuh perempuan ini. Sementara anak buahnya tetap memegangi tangan dan kaki Aisiah yang telah menjadi tawanan datuk malam itu.

"Nnnhhh nnnnhhh..." lenguh datuk penguasa merasakan setiap sensasi jepitan daging kemaluan tunangan pemberontak ini. Benar-benar nikmat sekali memek si bunga desa yang cantik semata wayang ini.

Mengetahui kontol datuk sudah terjepit oleh keintiman Aisiah, Thoyib segera melepaskan tangannya dan langsung mundur teratur ke tepi ranjang. Datuk yang paling ditakuti di daerah itu tak berlama-lama lagi melepaskan kesempatan itu, dengan mengumpulkan tenaga perkasanya di usia senjanya itu ia sangat yakin sekali dapat mencicipi keperawanan si bunga desa ini. Pinggangnya yang sudah terkepit oleh paha tawanan birahinya ini ia tekan lebih dalam lagi sehingga batang pelirnya semakin terpuruk kedalam lubang surganya para lelaki ini.

"Aduhhh! Sakittt! Perih!! Datuk, ampun datuk! Ampunnn!" jerit gadis itu tak digubris sama sekali oleh datuk. Ia bahkan merasakan inci demi inci urat-urat batang zakarnya menembusi kemaluan kembang desa yang tengah mekar-mekarnya di usianya yang telah matang dan layak untuk digauli ini.

Dirasakannya dinding kemaluan Aisiah begitu hangat nan lembut mengurut-urut dan membelai panas kejantanannya yang menembusi keperawanannya. Gadis ini memang belum pernah disetubuhi oleh lelaki dan benar-benar masih perawan murni! Semua menyaksikan penyatuan paksa kedua tubuh yang berusia terpaut jauh itu dengan nafsu menggelegak di ubun kepala masing-masing.

"Uhh... uhh... benar-benar masih sempit dan peret... juga legit pula..." puji datuk di sela-sela kenikmatan syahwatnya yang posisinya sudah di atas angin itu. Yang lain hanya bisa membayangkan bagaimana rasanya ketika kemaluan mereka bertaut juga dengan kelamin si bunga desa ini. Perlahan-lahan namun pasti seluruh lorong dinding kemaluan gadis itu mulai penuh sesak terisi oleh urat-urat batang zakar milik datuk penguasa yang tak dapat ditolak ini.

Thoyibpun tak tega melihatnya, ia sudah yakin tak akan pernah lagi menjadi orang yang pertama bagi gadis yang dicintainya ini, paling-paling ia hanya bisa menunggu gilirannya untuk mencicipi keintiman Aisiah setelah datuk dan itupun sudah tanpa keperawanannya lagi! Membayangkan semua itu membuat Thoyib geram juga dengan penguasa, tetapi ia tak mau kehilangan jabatannya menjadi orang kepercayaan datuk yang selalu bergelimang harta dan kekayaan. Diam-diam ia juga merasa masih menang dengan Dimas, kekasih gadis itu, sebab ia akan menyetubuhi Aisiah sebelum tunangan gadis itu mendapatkannya.

Si datuk menyeringai penuh kemenangan, dirasanya seluruh batang zakarnya telah amblas tertelan oleh belahan lubang intim Aisiah. Kini tampak hanya buah pelirnya saja yang menggantung perkasa mentok diselangkangan gadis belia cantik ini, sementara tonggak kejantanannya sudah bersemayam di dalam tubuh telanjang si lebai mayang. Perlahan ia menarik penisnya separuh keluar, lalu ia benamkan lagi ke dalam, ditarik lagi dan ditusuk lagi, semakin berulang dan semakin cepat pinggulnya ia kayuh ke dasar biduk-biduk celah keintiman gadis itu yang sudah terkoyak ini.

Kini dari dalam belahan lubang kemaluan gadis desa yang menjadi tawanan birahi paksa ini mulai mengalir lelehan darah segar kesuciannya. Tentu saja keperawanannya telah terenggut seiring dengan robeknya selaput dara yang selama ini telah dijaga serta dirawatnya dengan sangat hati-hati sekali untuk dipersembahkan kepada Dimas, sang kekasih tercintanya. Namun kini terpaksa harus ia relakan bagi penebusan keselamatan tunangannya itu.

Asep dan Rojali melepaskan pegangan mereka terhadap tubuh gadis itu meninggalkan datuk yang telah mengunci paha si kembang desa ini dengan kedua ketiaknya sementara tubuh gemuknya sudah sepenuhnya menindih tubuh indah korbannya ini. Selangkangan kedua tubuh insan manusia yang berlainan jenis kelamin itu sudah menyatu dalam gelut permainan asmara paksa penuh nista berduru wiksa ini. Lelaki mana yang tahan terlalu lama untuk menyaksikan seorang gadis muda yang masih belia yang terbaring telanjang ini tengah disetubuhi dengan kedua belah kaki putihnya terbuka, sementara di lubang surganya menancap pelir besar datuk penguasa pemetik bunga ini.

Demikian pula dengan Asep dan Rojali, mereka kembali mengocok-ngocokkan pelir mereka masing-masing seraya menatap memek Aisiah yang terus dijejali batang penis sang penguasa bejat itu.

"Aaahhh aku tak tahan lagi!" teriak Asep di sela-sela puncaknya.

Pelirnya yang ia kocok-kocokan sendiri telah memuntahkan air peju akibat dari tak kuasa menahan nafsunya manakala melihat tubuh dara belia cantik itu terhempas-hempas disebadani oleh tuannya dengan kedua payudaranya yang terlentang itu bergoyang-goyang memutar di dadanya yang montok menggemaskan itu.

"Oooohhhhhh aku juga Sep!" pekik Rojali bersamaan.

Cairan mani keduanya tertumpah ke lantai kamar itu. Setelah itu keduanya menuju ke kamar sebelah untuk berjaga, terutama mengawasi Dimas yang masih terbaring tak sadarkan diri.


Tinggal Thoyib yang masih setia di tepian ranjang menatapi si gadis pujaan yang selalu menjadi impiannya siang dan malam terhentak-hentak tanpa daya menggenapi takdirnya harus diperkosa oleh datuk penguasa durjana ini.

Dilihatnya nafas keduanya memburu dalam senandung nada-nada birahi yang terus terlontar menebar pesona nafsu syahwat yang berkepanjangan bagi siapa saja yang melihatnya. Erangan dan rintihan Aisiah menjadi santapan penyemangat di telinga sang datuk untuk selalu mengemposkan pantatnya
lagi, lagi.. dan lagi ke bagian intim yang paling pribadi tawanannya ini.


Gadis belia muda yang cantik ini menceracau tak jelas. Samar-samar dari desahan bibirnya terucap nama kekasihnya, hal ini sama sekali tak diketahui oleh datuk yang tengah dikuasai hasrat badaniahnya, namun Thoyib mendengarnya. Detik demi detikpun berlalu, menit demi menit juga demikian. Bagi Thoyib itu adalah siksaan batin melihat tuannya yang semakin beringas
dan ganas menyetubuhi Aisiah. Penguasa mencabut pelirnya, kemudian membalikkan tubuh telanjang yang telah berpeluh basah itu dengan tangannya memaksa kembang desa ini menungging. Bongkahan pantatnya yang membulat padat berbentuk hati itu kini terjungkit keatas terhidang untuknya. Aisiah hanya menurut demi tertebusnya nyawa Dimas walaupun entah untuk berapa lama harus ia layani si datuk dan mengakhiri semua kejadian pahit ini.

"Thoyib! Bukankah kau menginginkan gadis ini lebih dari aku? Seperti yang pernah kau mohonkan padaku? Kenapa kini kau hanya diam saja?" tanya datuk melihat Thoyib yang hanya termangu di sudut ranjang beralas putih ini yang sudah berceceran keringat yang bercampur dengan lendir dan bercak darah keperawanan Aisiah.

"Ampun datuk...hamba menunggu datuk selesai..." Thoyib kaget dengan pertanyaan yang dilontarkan tuannya itu.

"Hahaha..Thoyib... dari tadi juga aku sudah selesai, kesucian gadismu ini sudah kurenggut sejak tadi, aku hanya menginginkan itu, tak lebih... kini kau boleh menikmatinya sekarang.." datuk malah tertawa.

"Maksud datuk?" tanya Thoyib tak mengerti.

"Hahaha... Thoyib... Thoyib... aku tak akan membuatnya hamil... bukankah engkau yang menginginkan anak dari rahimnya Thoyib? Ia kuserahkan padamu kini.. Aisiah menjadi milikmu sekarang.. terimalah..." jawab datuk seraya beringsut dari posisinya memberi jalan kepada Thoyib, Aisiah yang menungging ini menjadi bergidik mendengar pembicaraan tersebut.

"Ampun datuk! Lepaskan aku dari tangan si jelek ini, aku tak sudi! Tak sudi! Ia keparat yang pencemburu.. ia tak menyukai pertunangan kami.. ampun datuk..haph!" belum sempat gadis itu menyelesaikan ucapannya, datuk segera menjejali mulut mungilnya dengan batang pelirnya.

"Aku belum selesai! Hisap punyaku ini, cepat!" perintah datuk sambil menyodok-nyodokkan selangkangannya ke wajah manis si kembang desa yang telah ternoda ini. Erangan dara cantik itupun larut dalam redaman pelir kejantanan penguasa yang melesak di kerongkongannya. Thoyibpun sudah panas kupingnya mendengar makian Aisiah barusan, harga dirinya sudah semakin terinjak-injak, rasa cinta dan kasihannya kini berbalik menjadi kebencian yang amat sangat dan ingin memberi gadis ini pelajaran atas hinaannya itu.

Bersambung ke bagian 3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar